Kewajiban Dan Hak Terkait Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

G. Kewajiban Dan Hak Terkait Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Kewajiban disini adalah suatu prestasi atau janji yang harus dipenuhi oleh pekerja atau buruh dan pengusaha. Dan hak disini adalah suatu hal yang sudah sewajarnya diterima oleh pekerja atau buruh dan pengusaha terkait K3. secara umum wujud hak dan kewajiban terkait K3 tersebut antara lain: € Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas

dan atau ahli keselamatan kerja. Sanksi untuk pelanggaran ini sudah jelas tertera dalam Pasal 15 UU No. 1-1970.

€ Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan. Sering kali pekerja tidak memperhatikan keselamatannya. Contohnya tidak menggunakan kacamata dan sarung tangan saat melakukan pengelasan. Sepertinya sosialisasi dan pembinaan secara berkesinambungan harus tetap dilakukan.

€ Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang ditentukan UU No. 1-1970 dan mematuhi petunjuk dari ahli

K3 umum dalam perusahaan. € Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan

dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Ini merupakan wujud hak yang diberikan oleh undang-undang. Apresiasi buruh dapat di utarakan melalui diri buruh pribadi atau serikat pekerja. Serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Ini merupakan wujud hak yang diberikan oleh undang-undang. Apresiasi buruh dapat di utarakan melalui diri buruh pribadi atau serikat pekerja. Serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela

Peranan serikat pekerja dalam pengembangan K3: / Mendorong pembentukan.

/ Meningkatkan kualitas P2K3 yang sudah ada. / Berpartisipasi aktif dalam P2K3. / Menyusun dan merundingkan klausul KKB tentang K3. / Mendidik kader-kader K3. / Menyusun kelengkapan K3. / Memonitor pelaksanaan K3.

€ Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan yang diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dan

ahli keselamatan kesehatan kerja selaku penanggung jawab masalah keamanan masih dianggap wajar dan dapat dilakukan.

Pada dasarnya hak dan kewajiban buruh/pekerja dalam pelaksanaan K3 (Pasal 12 UU No. 1-1970) sama dengan dengan hak dan kewajiban pekerja pada umumnya, misalnya:

Kewajiban pekerja: : Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli K3. : Memakai alat pelindung diri. : Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan.

Hak pekerja: : Meminta kepada pengusaha agar melaksanakan semua syarat K3 yang diwajibkan. : Menyatakan keberatan untuk bekerja apabila syarat-syarat K3 dan alat pelindung diri tidak memenuhi syarat.

Agar lebih jelasnya hak dan kewajiban para pengusaha juga harus ditampilkan, hal ini berguna untuk panduan pengusaha dalam membuat kebijakan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.

Kewajiban pengusaha: > Menunjukan dan menjelaskan kepada tiap pekerja baru tentang kondisi-

kondisi dan bahaya-bahaya di tempat kerjanya, alat-alat pengamanan dan alat pelindung yang harus digunakan dan cara-cara dan sikap kerja yang aman dalam melaksanakan pekerjaan.

> Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang akan diterima/dipindahkan. > Menempatkan syarat-syarat K3 yang diwajibkan di tempat kerja.

> Memasang poster-poster K3. > Melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala. > Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan yang

berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan. Hak pengusaha: Sebetulnya sederhana saja. Karena pekerja berkewajiban memenuhi

permintaan dan syarat-syarat yang ditetapkan majikan atau pengusaha, maka pengusaha dapat meminta pekerja untuk mentaati syarat-syarat dan petunjuk-petunjuk K3.

Tindakan pidana pelanggaran diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UU No. 1-1970 dengan ancaman hukuman maksimum 3 (tiga) bulan penjara atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).

Sanksi dalam pasal ini sebetulnya bisa dikatakan sudah tidak relevan, selain sanksinya terlalu ringan, maka hal ini dapat dimanfaatkan oleh oknum dari pengusaha. Seiring berkembangnya hukum progresif di Indonesia maka hakim dapat melakukan penemuan-penemuan hukum seperti analogi dan penghalusan hukum. Biarkanlah hukum berjalan seperti air dengan begitu hakim tidak dogmatis pada sebuah peraturan perundang-undangan saja (Satjipto Rahardjo).