Teori Perlindungan Hukum

4. Teori Perlindungan Hukum

Hukum adalah karya manusia yang berupa norma-norma yang berisikan petunjuk dan tingkah laku. Hukum merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Hukum itu mengandung ide-ide yang dipilih oleh masyarakat tempat dimana hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah mengenai keadilan.

Perlindungan hukum menurut Satjipto Raharjo yaitu dimana hukum

melindungi kepentingan seseorang dengan cara menempatkan suartu kekuasaan yang dilakukan secara terukur (tertentu dan dalamnya) untuk bertindak dalam rangka kepentingan

tersebut. 25 Philipus M Hadjon mengartikan perlindungan hukum sebagai perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan

ketentuan hukum dari kesewenangan. 26

Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

Dalam merumuskan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasannya adalah Pancasila sebagai ideologi dan

25 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991, hlm 53. 26 Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina Il- mu, 1987, hlm 1.

falsafah negara. Konsepsi perlindungan hukum bagi rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep rechtstaat dan rule of the law. Dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berpikir dengan landasan pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan- pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.

Dalam perlindungan hukum khususnya bagi rakyat Indonesia, Philipus M Hadjon membagi 2 (dua) macam perlindungan hukum, yaitu:

1. Perlindungan hukum preventif Pada perlindungan hukum preventif ini, subjek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

2. Sarana perlindungan hukum represif Perlindungan

bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh peradilan umum dan peradilan administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak- hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip

hukum

yang

represif represif

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: • Perlindungan hukum preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

Dalam dunia industrial UU No. 13-2003 hadir untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran serta memberikan rambu- rambu atau batasan-batasan dalam hubungan industrial. • Perlindungan hukum represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. Misalnya ketentuan pidana dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri (UU No. 39- 2004):

Pasal 102 UU No. 39-2004, menyebutkan:

1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah), setiap orang yang:

a. menempatkan warga negara Indonesia untuk bekerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;

b. menempatkan TKI tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12; atau

27 Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina Il- mu, 1987, hlm 1.

c. menempatkan calon TKI pada jabatan atau tempat pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.

2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 103 UU No. 39-2004, menyebutkan:

1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), setiap orang yang:

a. mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;

b. mengalihkan atau memindahtangankan SIPPTKI kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33;

c. melakukan perekrutan calon TKI yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35;

d. menempatkan TKI yang tidak lulus dalam uji kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45;

e. menempatkan TKI tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan psikologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50;

f. menempatkan calon TKI/TKI yang tidak memiliki dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51;

g. menempatkan TKI di luar negeri tanpa perlindungan program asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68; atau

h. memperlakukan calon TKI secara tidak wajar dan tidak manusiawi selama masa di penampungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3).

2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan. Pasal 104 UU No. 39-2004, menyebutkan:

1. Dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), setiap orang yang:

a. menempatkan TKI tidak melalui Mitra Usaha sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 24; a. menempatkan TKI tidak melalui Mitra Usaha sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 24;

c. mempekerjakan calon TKI yang sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46;

d. menempatkan TKI di Luar Negeri yang tidak memiliki KTKLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64; atau

e. tidak memberangkatkan TKI ke luar negeri yang telah memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67.

2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran. Menurut Soerjono Dirjosisworo, terdapat berbagai upaya perlindungan bagi masyarakat secara umum, meliputi: 28

Õ Perlindungan individu dari gangguan orang lain atau kelompok dalam pergaulan hidup yang karena berbagai faktor berbuat merugikan,

Õ Perlindungan individu tersangka atas terdakwa dalam suatu perkara pidana kemungkinan timbulnya tindakan kesewenangan oknum aparat

penegak hukum, Õ Perlindungan masyarakat atas kemungkinan berbuat atau tidak berbuat

dari warga masyarakat. Berbicara tentang perlindungan hukum, maka hal tersebut merupakan bentuk konsekuensi dari suatu bentuk negara hukum. Negara indonesia berdasar atas hukum (rechstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat). Pemerintah berdasarkan atas

sistem konstitusi tidak bersifat absolutisme. 29

Berdasarkan hal tersebut dapatlah dinyatakan bahwa sistem negara hukum merupakan merupakan pilihan negara kita. Yang pada selanjutnya hukum mengalami perkembangan, dimana perkembangan hukum mencakup pengembangan perangkat atau ketentuan-ketentuan hukum, pemantapan penegakan hukum serta peningkatan kesadaran hukum, yang ditujukan untuk memantapkan perwujudan negara hukum, tahap demi tahap.

28 Ibid, hlm 2. 29 Sudjono, Saukarto dan Marmo, Penegakan Hukum Di Negara Pancasila, Jakarta: Ga-

ruda Metropolis Press, 1997, hlm 16.

Di dalam negara hukum, terdapat sendi-sendi pokok yang selalu melekat dan bersifat universal, yaitu: € Prinsip tertib hukum

Hukum harus dapat mewujudkan suatu tertib hukum, artinya keberadaan hukum adalah untuk mewujudkan suau keadaan yang tertib sesuai dengan ketentuan yang ada.

€ Prinsip perlindungan dan pengayoman hukum Hukum disini harus mampu mengayomi dan melindungi segenap bangsa indonesia, yakni setiap warga negara Indonesia yang berasal dari berbagai latar belakang dan status sosial yang berbeda. Pengayoman dan perlindungan itu meliputi hak-hak asasi manusia yang melekat dengan harkat dan martabat manusia. Sehingga fungsi pengayoman dan perlindungan hukum dapat diwujudkan bila hukum mampu memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat.

€ Prinsip persamaan hak dan kewajiban di depan hukum Setiap warga negara secara keberadaan sebagai manusia yang memiliki

persamaan dalm memperoleh rasa keadilan, baik secara hak dan kewajibannya.

€ Prinsip kesadaran hukum Kesadaran hukum disini meliputi kesadaan untuk mematuhi ketentuan-

ketentuan hukum dan kesadaran untuk turut serta memikul tanggung jawab bersama dalam menegakkan hukum.