Jenis Perselisihan Hubungan Industrial

B. Jenis Perselisihan Hubungan Industrial

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam kaitannya dengan hukum perburuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara yakni baik mengunakan penyelesaian di dalam maupun di luar persidangan.

Jenis perselisihan hubungan industrial yang ada di dalam peraturan perundang-undangan meliputi: פּ perselisihan hak; פּ perselisihan kepentingan; פּ perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan פּ perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu

perusahaan. Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Perselisihan hak biasanya terjadi akibat wan prestasi yang dilakukan oleh pihak pengusaha atau buruh. Perselisihan hak objek sengketanya adalah salah satu pihak melanggar kesepakatan yang sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

Hal yang perlu menjadi perhatian, penuntutan hak adalah motivasi buruh dalam melakukan aksi pemogokan kerja. Kaitannya dalam perlindungan hak, maka pihak-pihak dalam hukum ketenagakerjaan khususnya pemerintah dengan pengusaha harus mengetahui macam-macam hak pekerja.

Hak-hak pekerja yang biasanya diatur dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama, antara lain hari dan waktu kerja, kerja Hak-hak pekerja yang biasanya diatur dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama, antara lain hari dan waktu kerja, kerja

a. Hak atas upah Dengan hak atas upah artinya setiap pekerja berhak mendapatkan upah atau dengan kata lain setiap pekerjaan yang sebanding dengan tenaga yang telah disumbangkannya berhak untuk dibayar. Dalam menentukan hak atas upah pada prinsipnya tidak boleh ada perlakuan diskriminatif dalam soal pemberian upah kepada semua pekerja atau buruh.

b. Hak untuk berserikat dan berkumpul Hak untuk berserikat merupakan hak atas kebebasan yang merupakan salah satu hak asasi manusia. Dengan hak untuk berserikat atau berkumpul,

pekerja dapat bersama-sama memperjuangkan

buruh dalam perkembangannya menjadi kekuatan penyeimbang buruh untuk melawan kedigdayaan pengusaha.

c. Hak atas keselamatan dan kesehatan Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan, keselamatan dan kesehatan. Upaya perwujudan perlindungan hak atas keselamatan dan kesehatan dalam bekerja, yaitu buruh berhak mengetahui kemungkinan resiko yang akan dihadapinya dalam menjalankan pekerjaannya. Dan buruh berhak untuk menerima atau tidak pekerjaan dengan resiko yang sudah diketahuinya itu.

d. Hak untuk tidak didikriminasikan Pada prinsipnya pekerja harus diperlakukan secara sama secara adil. Tidak boleh ada diskriminasi dalam perusahaan. Adanya diskriminasi warna kulit, jenis kelamin, etnis, agama dalam pemberian sikap, gaji maupun peluang untuk jabatan akan menghambat jalannya produktivitas kerja. פּ perselisihan kepentingan

Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Di dalam hubungan industrial selalu Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Di dalam hubungan industrial selalu

Menurut Imam Supomo perselisihan kepentingan terjadi karena ketidaksesuaian paham dalam perubahan syarat-syarat kerja

dan atau keadaan perburuhan. 48

Kadang kita sulit untuk membedakan antara perselisihan kepentingan dan perselisihan hak. Kalau kita lebih mencermati lagi perselisihan hak objek sengketanya adalah tidak dipenuhinya hak atau pelanggaran hukum yang sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama. Sedangkan, perselisihan kepentingan objek sengketanya adalah karena tidak adanya kesesuaian pendapat menyangkut pembuatan hukum atau perubahan hukum terhadap peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama.

Dalam hukum perjanjian para pihak pasti memiliki suatu kepentingan untuk membuat sebuah perjanjian. Hal ini merupakan kewajaran jika para pihak ingin merubah substansi yang sudah disepakati. Oleh karena itu jika tidak tercapai kesepakatan sedapat mungkin konflik kepentingan harus dihindari. Konflik di atas merupakan konflik intern yang timbul karena adanya kepentingan dari para pihak. Pada akhirnya jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut akan menghambat produktivitas perusahaan.

Dalam perkembangannya buruh sebagai pribadi atau secara kolektif (organisasi buruh) dapat menjadi para pihak dalam perselisihan hak atau perselisihan kepentingan. פּ perselisihan pemutusan hubungan kerja

Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Perselisihan hubungan industrial dapat pula disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja.

48 http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201207530921134643/5.pdf.

Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja yang selama ini diatur di dalam Pasal 150-172 UU No. 13-2003. Sebenarnya pemutusan hubungan kerja harus di hindari, karena tidak hanya pekerja yang rugi, negara juga ikut menanggung keruginya. Sehingga perlu dicarikan jalan keluar yang terbaik bagi pengusaha dan buruh. Jika hal ini terpaksa dilakukan untuk menentukan bentuk penyelesaian maka harus dilakukan sesuai amanat peraturan perundang-undangan. Sejak adanya pengadilan hubungan industrial yang diatur dalam UU No. 13-2003 pemutusan hubungan kerja diselesaikan di pengadilan tersebut.

Sebagai wujud perlindungan terhadap pekerja, undang- undang menetapkan larangan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:

a. Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus- menerus.

b. Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara.

c. Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.

d. Pekerja menikah.

e. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.

f. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama.

g. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan atau pengurus serikat buruh, buruh melakukan kegiatan serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

h. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan.

i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan. j. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Dalam Pasal 158 UU No. 13-2003 pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja dengan alasan pekerja telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:

a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan atau uang milik perusahaan;

b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

c. Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

d. Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e. Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;

f. Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

g. Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

h. Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;

i. Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau j. Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Terhadap pekerja yang melakukan tindakan tersebut di atas maka tidak diberikan untuknya pesangon, hanya uang penghargaan masa kerja dan ganti rugi.

Wujud perlindungan lainnya yang diberikan undang-undang terkait pemutusan hubungan kerja, antara lain: Pasal 156 UU No. 13-2003, menyebutkan: (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.

(2) Perhitungan uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut:

a. Masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah.

b. Masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun,

2 (dua) bulan upah 2 (dua) bulan upah

3 (tiga) bulan upah.

d. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah.

e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah.

f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah.

g. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.

h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah.

i. Masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah. (3) Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:

a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah.

b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah.

c. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah.

d. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah.

e. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah.

f. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.

g. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah.

h. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah. (4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.

b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja.

c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas per seratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.

d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Karena pemutusan hubungan kerja menyangkut kelanjutan hidup buruh setelah dilakukan pemutusan hubungan kerja, maka buruh harus mendapatkan keadilan di setiap fase penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Peran pemerintah sangat diharapkan untuk pengawasannya. פּ perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan

Untuk mendalami perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan maka kita harus mengetahui pengertian perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan itu sendiri dan pengertian serikat buruh untuk lebih memudahkan kita dalam memahaminya.

Perselisihan antar serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja dengan serikat pekerja lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan. (Pasal 1 angka 5 UU No. 2-2004). Dan Serikat pekerja disini adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (UU No. 21-2000).

Sejalan dengan era keterbukaan dan demokratisasi dalam dunia industri yang diwujudkan dengan adanya kebebasan untuk berserikat bagi buruh, maka jumlah serikat pekerja buruh di satu

perusahaan tidak dapat dibatasi. 49 Pada umumnya sengketa atau perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan terkait dengan masalah keanggotaan dan keterwakilan di dalam

49 Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan Dan Di- luar Pengadilan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005, hlm 51.

perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama. Hal ini adalah sangat riskan sekali jika sampai terjadi maka hak-hak buruh akan terbengakalai, karena sebenarnya tujuan dibentuknya serikat pekerja adalah untuk memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.