Kasus Perjanjian Kerja Bersama

F. Kasus Perjanjian Kerja Bersama

Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis terdapat pelanggaran terhadap perjanjian kerja bersama yang disepakati bersama antara serikat pekerja PT. Molindo Raya Industrial dengan pengusaha, yakni:

“Untuk tingkat jabatan supervesior ke atas tidak boleh ikut serta menjadi anggota konfederasi buruh atau federasi buruh ”.

Hal ini sesungguhnya bertentangan dengan hak berserikat buruh. Pasal 104 UU No. 13-2003, menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.

Hak berserikat merupakan bagian dari hak asasi manusia. Secara umum pengaturannya di dalam Pasal 20 Piagam PBB, Pasal 22 Kovenan Hak Sipil dan Politik (yang diratifikasi dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya) (UU No. 12-2005) dan Pasal 8 Kovenan Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya (yang diratifikasi dalam UU No. 11-2005). Sedangkan dalam UUD NRI 1945 diatur pada Pasal 28E ayat (3).

PT. Molindo Raya Industrial di Kabupaten Malang juga menerapkan peraturan perusahaan padahal telah ada perjanjian kerja bersama. Pasal 111 ayat (4) dan ayat (5) UU No. 13-2003, menyebutkan: (4) Selama masa berlakunya peraturan perusahaan, apabila serikat

pekerja/serikat buruh di perusahaan menghendaki perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama, makapengusaha wajib melayani.

(5) Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktu berlakunya.

Seharusnya jika sudah memiliki perjanjian kerja bersama tidak dibutuhkan lagi peraturan perusahaan, dan sesungguhnya peraturan sepihak tersebut itu kurang menguntungkan pekerja.

Pelanggaran lain terdapat dapat, Pasal 88 UU No. 13-2003 yang bertentangan dengan kenyataan hubungan indutrial, pekerja kontrak dan pekerja tetap dibedakan dalam mendapatkan kelayakan Pelanggaran lain terdapat dapat, Pasal 88 UU No. 13-2003 yang bertentangan dengan kenyataan hubungan indutrial, pekerja kontrak dan pekerja tetap dibedakan dalam mendapatkan kelayakan

Terkait cuti haid perempuan di dalam perusahaan sulit sekali untuk mendapatkan izin. Para pekerja perempuan yang biasanya tidak memiliki pendidikan tinggi tidak mengetahui ketentuan terkait hak cuti haid, hal tersebut tidak dituangkan pengusaha dalam perjanjian kerja bersama, hal ini terlihat sekali bahwa pengusaha terkesan menutup-nutupi ketentuan ini.

Pasal 81 UU No. 13-2003 menyebutkan: (1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pelanggaran lain adalah perjanjian kerja bersama PT. Molindo Raya Industrial, karyawan kontrak tidak dapat hak cuti, padahal telah diisyaratkan dalam ketentuan Pasal 79 huruf c UU No. 13-2003 disebutkan bahwa cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama

12 (dua belas) bulan secara terus menerus. Karyawan kontrak di PT. Molindo Raya Industrial, rata-rata sudah 2 (dua) tahun bekerja. Namun karyawan kontrak tetap tidak mendapatkan hak cutinya. Hal ini termasuk dalam diskriminasi hak.

Pelanggaran lain terkait perjanjian kerja waktu tertentu adalah, karyawan kontrak di PT. Molindo Raya Industrial, ternyata adalah karyawan yang ditempatkan di bisnis inti, dan terus menerus, semisal dalam unit pengelolaan limbah yang nantinya dijadikan pupuk, karyawan-karyawan kontrak tersebut seharusnya tidak sesuai dengan peraturan perundang undangan, khususnya Pasal 59 ayat (1) UU No. 13-2003, di atas, menyatakan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

PT. Molindo Raya Industrial, tentunya melanggar ketentuan UU No. 13-2003, unit pengelolaan limbah tentunya pekerjaan yang berkesinambungan.

Terkait perlindungan pekerja dalam pembuatan perjanjian kerja bersama erat kaitannya dengan teori perlindungan hukum, menurut Philipus M Hadjon.

a. Perlindungan hukum preventif Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Terkait Perlindungan hak-hak pekerja melalui perjanjian kerja bersama, selain wajib memperhatikan peraturan perundang-undangan, pengusaha dan serikat pekerja wajib, memperhatikan asas keseimbangan dan juga asas-asas lain yang dijadikan dasar pijakan dalam pembuatan perjanjian kerja bersama.

Sebaiknya agar unsur preventif terpenuhi sebaiknya dalam pembuatan perjanjian kerja bersama seluruh peraturan perundangan dan asas-asas dalam pembuatan perjanjian diperhatikan, sehingga dapat terwujud industrial yang harmonis.

b. Perlindungan hukum represif Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Setiap pelanggaran akan perjanjian kerja bersama harus ditindak tegas, baik dari pengusaha atau dari buruh. Hal ini bertujuan agar tetap ditaatinya perjanjian kerja bersama oleh semua elemen. Tujuan dari hal itu sebua adalah tercapainya industrial harmonis.

Hal-hal yang wajib diperhatikan dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian kerja bersama: Meninjau ulang atau mengevaluasi perjanjian kerja bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar kelayakan perjanjian kerja bersama dapat diterima oleh pengusaha dan pekerja.

Dalam pembuatan perjanjian kerja bersama pengusaha dengan serikat pekerja wajib memperhatikan peraturan perundang-undangan dan juga

memperhatikan asas keseimbangan dan juga asas-asas lain yang dijadikan dasar pijakan dalam pembuatan perjanjian kerja bersama.

Dalam pembuatan perjanjian kerja bersama, sebaiknya terdapat ketentuan terkait sanksi untuk kedua belah pihak, yang diatur secara

tegas. Hal ini bertujuan agar tetap ditaatinya perjanjian kerja bersama oleh semua elemen. Tujuan dari hal itu semua adalah tercapainya industrial harmonis.