GUGATAN PEMBUBARAN PARTAI GOLKAR

5.4. GUGATAN PEMBUBARAN PARTAI GOLKAR

Pada masa reformasi, terdapat empat gugatan yang ditujukan kepada Partai Golkar. Di antara keempat gugatan tersebut, terdapat dua gugatan yang meminta pembubaran Partai Golkar, yaitu Perkara No. 01.G/WPP/2000 dan Perkara No. 02.G/WPP/2001. Sedangkan dua gugatan lain meminta agar Partai Golkar

didiskualifikasi dari Pemilu 1999 972 dan mencabut hak Partai Golkar untuk ikut Pemilu 2004 973 .

Gugatan pertama yang meminta pembubaran Partai Golkar diajukan oleh Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) dan beberapa penggugat lain kepada Mahkamah Agung yang diregistrasi dengan Perkara No. 01.G/WPP/2000. Gugatan ini diajukan oleh pihak yang sama dengan Perkara No. 521/PDT.G/1999/PN.JAK.PST yang meminta agar Partai Golkar didiskualifikasi

dan dicabut haknya untuk mengikuti Pemilu 2004. 974 Penggugat meminta agar membekukan atau membubarkan Partai Golkar,

atau setidak-tidaknya mencabut hak Partai Golkar ikut dalam Pemilu 1999 dengan segala akibatnya termasuk menyatakan hasil suara dan kursi yang diperolehnya tidak sah dan dibatalkan. Hal itu karena Partai Golkar dinilai telah melanggar UU Parpol, khususnya Pasal 14 Ayat (1) dan (2) tentang batas maksimal sumbangan yang dapat diterima partai politik dan Pasal 9 huruf e yang mengatur kewajiban partai politik menyukseskan penyelenggaraan Pemilu secara demokratis, jujur dan adil.

Pelanggaran yang didalilkan dilakukan oleh Partai Golkar oleh para penggugat adalah telah menerima sumbangan sebesar 15 milyar rupiah dari dana kasus Bank Bali. Selain itu Partai Golkar juga dituduh melakukan money politic, melakukan tindakan paksaan dan tekanan psikologis untuk mempengaruhi pemilih, menyalahgunakan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS), mencuri start kampanye, dan pelanggaran lainnya.

Majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut adalah H. German Hoediarto, H. P. Panggabean, H. Usman Karim, Ahmad Syamsudin, dan O. K. Joesli. Putusan dibacakan pada tanggal 13 Maret 2000. Dalam putusan tersebut

973 Perkara No. 521/PDT.G/1999/PN.JAK.PST diajukan pada tanggal 11 Oktober 1999. Perkara No. 01.SP/WPP/III/2001 yang diajukan pada tanggal 8 Maret 2001. 974 O.C. Kaligis & Associates, Partai Golkar Digugat, (Jakarta: Otto Cornelis Kaligis, 2001), hal. 3 – 184.

dinyatakan bahwa perkara ini berkaitan dengan Perkara No. 521/PDT.G/1999/PN.JKT.PST. Untuk mencegah terjadinya putusan yang bertentangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa pekara No. 01.G/WPP/2000 belum waktunya diajukan ke Mahkamah Agung sehingga gugatan dinyatakan

tidak dapat diterima. 975 Walaupun demikian, dalam amar putusannya Mahkamah Agung juga menyatakan bahwa Mahkamah Agung berwenang mengadili perkara

tersebut dalam tingkat pertama dan terakhir. Pada 2001, tuntutan Pembubaran Partai Golkar yang dianggap sebagai kekuatan Orde Baru dan menghambat proses reformasi semakin meningkat. Tuntutan-tuntutan tersebut disampaikan melalui berbagai demonstrasi oleh unsur- unsur mahasiswa dan masyarakat. Tuntutan tersebut kemudian mengerucut kepada langkah hukum berupa gugatan yang diajukan kepada Mahkamah

Agung. 976 Pihak yang mengajukan gugatan adalah Pijar Indonesia mewakili sejumlah

lembaga swadaya masyarakat (LSM) anti-Orde Baru, antara lain Rakyat Bergerak yang dipimpin Sri Bintang Pamungkas, Paguyuban Korban Orde Baru, Gabungan Serikat Buruh Indonesia, Front Indonesia Semesta, dan Lembaga Perjuangan

Rehabilitasi Pegawai Negeri Korban Rezim Orde Baru. 977 Gugatan diajukan pada Mahkamah Agung dengan Perkara No. 02.G/WPP/2001.

Para penggugat mengajukan gugatan agar Partai Golkar dibekukan dan dibubarkan, atau dicabut haknya (didiskualifikasi) untuk mengikuti Pemilihan

Umum karena menerima sumbangan melebihi ketentuan undang-undang. 978 Hal ini masih terkait dengan perkara sebelumnya yaitu dana Partai Golkar yang diduga

dari kasus Bank Bali. Ketentuan yang didalilkan dilanggar diantaranya adalah sumbangan yang boleh diterima parpol sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 adalah Rp15.000.000,00 dari sumbangan perorangan dan Rp150.000.000,00

975 Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa pelaksanaan wewenang MA membekukan atau membubarkan partai politik

adalah setelah mendengar dan mempertimbangan keterangan Pengurus Partai Politik dan setelah melalui proses peradilan. 976

Pep/cal, Usulan Pembubaran Golkar Sebaiknya Lewat MA, Harian Kompas, Senin, 26 Februari 2001. http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/02/25/0044.htm , 01/10/2007. 977 Gugatan Pembubaran Partai Golkar Disidangkan, Kompas, Sabtu 2 Juni 2001.

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0106/02/nasional/guga07.htm 978 , 26/09/2007. An/ma, Akhirnya, MA Tolak Bekukan Golkar, Harian Duta Masyarakat, 31 Juli 2001. http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/07/31/0036.html , 01/10/2007.

dari perusahaan atau badan dalam waktu satu tahun. Tetapi, sesuai laporan Pricewaterhouse Coopers (PwC), Partai Golkar menerima dana

Rp15.000.000.000,00 dari kasus Bank Bali melalui Arung Gauk Jarre. 979 Dana kepada Partai Golkar tersebut dikatakan oleh penggugat disalurkan

melalui anggota DPR yang mewakili Golkar, seperti Didi F Korompis, Freddy Latumahina, Enggartiasto Lukito, dan Marimutu Manimaren. Selain itu, Partai Golkar juga menerima sumbangan dari AA Baramuli sebesar Rp1.000.000.000,00 yang diterima pengurus Golkar di Sulawesi Selatan dan dana dari Badan Urusan Logistik (Bulog) sebesar Rp90.000.000.000. Penggugat menyatakan bahwa berdasarkan fakta tersebut majelis hakim selayaknya menyatakan Partai Golkar telah melanggar UU Nomor 2 Tahun 1999. Untuk itu Majelis Hakim diminta mencabut hak Partai Golkar mengikuti Pemilu 2004. Selain itu, dengan alasan menerima dana Rp90.000.000.000,00 dari Bulog dan dana Rp15.000.000.000,00 dari kasus Bank Bali, menunjukkan Partai Golkar tidak adil dan tidak jujur pada proses pemenangan Pemilu 1999, penggugat meminta MA memutuskan Partai Golkar melanggar Pasal 9 huruf (e) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999. Oleh karena itu, MA diminta membubarkan atau setidak-tidaknya membekukan Partai

Golkar. 980 Terhadap gugatan tersebut, Partai Golkar menyatakan bahwa gugatan

tersebut telah kadaluarsa sesuai dengan Peraturan MA Nomor 2 Tahun 1999 yang memberikan batasan pengaduan terkait dengan laporan keuangan Partai Politik 15

hari sebelum dan 30 sesudah pemilihan umum. 981 Selain itu Partai Golkar juga mengajukan gugatan balik dengan menuntut ganti rugi sebesar

Rp1.000.000.000.000,00. Namun demikian Majelis Hakim tetap melanjutkan persidangan tanpa menjatuhkan putusan sela dan memasuki pemeriksaan pokok perkara. Terkait dengan masa kadaluarsa, ketentuan tersebut hanya berlaku bagi laporan keuangan yang berhubungan dengan dana kampanye, dan bukan laporan keuangan secara keseluruhan seperti yang dimaksudkan oleh penggugat.

Gugatan tersebut diputuskan pada 31 Juli 2001 oleh Majelis Hakim yang terdiri atas Asma Samik sebagai hakim ketua dan para hakim anggota adalah

980 Gugatan Pembubaran Partai Golkar Disidangkan, Op. Cit. Ibid. 981 Pasal 6 Ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1999.

Tjung Abdul Mutallip, Abdul Rahman Saleh, Artidjo Alkostar, dan Muhammad Laica Marzuki. Putusan Majelis Hakim menyatakan menolak gugatan membekukan atau membubarkan Partai Golkar karena tidak cukup bukti yang menunjukkan bahwa Golkar telah melanggar batasan dan aturan pendanaan

pemilihan umum. 982 Bukti yang diajukan sebagian besar adalah fotokopi surat dan kliping

berita yang menurut Majelis Hakim tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat. Bukti-bukti lain yang diajukan oleh penggugat tidak memiliki kekuatan untuk mendukung gugatan dan baru merupakan bukti awal yang perlu pembuktian

lebih lanjut. 983 Gugatan pembekuan atau pembubaran Partai Golkar tersebut tidak sesuai

dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999. Pasal 17 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 secara tegas menyatakan bahwa Mahkamah Agung dapat membekukan atau membubarkan suatu partai politik jika nyata-nyata melanggar Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, Pasal 9, dan Pasal 16. Pasal-pasal yang menjadi dasar pembekuan atau pembubaran tersebut tidak terkait dengan ketentuan tentang dana kampanye ataupun dana partai politik secara umum yang secara khusus diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999.

Penggugat telah membangun kontruksi hukum bahwa pelanggaran batas sumbangan kepada partai politik yang diterima Partai Golkar mengakibatkan partai tersebut melanggar kewajiban partai politik untuk menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum secara demokratis, jujur, dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia yang dapat menjadi dasar pembekuan atau pembubaran partai politik berdasarkan Pasal 17 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999. Namun, dengan tidak adanya bukti yang menguatkan pelanggaran sumbangan, kontruksi tersebut tidak dapat dipertahankan.

Mahkamah Agung Tolak Gugatan Pembubaran Golkar, http://www.voanews.com /indonesian/archive/2001-07/a-2001-07-31-6-1.cfm 983 , 26/09/2007. An/ma, Op. Cit. Putusan Mahkamah Agung tersebut dibenarkan oleh Mahfud MD karena dalam persidangan memang tidak cukup bukti yang meyakinkan sebagai alasan pembekuan atau pembubaran Partai Golkar, walaupun dari rasa keadilan ada kehendak Partai Golkar semestinya dibubarkan. Lihat, tra, Menkeh dan HAM (Demisioner): Hakim Agung dalam Perkara Pembubaran Golkar Tak Salah, Harian Kompas, Sabtu

4 Agustus 2001. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0108/04/nasional/haki06.htm, 01/10/2007.

Selain itu, juga patut dipertimbangkan adanya Penjelasan Pasal 17 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa sebelum proses peradilan pembekuan atau pembubaran partai politik, Mahkamah Agung memberikan peringatan tertulis sebanyak 3 kali berturut-turut dalam waktu 3 bulan. Penjelasan dimaksud tentunya terkait dengan pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung yang dapat berujung pada proses peradilan pembekuan/pembubaran partai politik.

Berdasarkan putusan MA tersebut, proses pembubaran partai politik dalam praktiknya dapat dilakukan tanpa melalui peringatan tertulis yang dikeluarkan oleh MA, tetapi melalui gugatan pihak ketiga. Walaupun amar putusan MA menolak gugatan, namun putusan tersebut telah memberikan hak kepada partai lain, bahkan setiap orang untuk mengajukan gugatan pembubaran partai politik tertentu.