Ketentuan Electoral Treshold

5.3.4. Ketentuan Electoral Treshold

Selain peraturan pembubaran partai politik, juga terdapat peraturan yang berpengaruh terhadap eksistensi partai politik, yaitu keikutsertaanya dalam pemilihan umum. Ketentuan tersebut adalah mengenai electoral treshold dalam undang-undang pemilihan umum. Adanya ketentuan tersebut mengakibatkan tidak setiap partai politik yang diakui sebagai badan hukum berdasarkan undang- undang partai politik, dapat menjadi peserta pemilihan umum.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 menentukan selain diakui menurut Undang-Undang Partai Politik, suatu partai politik dapat menjadi peserta pemilihan umum apabila memenuhi syarat; a) memiliki pengurus di lebih dari ½ jumlah provinsi di Indonesia; b) memiliki pengurus di lebih dari ½ jumlah kabupaten/kota tiap-tiap provinsi tersebut; dan c) mengajukan nama dan tanda

gambar partai politik. 955 Pasal 39 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999, menentukan sebagai berikut.

951 Pasal 70 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. Pasal 72 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003.

953 Pasal 73 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. 954 Pasal 73 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. Maruarar Siahaan, Op. Cit., hal. 201-202. 955 Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999.

(1) Partai Politik dapat menjadi peserta Pemilihan Umum apabila

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut

a. diakui keberadaannya sesuai dengan Undang-undang tentang

Partai Politik; b. memiliki pengurus di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah propinsi

di Indonesia; c. memiliki pengurus di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah kabupaten/ kotamadya di propinsi sebagaimana dimaksud pada huruf b;

d. mengajukan nama dan tanda gambar partai politik.

Sedangkan untuk mengikuti pemilihan umum selanjutnya, Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1999 menentukan suatu partai politik harus; a) memiliki sebanyak 2% dari jumlah kursi DPR; atau b) memiliki sekurang-kurangan 3% dari jumlah kursi DPRD I yang tersebar di ½ jumlah provinsi; atau c) memiliki 3% kursi DPRD II yang tersebar di ½ jumlah kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Apabila hendak mengikuti pemilihan umum berikutnya, partai politik yang tidak

memenuhi electoral treshold harus bergabung dengan partai lain. 956 Persyaratan mengikuti pemilihan umum diatur lebih berat dalam Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2003. Untuk dapat menjadi peserta pemilihan umum, selain memenuhi ketentuan Undang-Undang Partai Politik, partai politik harus; a) memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 dari seluruh jumlah provinsi; b) memiliki pengurus lengkap di sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah kabupaten/kota di masing-masing provinsi tersebut; c) memiliki anggota sekurang-kurangnya 1000 orang atau 1/1000 dari jumlah penduduk pada tiap tingkat kepengurusan; d) setiap tingkat kepengurusan tersebut memiliki kantor

tetap; dan e) mengajukan nama dan tanda gambar partai politik. 957 Ketentuan electoral treshold diatur dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang-

Undang Nomor 12 tahun 2003, sebagai berikut.

(1) Untuk dapat mengikuti Pemilu berikutnya, Partai Politik Peserta Pemilu harus: a. memperoleh sekurang-kurangnya 3% (tiga persen) jumlah kursi DPR; b. memperoleh sekurang-kurangnya 4% (empat persen) jumlah kursi DPRD

Provinsi yang tersebar sekurangkurangnya di ½ (setengah) jumlah provinsi seluruh Indonesia; atau

c. memperoleh sekurang-kurangnya 4% (empat persen) jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota yang tersebar di ½ (setengah) jumlah kabupaten/kota seluruh Indonesia.

Pasal 39 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999. 957 Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003.

Berdasarkan ketentuan tersebut, partai politik yang akan mengikuti pemilihan umum selanjutnya harus memenuhi ketentuan electoral treshold, yaitu memperoleh sekurang-kurangnya 3% dari kursi DPR, atau 4% dari jumlah kursi DPRD Provinsi yang tersebar di ½ jumlah provinsi; atau 4% dari jumlah kursi

DPRD Kabupaten/Kota yang tersebar di ½ jumlah kabupaten/kota di Indonesia. 958 Apabila tidak memenuhi ketentuan tersebut, partai politik dapat; a) bergabung

dengan partai politik lain yang memenuhi syarat; atau b) bergabung dengan partai politik lain yang tidak memenuhi syarat namun gabungan suaranya dapat memenuhi syarat dan menggunakan nama dan tanda gambar salah satu partai; atau

c) membentuk partai politik baru. 959 Ketentuan persyaratan mengikuti pemilihan umum juga diatur terkait

dengan partai lokal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006. Selain harus telah disahkan sebagai badan hukum, untuk dapat mengikuti pemilihan umum

DPRA/DPRK, partai politik lokal harus memenuhi persyaratan: 960

a. memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 dari jumlah kabupaten/kota di Aceh;

b. memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 2/3 dari jumlah kecamatan dalam setiap kabupaten/kota;

c. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1/1000 dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan partai politik lokal sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota partai politik lokal;

d. pengurus sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c harus mempunyai kantor tetap;

f. mengajukan nama dan tanda gambar kepada KIP.

Untuk dapat mengikuti pemilu berikutnya, partai politik lokal peserta pemilu harus memperoleh sekurang-kurangnya 5% jumlah kursi atau sekurang- kurangnya 5% jumlah kursi DPRK yang tersebar sekurang-kurangnya di ½ jumlah kabupaten/kota di Aceh. Sedangkan untuk dapat mengajukan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Walikota dan

959 Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Pasal 9 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. 960 Pasal 89 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006.

Wakil Walikota partai politik lokal harus memperoleh sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRA atau 15% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRA di daerah yang bersangkutan. Partai politik lokal, gabungan partai politik lokal, atau gabungan partai politik dan partai politik lokal wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan

yang memenuhi persyaratan. 961 Adanya persyaratan untuk mengikuti pemilihan umum menyebabkan suatu

partai politik dapat eksis secara hukum tetapi tidak eksis secara politik. Hal itu merupakan salah satu konsekuensi dari pengakuan kebebasan berserikat yang dijamin dalam UUD 1945. Namun demikian, kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan karena sarana utama partai politik dalam memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara, adalah melalui pemilihan

umum. 962 Jika partai politik tidak mengikuti pemilihan umum, maka partai tersebut telah kehilangan sarana utama menjalankan fungsi-fungsinya.

Adanya ketentuan electoral treshold yang mengarah pada penataan partai politik dan penyederhanaan partai politik menurut Satya Arinanto tidak melanggar prinsip kebebasan berserikat. Dengan merujuk pada putusan MK Jerman atas kasus pengujian ketentuan electoral treshold yang diajukan Partai Bavaria, dinyatakan bahwa disamping sebagai pelaksanaan kebebasan berserikat, partai politik dan pemilihan umum juga memiliki fungsi integrasi. Oleh karena itu ketentuan electoral treshold, yang di Jerman saat itu adalah 5%, dapat dibenarkan

untuk mencegah terlalu banyaknya partai serpihan (splinter parties). 963 Hal itu juga dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-V/2007

yang menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 terkait dengan ketentuan electoral treshold. 964

Fungsi integrasi tersebut melekat pada fungsi komunikasi dan sosialisasi politik yang memberikan tugas kepada partai politik untuk menata aspirasi yang berbeda dijadikan suatu “pendapat umum” agar dapat dibuat suatu keputusan yang

Pasal 91 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006.

963 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002. Lihat, Satya Arinanto, “Parpol Serpihan Vs Kebebasan Berserikat”, Op. Cit. 964 Diucapkan pada Sidang Pleno terbuka untuk umum pada 23 Oktober 2007.

teratur. Pembuatan keputusan tersebut hanya mungkin dilakukan jika ada kelompok-kelompok besar menurut tujuan kenegaraan. 965