Alasan Pembubaran dalam Peraturan dan Praktik

6.4.1. Alasan Pembubaran dalam Peraturan dan Praktik

Dalam aturan hukum yang pernah berlaku di Indonesia, alasan pembubaran partai politik pada umumnya terkait dengan prinsip demokrasi, konstitusi, dan ideologi tertentu. Pasal 9 Penpres Nomor 7 Tahun 1959 menentukan alasan-alasan yang dapat menjadi dasar pembubaran, meliputi; (1) partai politik bertentangan dengan asas dan tujuan negara; (2) programnya

bermaksud merombak asas dan tujuan negara; 1191 (3) sedang melakukan pemberontakan karena pemimpin-pemimpinnya turut serta dalam pemberontakan-

pemberontakan atau telah jelas memberikan bantuan, sedangkan partai itu tidak

European Commission for Democracy Through Law (Venice Commission), Guideline on Prohibition and Dissolution, Op. Cit., hal. 130-134. Alasan-alasan tersebut juga terdapat dalam European Commission for Democracy Through Law (Venice Commission), Guideline and Explanatory Report, Op. Cit., hal. 2-3. 1184

Lapalombara and Weiner (eds.), Op. Cit., hal. 414.

1186 Lihat Article 21 Para 2 Konstitusi Jerman. 1187 Lihat Article 68 Para 4 Konstitusi Turki. Lihat Article 3 Political Parties Act Bulgaria 1990.

1189 Lihat Article 44 Para 1 Political Parties Act of South Korea, No. 7683, 2005. Lihat Article 3 Para 2 Act No. XXXIII of 1989 On the Operation and Financial Function of Political Parties. 1190

Lihat Article 32 Para 1 Law No. 718-XII of 17.09.91, Law of the Republic Moldova on Political Parties and Other Socio-Political Organizations. 1191 Alasan pertama dan kedua ini dapat dibandingkan dengan Article 3 Para 1 angka 2 Political Parties Act

Bulgaria yang menyatakan salah satu kegiatan yang dilarang dan menjadi alasan pembubaran adalah “its goal run contrary to the Constitution and Legislation of the Country.” Bulgaria yang menyatakan salah satu kegiatan yang dilarang dan menjadi alasan pembubaran adalah “its goal run contrary to the Constitution and Legislation of the Country.”

pembubaran Partai Masjumi dan PSI pada masa Orde Lama, yaitu dinilai ikut melakukan pemberontakan PRRI/Permesta karena beberapa pimpinan Masjumi

dan PSI terlibat dalam pemberontakan tersebut. 1193 Selain pembubaran tersebut, juga terjadi pembekuan Partai Murba dengan alasan karena dianggap

menyelewengkan dan membunuh ajaran Soekarno, serta memecah-belah persatuan Nasakom 1194 .

Tabel 6.6. Alasan Pembubaran Partai Politik Pada Masa Orde Lama

Peraturan

Alasan dalam Peraturan

Alasan dalam Praktik

Pembubaran Masjumi dan PSI Tahun 1959

1. Penpres No. 7

1. Bertentangan dengan asas dan

dengan alasan keterlibatan 2. Perpres No. 13

tujuan negara.

2. Programnya bermaksud merombak pimpinan kedua partai tersebut Tahun 1960.

dalam pemberontakan 3. Perpres 25

asas dan tujuan negara.

3. Sedang melakukan pemberontakan PRRI/Permesta dan partai Tahun 1960

karena pemimpinnya turut serta

politiknya tidak secara resmi

dalam pemberontakan, dan partai

menyalahkan perbuatan

tidak dengan resmi menyalahkan

anggotanya itu.

perbuatan anggotanya itu. 4. Tidak memenuhi syarat sesuai syarat pengakuan.

Selain praktik pembubaran dengan memerintahkan pembubaran Masjumi dan PSI, serta pembekuan Partai Murba, pada masa Orde Lama juga terjadi pembubaran partai politik dalam bentuk penolakan pengakuan terhadap partai politik yang sebelumnya telah ada. Partai politik yang tidak diakui dengan alasan tidak memenuhi syarat-syarat tersebut adalah PSII Abikusno, PRN Bebasa, PRI,

Alasan ini dapat dikategorikan dalam alasan mengancam integritas wilayah negara menurut pedoman yang dibuat oleh Venice Commission. European Commission for Democracy Through Law (Venice 1193 Commission), Guideline on Prohibition and Dissolution, Op. Cit., hal. 135. Konsideran “Menimbang” Keppres Nomor 200 Tahun 1960 dan Keppres Nomor 201 Tahun 1960

menyatakan “bahwa untuk kepentingan keselamatan negara dan bangsa, perlu membubarkan Masjumi dan PSI, oleh karena organisasi (partai) itu melakukan pemberontakan, karena pemimpin-pemimpinnya turut serta dalam pemberontakan apa yang disebut dengan ‘Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia’ atau ‘Republik Persatuan Indonesia’, sedangkan organisasi (partai itu) tidak resmi menyalahkan perbuatan 1194 anggota-anggota pimpinan tersebut.” Keppres Nomor 21 Tahun 1965.

dan PRN Djody. 1196 Syarat-syarat tersebut meliputi syarat-syarat yang bersifat

ideologis, 1202 tujuan, program, kegiatan, keanggotaan, pendanaan,

serta jumlah kepengurusan 1204 dan anggota. Pada awal masa Orde Baru, terjadi pembubaran PKI. Namun hal itu tidak

dilakukan berdasarkan alasan yang diatur dalam Penpres Nomor 7 Tahun 1959. Dalam Keppres Nomor 1/3/1966, disebutkan alasan pembubaran tersebut adalah karena munculnya kembali aksi-aksi gelap yang dilakukan oleh “Gerakan 30 September” PKI. Aksi-aksi tersebut mengakibatkan terganggunya keamanan

rakyat dan ketertiban. 1205 Namun, Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 mempertimbangkan

alasan lain untuk mengukuhkan pembubaran PKI. Ketetapan MPRS tersebut menyatakan bahwa ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme pada hakikatnya bertentangan dengan Pancasila. Selain itu, para penganut paham tersebut, khususnya PKI, dalam sejarah Indonesia telah terbukti berusaha merobohkan

kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan jalan kekerasan. 1206 Pada masa awal Orde Baru ini juga terjadi pembekuan terhadap Partindo dengan

alasan kedekatannya dengan PKI dan keterlibatannya dalam Gerakan 30 September 1965 walaupun tanpa ada putusan pengadilan.

Keppres Nomor 129 Tahun 1961.

1197 Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 sampai Pasal 3 Penpres Nomor 7 Tahun 1959. 1198 Menerima dan mempertahankan UUD 1945 yang memuat dasar Pancasila. Partai politik bertujuan membangun masyarakat adil dan makmur menurut kepribadian Indonesia.

1200 Mendasarkan program kerjanya pada Manifesto Politik Presiden tanggal 17 Agustus 1959. 1201 Dalam memperjuangkan tujuannya harus menggunakan cara damai dan demokratis. Tidak memiliki anggota pengurus, atau pengurus kehormatan dari warga negara asing. 1202 Tidak menerima bantuan dari pihak asing tanpa ijin dari pemerintah. Tidak memberi bantuan kepada

pihak asing tanpa ijin dari pemerintah. 1203 Jumlah cabang harus sedikitnya ¼ dari jumlah Daerah Tingkat II. Yang dianggap sebagai cabang adalah 1204 kesatuan organisasi yang jumlah anggotanya sekurang-kurangnya 50 orang. Jumlah anggota partai sekurang-kurangnya 150.000 orang. 1205 Jika digunakan pedoman dari Venice Commission, aksi-aksi PKI yang menjadi alasan Kepres Nomor

1/3/1966 masuk dalam kategori melakukan kegiatan dengan cara kekerasan yang anti demokrasi. European Commission for Democracy Through Law (Venice Commission), Guideline on Prohibition and Dissolution, 1206 Op. Cit . Dalam Law on Political Parties Mongolia, hal ini disebut dengan istilah anticonstitutional seizure of state

power. Lihat, Article 2 Law on Political Parties Mongolia.

Tabel 6.7. Alasan Pembubaran Partai Politik Pada Awal Orde Baru

Peraturan

Alasan dalam Peraturan

Alasan dalam Praktik

1. Penpres No. 7

1. Bertentangan dengan asas dan

Tahun 1959

Keppres No. 1/3/1966 tentang 2. Perpres No. 13

tujuan negara.

2. Programnya bermaksud merombak Pembubaran PKI tidak Tahun 1960.

berdasarkan ketentuan yang 3. Perpres 25 Tahun

asas dan tujuan negara.

3. Sedang melakukan pemberontakan saat itu berlaku. Keppres 1960

karena pemimpinnya turut serta

tersebut dikuatkan dengan Tap

dalam pemberontakan, dan partai

MPRS No. XXV/MPRS/1966.

tidak dengan resmi menyalahkan

1. Alasan dalam Keppres No.

perbuatan anggotanya itu.

1/3/1966 adalah munculnya

4. Tidak memenuhi syarat sesuai

aksi-aksi gelap yang

syarat pengakuan.

dilakukan oleh G 30 S/PKI yang mengganggu kemanan rakyat dan ketertiban.

2. Alasan dalam Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 adalah bahwa ajaran Komunisme/Marxisme- Leninisme bertentangan dengan Pancasila dan para penganut paham tersebut, khususnya PKI, telah terbukti beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan yang sah dengan jalan kekerasan.

Pada masa Orde Baru, dilakukan kebijakan penyederhanaan melalui fusi partai politik sebagaimana digariskan dalam Tap MPRS Nomor XXII/MPRS/1966 dan Tap MPR Nomor VIII/MPR/1973. Kebijakan fusi tersebut didasarkan pada alasan perlunya membina kehidupan politik yang efektif dan efisien bagi pelaksanaan pembangunan. Namun demikian tidak terdapat peraturan perundang- undangan yang mengatur bagaimana fusi tersebut harus dilakukan, misalnya

syarat-syarat partai politik yang harus melakukan penggabungan. 1207 Fusi dilakukan berdasarkan kebijakan tidak tertulis yang dijalankan oleh Presiden

Soeharto. Bahkan kriteria pengelompokkan pun ditentukan oleh Presiden

Hal ini berbeda dengan proses penyederhanaan pada masa Orde Lama yang diatur dalam Penpres Nomor 7 Tahun 1959 dan Keppes Nomor 13 Tahun 1960. Kedua aturan tersebut memuat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai politik untuk mendapatkan pengakuan, walaupun keputusan pengakuan tersebut sepenuhnya ada pada Presiden.

Soeharto. 1208 Pada akhirnya kebijakan fusi menghasilkan 3 partai, yaitu PPP, PDI, dan Golkar. 1209

Setelah fusi berhasil dilakukan, ketentuan selanjutnya mengenai partai politik diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975. Dalam undang- undang itu tidak dikenal adanya pembentukan dan pembubaran partai politik. Sanksi paling berat bagi partai politik adalah pembekuan pengurus partai politik. Alasan pembekuan pengurus meliputi pelanggaran terhadap asas, kewajiban, dan

larangan. Asas yang wajib dicantumkan adalah Pancasila dan UUD 1945. 1210 Kewajiban partai politik adalah melaksanakan, mengamalkan, dan mengamankan

Pancasila dan UUD 1945. 1212 Sedangkan larangan bagi partai politik adalah

a. Menganut, mengembangkan dan menyebarkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme, Leninisme serta faham atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya;

b. Menerima bantuan dari pihak asing; dan

c. Memberikan bantuan kepada pihak asing yang mengikat kepentingan Bangsa dan Negara.

Tabel 6.8.

Alasan Pembekuan Pengurus Partai Politik

Pada Masa Orde Baru

Peraturan

Alasan dalam Peraturan

Alasan dalam Praktik

1. UU No. 3

1. Tidak mencantumkan asas

Tahun 1975

Pancasila dan UUD 1945.

2. PP No. 9 Tahun

2. Tidak melaksanakan kewajiban

Parpol melaksanakan, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila.

3. Menganut, mengembangkan dan menyebarkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Pada pertemuan dengan pimpinan partai politik, 27 Pebruari 1970, Presiden Soeharto menyampaikan gagasan pengelompokkan berdasarkan perhatian partai politik antara aspek materiil dan spirituil dalam pembangunan. Kelompok pertama adalah kelompok materiil-spirituil yang menekankan pada aspek materiil tanpa meninggalkan spirituil. Sedangkan kelompok kedua adalah kelompok spirituil-materiil yang menekankan pada aspek spirituil tanpa meninggalkan aspek materiil. Lihat Daniel Dhakidae, Op. Cit., hal. 33. 1209 PPP merupakan hasil fusi dari kelompok spirituil-materiil yang meliputi NU, Parmusi, PSII, dan Perti.

Sedangkan PDI merupakan hasil fusi dari kelompok materiil spirituil yang meliputi PNI, Murba, IPKI, Partai Katolik, dan Parkindo. 1210 1211 Pasal 4 UU Nomor 3 Tahun 1975. 1212 Pasal 7 UU Nomor 3 Tahun 1975. Pasal 12 UU Nomor 3 Tahun 1975.

4. Menganut, mengembangkan dan menyebarkan faham atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya.

5. Menerima bantuan dari pihak asing. 6. Memberikan bantuan kepada pihak asing yang mengikat kepentingan bangsa dan negara.

1. UU No. 3

1. Tidak mencantumkan Pancasila

Tahun 1985

sebagai satu-satunya asas.

2. PP No. 19

2. Mencantumkan istilah atau

Tahun 1986

pengertian lain yang dapat mengurangi atau mengaburkan maksud ditetapkannya Pancasila sebagai satu-satunya asas.

3. Tidak melaksanakan kewajiban Parpol melaksanakan, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila.

4. Menganut, mengembangkan dan menyebarkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

5. Menganut, mengembangkan dan menyebarkan faham atau ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dalam segala bentuk dan perwujudannya.

6. Menerima bantuan dari pihak asing. 7. Memberikan bantuan kepada pihak asing yang mengikat kepentingan bangsa dan negara.

Pada masa reformasi, dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999, alasan pembekuan dan pembubaran partai politik adalah pelanggaran terhadap ketentuan mengenai syarat-syarat pembentukan partai, tujuan, larangan, dan kewajiban

partai politik. Syarat-syarat pembentukan partai meliputi; 1213 (1) didirikan sekurang-kurangnya 50 orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21

tahun; (2) mencantumkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dalam anggaran dasar partai politik; (3) asas atau ciri, aspirasi dan program partai politik tidak bertentangan dengan Pancasila; (4) keanggotaan partai politik bersifat terbuka untuk setiap warga negara Indonesia yang telah mempunyai hak pilih; dan

Syarat-syarat ini sesungguhnya merupakan syarat-syarat pendaftaran partai politik sebagai badan hukum yang dapat dijumpai pada peraturan perundang-undangan periode lain, kecuali pada masa Orde Baru yang memang tidak mengenal pembentukan partai politik baru.

(5) tidak boleh menggunakan nama atau lambang yang sama dengan lambang negara asing, bendera Indonesia Sang Merah Putih, bendera negara lain, gambar

perorangan dan nama serta lambang partai yang telah ada. 1214 Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 menyatakan bahwa

pembentukan partai politik tidak boleh membahayakan persatuan dan kesatuan nasional. 1215 Dengan demikian, partai politik tidak boleh memiliki tujuan

separatisme dan segala tindakan lain yang berakibat terganggunya persatuan dan kesatuan nasional. 1216 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 mengatur

tentang tujuan partai politik. Tujuan umum partai politik adalah mewujudkan cita- cita nasional Bangsa Indonesia dan mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Sedangkan tujuan khusus yang ditentukan adalah memperjuangkan cita-cita para anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kewajiban partai politik yang diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 meliputi; (1) memegang teguh serta mengamalkan Pancasila dan UUD 1945; (2) mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (3) memelihara persatuan dan kesatuan bangsa; (4) menyukseskan pembangunan nasional; dan (5) menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum secara demokratis, jujur, dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan

suara secara langsung umum, bebas, dan rahasia 1217 . Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 mengatur tentang larangan terhadap partai politik 1218 , yaitu

tidak boleh (1) menganut, mengembangkan, menyebarkan ajaran atau paham Komunisme/Marxisme-Leninisme dan ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila; (2) menerima sumbangan dan/atau bantuan dalam bentuk apa pun kepada pihak asing, baik langsung maupun tidak langsung; (3) memberi

1215 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999. Bandingkan dengan Article 3 Para 2 Political Parties Act Bulgaria yang memuat salah satu larangan yang dapat menjadi alasan pembubaran partai politik adalah “its activities are aimed against souveregnty or

territorial integrity of the country and the unity of the nation, …” 1216 Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999. Larangan ini merupakan alasan pembubaran yang menurut pedoman Venice Commission dapat dikategarikan dalam alasan mengancam eksistensi dan kemerdekaan negara, serta alasan mengancam integritas wilayah negara. Lihat. European Commission for Democracy Through Law (Venice Commission), Guideline on Prohibition and Dissolution, Op. Cit. 1217 Ketentuan ini dapat dibandingkan dengan Section 70 Para 1 Konstitusi Timor Leste yang menyatakan

“Political parties shall participate in organs of political power in accordance with their democratic representation based on direct and univesal suffrage.” 1218 Larangan-larangan ini dapat dikategorikan sebagai “unlawful or immoral aims”. Lihat European

Commission for Democracy Through Law (Venice Commission), Guideline on Prohibition and Dissolution, Op. Cit.

sumbangan dan/atau bantuan dalam bentuk apapun kepada pihak asing, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat merugikan kepentingan bangsa dan negara; dan (4) melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam memelihara persahabatan dengan negara lain.

Dalam praktik berlakunya Undang-undang Nomor 2 tahun 1999, pernah terjadi gugatan Pembubaran Partai Golkar dengan alasan menerima sumbangan yang melanggar batas maksimal yang ditentukan sehingga dianggap melanggar kewajiban partai politik menyukseskan penyelenggaraan pemilihan umum secara

demokratis, jujur, dan adil. Namun MA menyatakan menolak gugatan tersebut. 1219 Selain itu, juga terdapat Maklumat Presiden yang membekukan Partai Golkar

dengan alasan untuk menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur- unsur Orde Baru. Namun Maklumat tersebut dinyatakan bertentangan dengan

hukum oleh MA 1220 dan melalui Tap MPR Nomor I/MPR/2001 dinyatakan bertentangan dengan hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, alasan pembubaran partai politik adalah jika pengurus partai politik menggunakan partainya untuk melakukan kegiatan menganut, mengembangkan dan menyebarkan ajaran atau paham Komunisme/Marxisme-Leninisme. Pengurus partai tersebut dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap

Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf c 1223 ,d , dan e , dan partainya dapat dibubarkan.

1220 Putusan Perkara No. 02.G/WPP/2001, 23 Juli 2001. Lihat, O. C. Kaligis & Associate, Op. Cit. Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor KMA 419/7/2001. Maklumat Presiden tersebut tidak berlaku efektif disamping karena adanya Fatwa MA dan Ketetapan MPR, juga karena tidak adanya dukungan politik

dan aparat pertahanan dan keamanan sehingga setelah dimaklumatkan pembekuan MPR, justru MPR melakukan sidang Istimewa. Hal itu berbeda dengan praktik pembekuan Partai Murba pada masa Orde Lama dan Partindo pada masa awal Orde Baru yang dapat dijalankan. 1221 Pasal 107c menyatakan “Barang siapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan

dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun”. 1222

Pasal 107d menyatakan “Barang siapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun”.

1223 Pasal 107e menyatakan: “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun; a. barang siapa yang mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran

Komunisme/Marxisme-Leninisme atas dalam segala bentuk dan perwujudannya; atau

Ketentuan Pasal 28 ayat (6) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 mengatur sanksi pidana bagi pengurus yang menggunakan partainya, dan pembubaran partai hanya merupakan salah satu bentuk sanksi. Pelanggaran yang dapat menjadi dasar pembubaran partai hanya terkait dengan kejahatan keamanan negara, khususnya terkait dengan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pembubaran partai politik didahului dengan pengadilan terhadap pengurus partai politik yang bersangkutan. Apabila pengurus diputus bersalah melakukan kejahatan negara, harus dibuktikan apakah perbuatan tersebut berhubungan dengan partai politik atau tidak, atau bahkan partai politik yang bersangkutan memang sekedar “dimanfaatkan” sebagai alat semata. Jika perbuatan tersebut tidak memiliki hubungan dengan identitas, asas, program, dan kegiatan partai politik, tentu tidak dapat dijadikan sebagai dasar

pembubaran partai politik. 1224 Oleh karena itu, dari tiga ketentuan Pasal KUHP yang telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999, yang dapat dijadikan dasar pembubaran partai politik adalah jika pengurusnya terbukti melakukan kejahatan sebagaimana diatur Pasal 107e, yaitu mendirikan atau berhubungan dengan organisasi yang menganut ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Organisasi yang dimaksud harus partai politik itu sendiri, sehingga di pengadilan harus dibuktikan bahwa

partai politik tersebut menganut ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. 1225

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 juga mengatur sanksi pembekuan selama-lamanya satu tahun bagi partai politik yang melakukan kegiatan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau bertentangan dengan kebijakan pemerintah dalam memelihara persahabatan dengan negara lain dalam

b. barang siapa yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya dengan maksud mengubah dasar negara atau

1224 menggulingkan pemerintah yang sah.” Bandingkan dengan pedoman Venice Commission yang menyatakan bahwa partai politik secara keseluruhan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan individu anggotanya yang tidak

mendapat mandat dari partai. Lihat, European Commission for Democracy Through Law (Venice Commission), Op. Cit., hal. 2-3. 1225

Ketentuan yang sama terdapat dalam Pasal 50 UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.

rangka ikut memelihara ketertiban dunia. 1226 Sanksi tersebut diputuskan oleh pengadilan.

Menurut Jimly Asshiddiqie, alasan pembekuan sementara partai politik tersebut dapat juga menjadi alasan pembubaran partai politik. 1227 Pendapat

tersebut dapat diterima dengan mengingat bahwa alasan-alasan pembekuan sementara tersebut dapat dikategorikan bertentangan dengan UUD 1945 yang merupakan alasan pembubaran partai politik berdasarkan Undang-Undang Nomor

24 Tahun 2003. 1228 Alasan pembubaran partai politik yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2002 berbeda dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 68 Ayat (2) Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 mewajibkan pemohon “menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang bersangkutan, yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Alasan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tidak hanya terkait dengan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, tetapi meliputi (a) ideologi; (b) asas; (c) tujuan; (d) program; serta (c) kegiatan partai yang bertentangan dengan

UUD 1945. 1229 Bertentangan dengan UUD 1945 memiliki makna yang lebih luas. Partai politik yang tidak bersifat demokratis dan tidak menghormati prinsip negara

hukum juga dapat disebut bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, antara Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 terlihat belum ada kesesuaian.

Pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002. Ketentuan Pasal 19 Ayat (2) tersebut menjadi wilayah pengawasan Departemen Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Huruf f junto Pasal 24 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002. Dengan demikian 1227 seharusnya yang mengajukan perkara pembekuan adalah Departemen Dalam Negeri. 1228 Jimly Asshiddiqie, Kebebasan Berserikat, Op. Cit., hal. 113. Selain itu, jika melihat alasan pembekuan sementara yang diatur dalam Pasal 19 Ayat (2) Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2002, memang memenuhi pedoman yang dibuat oleh Venice Commission karena kegiatan yang dilarang tersebut bertentangan dengan prinsip rule of law and democracy dan mengancam integritas wilayah negara. Lihat, European Commission for Democracy Through Law (Venice Commission), Guideline on Prohibition and Dissolution, Op. Cit. 1229

Dapat dibandingkan dengan ketentuan 7 Konstitusi Fiji yang menyatakan “… Their activities may not contravene the Constitution and the laws, …” ; dan Article 35 Para 1 Konstitusi Lithuania yang menyatakan “Citizens shall be guaranted the right to freely form societies, political parties, and associations, provided that the aims and activities thereof do not contradict the Constitution and the laws.”

Tabel 6.9. Alasan Pembubaran Partai Politik Pada Masa Reformasi

Peraturan

Alasan dalam Peraturan

Alasan dalam Praktik

UU No. 2 Tahun

Gugatan Pembubaran Partai 1999.

1. Melanggar syarat-syarat

pembentukan:

Golkar dengan alasan

a. Didirikan sekurang-kurangnya

menerima sumbangan yang 50 orang WNI yang telah berusia melanggar batas maksimal yang 21 Tahun.

ditentukan sehingga dianggap

b. Mencantumkan Pancasila

kewajiban partai politik

sebagai dasar negara Indonesia

menyukseskan

dalam AD nya.

penyelenggaraan pemilihan

c. Asas atau ciri, aspirasi dan

umum secara demokratis, jujur,

pogram partai bertentangan

dan adil.

dengan Pancasila. d. Keanggotaan bersifat terbuka untuk setiap WNI yang punya hak pilih.

e. Tidak boleh menggunakan nama atau lambang yang sama dengan lambang negara asing, bendera merah putih, bendera negara lain, gambar perorangan, dan nama serta lambang partai yang telah ada.

2. Pembentukan partai membahayakan persatuan dan kesatuan nasional.

3. Tujuannya tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu; a. Mewujudkan cita-cita nasional dan mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.

b. Memperjuangkan cita-cita para anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

4. Tidak melaksanakan kewajiban berupa: a. Memegang teguh serta mengamalkan Pancasila dan UUD 1945.

b. Mempertahankan keutuhan NKRI. c. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. d. Menyukseskan pembangunan nasional. e. Menyukseskan penyelenggaraan pemilu secara demokratis, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian suara dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan b. Mempertahankan keutuhan NKRI. c. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. d. Menyukseskan pembangunan nasional. e. Menyukseskan penyelenggaraan pemilu secara demokratis, jujur dan adil dengan mengadakan pemberian suara dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan

b. Menganut, mengembangkan, menyebarkan ajaran lain yang bertentangan dengan Pancasila.

c. Menerima sumbangan atau bantuan kepada pihak asing. d. Memberi sumbangan kepada pihak asing yang dapat merugikan kepentingan bangsa dan negara.

e. Melakukan kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah RI dalam memelihara persahabatan dengan negara lain.

UU No. 31 Tahun

Pengurus parpol menggunakan

partainya untuk melakukan kegiatan menganut, mengembangkan dan menyebarkan ajaran atau paham Komunisme/Marxisme-Leninisme, berupa:

a. Di muka umum dengan lisan, tulisan dan/atau melalui media apapun menyebarkan dan/atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau harta benda.

b. Di muka umum dengan lisan, tulisan dan/atau melalui media apapun menyebarkan datau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara.

c. Mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan perwujudannya.

d. Mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah dasar d. Mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah dasar

UU No. 24 Tahun

Bertentangan dengan UUD 1945

terkait dengan:

a. Ideologi; b. Asas; c. Tujuan; d. Program; e. Kegiatan.

Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, suatu partai politik juga dapat kehilangan eksistensinya apabila tidak dapat menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang. Ditentukan bahwa partai politik yang menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 telah disahkan sebagai badan hukum, diakui keberadaannya dan wajib menyesuaikan diri selambat-lambatnya 9 bulan sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 31 Tahun

2002. 1230 Partai politik yang tidak menyesuaikan diri dalam waktu tersebut, dibatalkan keabsahannya sebagai badan hukum dan tidak diakui

keberadaannya. 1231 Yang dimaksud dengan penyesuaian tersebut adalah penyesuaian persyaratan untuk dapat didaftar sebagai badan hukum berdasarkan

Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002, meliputi memiliki akta

notaris, jumlah kepengurusan, 1233 nama, lambang, dan tanda gambar , serta memiliki kantor yang tetap.

Dari alasan-alasan pembubaran partai politik yang pernah berlaku, dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu alasan yang bersifat normatif konstitusional, serta alasan yang bersifat administratif. Alasan normatif konstitusional meliputi alasan-alasan terkait dengan ideologi, asas, program, kegiatan, serta kewajiban dan larangan tertentu bagi partai politik. Sedangkan alasan administratif berupa syarat-syarat kepengurusan dan keanggotaan yang harus dipenuhi organisasi. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang paling banyak menentukan alasan pembubaran adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002. Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu 27 Desember 2002.

1232 Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002. Mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% dari jumlah provinsi, 50% dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan, dan 25% dari jumlah kecamatan pada setiap

kabupaten/kota yang bersangkutan. 1233 Memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik lain.

1999. 1234 Sedangkan ketentuan yang paling sedikit mengatur alasan pembubaran adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003. Mengingat bahwa alasan pembubaran partai politik merupakan penentu apakah suatu partai politik akan dibubarkan atau tidak, maka sudah seharusnya

diatur lebih jelas. 1235 Hal itu penting dilakukan karena alasan-alasan tersebut di satu sisi akan menjadi pedoman bagi partai politik dalam pendirian dan

aktivitasnya, pedoman bagi pihak yang akan menjadi pemohon pembubaran partai politik, serta pedoman bagi hakim untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pembubaran partai politik.