Pembubaran Dalam Pembahasan Perubahan UUD 1945
5.3.2. Pembubaran Dalam Pembahasan Perubahan UUD 1945
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 dibuat pada saat belum dilakukan perubahan UUD 1945. Setelah perubahan, terdapat ketentuan yang menyebut eksistensi partai politik dan pembubaran partai politik. Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah
memutus pembubaran partai politik. 913 Namun, tidak ada ketentuan yang mengatur bagaimana wewenang tersebut dijalankan. Hal itu akan diatur lebih
lanjut dengan undang-undang sebagaimana diamanatkan Pasal 24C Ayat (6) UUD 1945.
Jika dilihat dari proses pembahasan perubahan UUD 1945, wewenang memutus pembubaran partai politik sejak awal sudah mengemuka terkait dengan akan dibentuknya Mahkamah Konstitusi. Pemberian wewenang itu menurut anggota Pataniari Siahaan karena perkara pembubaran partai politik menyangkut masalah politik sehingga dipandang lebih tepat menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi dan kurang tepat jika dimasukkan dalam masalah hukum yang
ditangani Mahkamah Agung. 914 Mahkamah Agung dinilai lebih banyak
Dengan demikian, walaupun pembubaran partai politik telah dilakukan oleh lembaga judisial, namun prosedur yang digunakan masih dipertanyakan apakah memenuhi prinsip due process, keterbukaan, dan pengadilan yang fair sesuai dengan pedoman Venice Commission. Lihat, European Commission for Democracy Through Law (Venice Commission), Op. Cit..
913 Satya Arinanto dalam artikelnya pada 2001 terkait dengan isu pembubaran Partai Golkar sudah menyatakan bahwa kehadiran ketentuan dan institusi baru yang mengatur masalah pembekuan dan
pembubaran partai politik sudah ditunggu. Ketentuan tersebut seharusnya dimuat dalam konstitusi. Kehadiran suatu Pengadilan Konstitusi sangat dinantikan agar visi reformasi tidak perlahan-lahan menghilang. Lihat, Satya Arinanto, “Tuntutan Pembubaran Partai Politik”, Harian Kompas, Senin, 12 Februari 2001. 914 Lihat Risalah Rapat Pleno Ke-19 Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR tanggal 29 Mei 2001.
menangani perkara kasasi yang saat itu sudah menumpuk. 915 Selain itu, dari sisi hakim yang menangani perkara, hakim konstitusi dinilai memiliki kualifikasi yang
lebih baik untuk menangani perkara-perkara terkait dengan konstitusi. 916 Kewenangan pembubaran yang saat itu dipegang oleh Mahkamah Agung dinilai
tidak proporsional. Bahkan, anggota Patrialis Akbar menyatakan sebagai berikut. 917
Kemudian kita juga melihat bahwa Mahkamah Agung juga sekarang memutus masalah-masalah yang berkaitan dengan tuntutan partai politik, pembubaran salah satu partai politik misalnya. Ini sudah tidak profesional lagi dan profesional. Kenapa? Karena background hakim-hakim agung bukanlah dilandasi oleh background ketatanegaraan. Sedangkan hakim Mahkamah Konstitusi nanti lebih dititikberatkan pada orang-orang yang mempunyai keahlian dalam bidang ketatanegaraan, para negarawan.
Partai politik, dan juga pemilihan umum, terkait erat dengan pelaksanaan kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, masalah pembubaran partai politik juga dipandang menyangkut masalah konstitusi sehingga menjadi wewenang
Mahkamah Konstitusi. 918 Walaupun demikian, juga terdapat pendapat yang mempertanyakan masuknya wewenang memutus pembubaran partai politik
kepada Mahkamah Konstitusi. Anggota Harjono menyatakan bahwa yang menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi adalah terkait dengan peraturan, bukan tindakan. Peraturan tersebutlah yang dapat dimintakan pembatalan dengan alat
penguji UUD 1945. 919 Namun dalam persidangan berikutnya, pendapat itu telah bergeser. Harjono menyatakan bahwa wewenang utama Mahkamah Konstitusi
adalah menguji undang-undang dan memutus pertentangan antar lembaga negara. Sedangkan memutus pembubaran partai politik adalah wewenang tambahan
dengan pemeriksaan yang melibatkan isu fakta, bukan hanya norma. 920 Pada awalnya, wewenang Mahkamah Konstitusi memutus pembubaran
partai politik dalam rancangan perubahan tidak disebutkan secara eksplisit. Hanya disebutkan sebagai kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang. Hal itu
916 Lihat pendapat Asnawi Latief. Ibid. Lihat pendapat Jacob Tobing. Ibid 917 Lihat Risalah Rapat Komisi A Ke-3 (lanjutan) Masa Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001, tanggal 6 November 2001.
918 Risalah Rapat Tim Perumus Komisi A Masa Sidang Tahunan MPR Tahun 2001, tanggal 6 November 2001. 919
Lihat Risalah Rapat Lobi Panitia Ad Hoc Badan Pekerja MPR tanggal 27 September 2001. 920 Lihat Risalah Rapat Pleno Ke-38 Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR tanggal 10 Oktober 2001.
juga dikemukakan oleh Tim Ahli Pah I BP MPR. 921 Namun akhirnya disepakati wewenang tersebut dirinci, termasuk untuk memutus pembubaran partai politik. 922
Sesuai dengan Pasal 24C Ayat (6) UUD 1945, ketentuan lebih lanjut tentang pembubaran partai politik diatur dengan undang-undang. Undang-undang yang terkait tentunya adalah undang-undang yang mengatur tentang partai politik dan undang-undang yang mengatur Mahkamah Konstitusi. Undang-undang partai politik yang dibuat setelah perubahan UUD 1945 adalah Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2002. Sedangkan undang-undang yang mengatur Mahkamah Konstitusi adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. 923