Prosedur Pembubaran dalam Peraturan dan Praktik
6.5.1. Prosedur Pembubaran dalam Peraturan dan Praktik
Di dalam peraturan perundang-undang yang pernah berlaku, terdapat perbedaan prosedur pembubaran partai politik. Namun demikian, di dalam setiap proses pembubaran tersebut selalu melibatkan peran pemerintah dan lembaga peradilan. Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, yang dapat dikategorikan
sebagai periode yang kurang demokratis 1261 , peran pemerintah lebih besar dibanding lembaga peradilan. Penentu utama pembubaran partai politik adalah
pemerintah. Lembaga peradilan hanya memberikan pertimbangan. Sebaliknya,
Article 44 Para 1 Political Parties Act of South Korea, No. 7683, Aug. 4, 2005. 1259 Article 31 Law on Political Parties Rumania menyatakan “In case that a political party should fail to
designate candidates, alone or in an alliance, in two successive legislative electoral campaigns, in at least ten electoral districts, or should have failed to hold a general assembly over a period of five years, at the request of the Public Ministry, the Tribunal of the Municipality of Bucharest shall establish the cessation of its existence under observation of the procedural rules provided under Article 23.” Negara-negara lain yang menganut model seperti Rumania adalah Yaman, Yordania, Georgia, Moldova, Polandia, dan Hungaria. Lihat Tabel 2.3. 1260
Hal ini berarti hukum negara sebagai total legal order, tidak lagi mengakui atau mencabut status badan hukum (legal personality) yang pernah diberikannya kepada organisasi partai politik. Lihat, Kelsen, Pure Theory of Law, Op. Cit., hal. 190-191. 1261
Lihat, Moh.Mahfud MD, Politik Hukum, Op. Cit.
pada masa reformasi peran lembaga peradilan lebih besar di banding pemerintah. Lembaga peradilanlah yang memutus pembubaran partai politik. 1262 Sedangkan
pemerintah berperan sebagai pemohon dan atau sebagai pelaksana putusan pengadilan.
Pada masa Orde Lama, prosedur pembubaran partai politik dalam peraturan perundang-undangan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 6.10. Prosedur Pembubaran Partai Politik Pada Masa Orde Lama
Peraturan Jenis Prosedur
- Partai politik menyampaikan laporan kepada
Presiden. - Presiden meneliti apakah syarat-syarat yang telah ditentukan dipenuhi oleh partai politik.
- Presiden memutuskan dengan Keputusan Presiden
Pengakuan
partai-partai yang diakui dan yang tidak diakui. - Keputusan disampaikan kepada pimpinan partai politik masing-masing dan diumumkan dalam Berita Negara.
- Partai politik yang tidak diakui dengan sendirinya kehilangan status sebagai badan hukum partai politik. 1. Penpres Nomor 7 Tahun 1959
- Partai politik menyampaikan laporan kepada 2. Keppres Nomor
Presiden.
13 Tahun 1960 - Apabila terdapat dugaan bahwa partai politik 3. Keppres Nomor
memenuhi syarat untuk dibubarkan, Presiden 25 Tahun 1960
menyampaikan hal itu kepada MA. - MA mengadakan pemeriksaan dengan acara bebas. - MA menyampaikan pendapat kepada Presiden. - Presiden memutuskan pembubaran partai politik
Pembubaran
melalui Keputusan Presiden. - Keputusan disampaikan kepada pimpinan partai politik masing-masing dan diumumkan dalam Berita Negara.
- Partai politik harus menyatakan partainya bubar dalam waktu 30X24 jam dengan memberitahukannya kepada Presiden.
- Jika tidak membubarkan diri dinyatakan sebagai
partai terlarang.
Dapat dibandingkan dengan pedoman Venice Commission yang menyatakan bahwa pembubaran partai politik secara paksa yang legal harus merupakan konsekuensi dari temuan yudisial tentang pelanggaran konstitusional yang benar-benar tidak biasa serta diambil berdasarkan prinsip proporsionalitas. Pembubaran suatu partai politik harus diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi atau lembaga yudisial lain sesuai dengan prosedur yang menjamin due process, keterbukaan, dan prinsip pengadilan yang fair. Lihat, European Commission for Democracy Through Law (Venice Commission), Guideline on Prohibition and Dissolution, Op. Cit .
Berdasarkan prosedur tersebut, proses pengakuan dan pembubaran partai politik dapat dilihat sebagai satu kesatuan. Partai politik menyampaikan laporan kepada Presiden, yang selanjutnya akan ditentukan apakah suatu partai politik akan diakui, tidak diakui, atau diproses lebih lanjut untuk dibubarkan. Tidak
diakuinya partai politik adalah karena alasan yang bersifat administratif 1263 sedangkan pembubaran 1264 adalah karena pelanggaran.
Dalam praktik, prosedur pembubaran Masjumi dan PSI terjadi terpisah dengan proses pengakuan partai politik. Presiden memanggil pimpinan Masjumi dan PSI pada 21 Juli 1960, sedangkan kewajiban partai politik menyampaikan
laporan kepada Presiden adalah sampai 31 Desember 1960 1265 yang selanjutnya diubah sampai 28 Pebruari 1961. 1266 Pada pertemuan tersebut Presiden
menyampaikan daftar pertanyaan kepada pimpinan Masjumi dan PSI yang harus dijawab secara tertulis dalam waktu satu minggu. Jawaban tersebut dinilai tidak memuaskan sehingga Presiden memutuskan pembubaran Masjumi dan PSI setelah mendengar pendapat MA yang menyatakan bahwa kedua partai tersebut terkena
ketentuan Pasal 9 Ayat (1) Angka 3 Penpres Nomor 7 Tahun 1959. 1267 Selain pembubaran dalam bentuk pengakuan dan pembubaran oleh
Presiden, pada masa Orde Lama juga terjadi pembekuan Partai Murba yang dituangkan dalam Keppres Nomor 291 Tahun 1965. 1268 Proses pembekuan
tersebut tidak memiliki dasar hukum dan dilakukan semata-mata oleh Presiden tanpa peran dan keterlibatan lembaga lain. 1269
Pada masa Orde Baru, tidak dikenal adanya pembubaran partai politik. Ketentuan terkait dengan sanksi pelanggaran oleh partai politik adalah pembekuan pengurus partai politik, tanpa ditentukan jangka waktu pembekuan. Sebelum adanya ketentuan pembekuan pengurus partai politik berdasarkan Undang-
Diatur dalam Pasal 2 sampai Pasal 7 Penpres Nomor 7 Tahun 1959 serta Pasal 2 sampai Pasal 4 Perpres Nomor 13 Tahun 1960. 1264 Diatur dalam Pasal 9 Penpres Nomor 7 Tahun 1959 dan Pasal 6 sampai Pasal 9 Perpres Nomor 13 Tahun 1265 1960. 1266 Berdasarkan Pasal 2 Perpres Nomor 13 Tahun 1960. Perubahan ini diberlakukan melalui Perpres Nomor 25 Tahun 1960. Bandingkan pula dengan Keputusan
Presiden yang menolak pengakuan PSII Abikusno, PRN Bebasa, PRI, dan PRN Djody yang baru dikeluarkan pada 14 April 1961. 1267 Deliar Noer, Partai Politik, Op. Cit., hal. 384. Lihat pula, Jimly Asshiddiqie, Kebebasan Berserikat, Op.
Cit 1268 ., hal. 181; serta Sukarno, Dibawah Bendera Revolusi, Djilid Kedua, Op. Cit., hal. 411. Lihat, A. H. Nasution, Menegakkan Keadilan dan Kebenaran I, Op. Cit., hal. 72. 1269 Hal ini tentu tidak sesuai dengan pembubaran partai politik di negara hukum dan demokrasi berdasarkan
pedoman yang dibuat oleh Venice Commission. Lihat, European Commission for Democracy Through Law (Venice Commission), Guideline on Prohibition and Dissolution, Op. Cit.
Undang Nomor 3 Tahun 1975 yang selanjutnya diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985, pada masa awal Orde Baru yang berlaku adalah Penpres Nomor 7 Tahun 1959 dan Perpres Nomor 13 Tahun 1960. Berikut ini adalah prosedur pembekuan pengurus partai politik berdasarkan Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1975 1270 yang tidak diubah dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1985 1271 . Sedangkan prosedur berdasarkan Penpres Nomor 7 Tahun 1959 dan
Perpres Nomor 13 Tahun 1960 telah diuraikan sebelumnya.
Tabel 6.11.
Prosedur Pembekuan Pengurus Partai Politik
Pada Masa Orde Baru
Peraturan Jenis Prosedur
1. Presiden memegang kekuasaan Tahun 1975
1. UU No. 3
Pembekuan Pengurus Partai
pengawasan terhadap partai politik 2. PP No. 9
Politik
yang dalam pelaksanaannya dibantu Tahun 1975
Menteri Dalam Negeri. 3. UU No. 3
2. Presiden dapat meminta keterangan Tahun 1985.
kepada Pengurus Tingkat Pusat suatu 4. PP No. 19
partai politik.
Tahun 1986 3. Presiden memberikan peringatan/teguran kepada Pengurus Pusat Partai Politik jika terdapat petunjuk pelanggaran. 4. Apabila peringatan/teguran tidak diindahkan, Presiden memberitahukan adanya pelanggaran kepada MA. 5. MA melakukan penelitian terhadap surat, dokumen dan bukti lain serta bila perlu mendengar keterangan dari Pengurus Pusat Partai Politik. 6. MA menyampaikan pertimbangannya kepada Presiden. 7. Presiden mengambil keputusan yang menyatakan pembekuan pengurus tingkat pusat suatu partai politik. 8. Keputusan pembekuan pengurus disampaikan kepada pengurus tingkat pusat partai politik dimaksud serta diumumkan dalam berita negara. 9. Jika Presiden mencairkan pembekuan tersebut apabila memandang telah terdapat alasan yang cukup.
10. Keputusan pencairan kembali disampaikan kepada pengurus dimaksud dan diumumkan dalam Berita Negara.
1271 Sebagai pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Sebagai pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1986.
Berdasarkan prosedur tersebut, terdapat kemiripan dengan prosedur yang diatur dalam Penpres Nomor 7 Tahun 1959 dan Perpres Nomor 13 Tahun 1960. Perbedaannya hanya pada tindakan akhir, yaitu pembekuan pengurus pusat partai politik. Sedangkan dalam Penpres Nomor 7 Tahun 1959 dan Perpres Nomor 13 Tahun 1960 tindakan akhirnya adalah pembubaran partai politik. Keduanya
terdapat peran MA, namun sebatas memberikan pertimbangan atau pendapat. 1272 Salah satu hal yang tidak diatur dalam peraturan perundangan-undangan
periode lain adalah bahwa pembekuan pengurus partai hanya dilakukan terhadap pengurus pusat. Apabila pelanggaran dilakukan oleh pengurus tingkat daerah, maka pengurus pusat diberikan peringatan untuk melakukan tindakan penertiban. Apabila diabaikan, maka Presiden dapat membekukan pengurus pusatnya. Adanya ketentuan ini menunjukkan bahwa dimungkinkan pelanggaran dilakukan oleh pengurus daerah tertentu. Terhadap pengurus tersebut yang berhak melakukan tindakan adalah pengurus tingkat pusat karena partai politik adalah satu kesatuan
organisasi. 1273 Jika pengurus pusat tidak melakukan tindakan, hal itu sama halnya dengan mengijinkan atau dapat dipandang bahwa pelanggaran itu adalah
kebijakan organisasi sehingga pengurus pusat dapat dibekukan. Namun demikian, pada masa Orde Baru tidak pernah terjadi pembekuan pengurus partai politik. Hal itu karena partai politik yang ada dikontrol secara ketat oleh pemerintah, baik terkait dengan asas dan program maupun terkait
dengan kepengurusan partai politik. 1274 Praktik pembubaran justru terjadi pada awal Orde Baru yang pada saat itu ketentuan yang berlaku adalah Penpres Nomor
Dapat dibandingkan dengan ketentuan di Pakistan yang melibatkan pemerintah dan pengadilan, namun pengadilan yang pada memberikan kata akhir. Pemerintah berperan mengumumkan bahwa suatu partai politik telah dituduh sebagai partai yang dibiayai pihak asing atau merongrong kedaulatan dan integritas Pakistan atau mendukung terorisme. Pengumuman tersebut harus diajukan kepada MA dalam waktu 25 hari. MA yang memutuskan pembubaran partai politik tersebut. Lihat Chapter III Article 15 The Political Parties Order, 2002, Pakistan. 1273 Di Jerman, pembubaran dapat dilakukan terhadap bagian yang bersifat mandiri (independent section) dari
organisasi partai politik. Hal itu berarti organisasi sayap atau bagian yang memiliki struktur tersendiri dari suatu partai politik. Bukan partai politik di tingkat daerah. Lihat, Article 46 Para 2 Bundesverfassungsgerichts-Gesetz, yang menyatakan “The declaration may be confined to a legally or organisationally independent section of a party.” 1274 Dari sisi asas, hal itu diwujudkan dalam kewajiban asas tunggal yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1985 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985. Kontrol pemerintah juga terdapat pada wewenang pengawasan partai politik yang dimiliki oleh Presiden dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh Menteri Dalam Negeri. Selain itu, selama Orde Baru, intervensi juga dilakukan dalam penyusunan kepengurusan partai politik yang hal ditu dimulai sejak pembentukan kembali Parmusi dan PNI. Lihat Moh. Mahfud MD, Op. Cit., hal. 219; dan M. Sulaiman, Op. Cit., hal. 34-53.
7 Tahun 1959 dan Perpres Nomor 13 Tahun 1960, 1275 yaitu pembubaran PKI dan pembekuan Partindo. Kedua hal tersebut tidak dilakukan berdasarkan Penpres
Nomor 7 Tahun 1959 dan Perpres Nomor 13 Tahun 1960. Pembubaran PKI tanpa melalui proses penelitian persyaratan dan alasan pembubaran serta tanpa ada pertimbangan dari MA, demikian pula dengan pembekuan Partindo.
Pada masa reformasi, pembubaran partai politik diatur dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1999, yang di dalamnya diatur pembekuan dan pembubaran partai politik. Undang-undang tersebut selanjutnya diganti dengan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 1276 yang juga mengenal pembekuan sementara dan pembubaran partai politik. Selain itu, ketentuan pembubaran partai
politik juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagai pelaksanaan Pasal 24C UUD 1945. Prosedur pembubaran partai politik pada masa reformasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 6.12. Prosedur Pembubaran Partai Politik Pada Masa Reformasi
Peraturan Jenis Prosedur
UU No. 2 Tahun
1. MA melakukan pengawasan terhadap 1999
Pembekuan atau
Pembubaran
pelaksanaan ketentuan UU oleh partai politik. 2. Apabila terjadi pelanggaran, MA memberikan peringatan tertulis.
3. Apabila tidak diindahkan peringatan tertulis diberikan sampai 3 kali dalam waktu 3 bulan. 4. Apabila tidak diindahkan, pelanggaran diputus melalui proses peradilan (tidak disebutkan siapa yang mengajukan).
5. Berdasarkan putusan pengadilan, MA memproses pembekuan atau pembubaran dengan mempertimbangkan dari pengurus pusat partai politik.
6. Pelaksanaan pembekuan atau pembubaran dilakukan setelah ada putusan pengadilan berkekuatan tetap.
7. Menteri kehakiman mengumumkan putusan tersebut dalam Berita Negara.
UU No. 31 Tahun Pembekuan 1. Pengawasan terhadap kegiatan yang dilarang 2002
Sementara
yang menjadi alasan pembekuan sementara (Pasal 19 Ayat 2 UU No. 31 Tahun 2002) dilakukan oleh Departemen Dalam Negeri.
Abdul Mukthie Fadjar, Op. Cit., hal. 205. 1276 Pada saat undang-undang ini dibentuk telah dilakukan Perubahan UUD 1945 yang salah satunya adalah
pembentukan Mahkamah Konstitusi dengan salah satu wewenangnya memutus pembubaran partai politik. Lihat Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945.
2. Departemen Dalam Negeri melakukan penelitian terhadap kemungkinan dilakukan-nya pelanggaran tersebut.
3. Pembekuan diputuskan oleh Pengadilan Negeri. 4. Putusan tersebut adalah putusan terakhir yang
hanya dapat diajukan kasasi kepada MA.
Pembubaran
1. Pengurus partai politik yang menggunakan partainya untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) dituntut berdasarkan UU No. 27 Tahun 1999 yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara dalam Pasal 107 huruf c, huruf d, dan huruf e.
2. Partai politik pengurus tersebut dapat dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Pembatalan Status
Partai politik yang tidak menyesuaikan diri dengan
Badan Hukum
ketentuan undang-undang ini selambat-lambatnya 9 bulan sejak berlakunya undang-undang ini, dibatalkan keabsahannya sebagai badan hukum dan tidak diakui keberadaannya menurut undang- undang ini.
UU No. 24 Tahun Pembubaran
1. Pemohon adalah pemerintah.
2003 2. Permohonan diajukan kepada MK dengan menguraikan dengan jelas ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
3. MK menyampaikan permohonan yang sudah diregistrasi kepada partai politik yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak dilakukan registrasi.
4. MK harus memutus permohonan selambat- lambatnya 60 hari kerja sejak permohonan diregistrasi.
5. Putusan MK disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.
6. Pelaksanaan putusan pembubaran partai politik dilakukan dengan membatalkan pendaftaran oleh pemerintah.
7. Putusan MK yang membubarkan partai politik diumumkan dalam Berita Negara oleh Pemerintah paling lambat 14 hari kerja sejak putusan diterima.
Berdasarkan prosedur dalam peraturan perundang-undangan di masa reformasi tersebut, wewenang pembubaran partai politik ada pada pengadilan,
yaitu MA dan setelah itu ada pada MK. 1277 Bahkan, berdasarkan Undang-Undang
Hal ini sesuai dengan pedoman Venice Commission yang menyatakan bahwa pembubaran partai politik harus diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi atau lembaga yudisial lain yang tepat dengan prosedur yang menjamin due process, keterbukaan, dan prinsip pengadilan yang fair. Lihat, European Commission for Democracy Through Law (Venice Commission), Guideline on Prohibition and Dissolution, Op. Cit., hal. 2-3.
Nomor 2 tahun 1999, MA memiliki peran yang besar karena juga memiliki wewenang pengawasan terhadap partai politik. Dalam ketentuan tersebut tidak diatur peran pemerintah. Berdasarkan praktik yang terjadi, yaitu Gugatan Pembubaran Partai Golkar dalam Perkara No. 02.G/WPP/2001, yang bertindak
sebagai pemohon adalah perorangan warga negara dan LSM. 1278 Pasca Perubahan UUD 1945, wewenang pembubaran partai politik ada
pada Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C Ayat (1). 1279 Hal itu selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 dan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003. Terkait dengan prosedur, yang lebih banyak mengatur adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, sedangkan Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2002 hanya mengatur alasan dan wewenang pembubaran.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, diatur bahwa pemohon pembubaran partai politik adalah pemerintah, materi permohonan, serta jangka waktu proses pembubaran. Untuk melengkapi prosedur tersebut masih dibutuhkan pengaturan lebih lanjut, misalnya mengenai status partai politik sebagai termohon, apakah pembubaran juga dapat dilakukan terhadap pengurus daerah tertentu, serta proses pembuktiannya.