Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Otonomi Daerah

BAB III PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH

A. Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Otonomi Daerah

Otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada KabupatenKota dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi, peraturan ini pada pokoknya memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta dengan memperhatikan potensi keanekaragaman daerah. 36 Realita menunjukkan pembangunan di daerah dihadapkan pada permasalahan pokok. Meningkatnya kegiatan ekonomi menyebabkan banyaknya permintaan barang dan jasa, terutama yang disediakan alam dan memberi dampak 36 Indra JPiliang, Dkk, Otonomi Daerah, Evaluasi dan Proyeksi, Jakarta : CV. Trio Rimba Persada, 2003, hal. 13. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 negatif pada ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan. Kecenderungan ini tercermin dari meningkatnya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam. Hal ini berpengaruh pada penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, dan lingkungan hidup yang pada akhirnya akan menjadi ancaman bagi kelangsungan kehidupan rakyat. Berbagai pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada aspek ekonomi tanpa pendekatan pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan yang meliputi aspek pelestarian, kesejahteraan dan sosial ternyata hanya memberikan manfaat dalam jangka pendek. Pesatnya peningkatan pertumbuhan populasi, teknologi dan disisi lain semakin terbatasnya sumberdaya dan rendahnya mutu lingkungan dituntut adanya pola pembangunan yang terencana dengan baik, realistik dan strategik dan bernuansa lingkungan yang dalam jangkan panjang dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Sebagaimana lazimnya setiap pemerintah daerah berusaha sedapat mungkin mengembangkan potensi yang ada untuk menunjang biaya pembangunan berkelanjutan sustainable development. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu rangkaian usaha terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu masyarakat dan bangsa bersama pemerintah untuk mengubah suatu keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik dengan cara melakukan proses pengolahan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan memanfaatkan teknologi untuk memenuhi masyarakat Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 yang semakin kompleks dan terus berkembang yang disebabkan oleh laju pertambahan penduduk. Keadaan ini akan membawa dampak negatif jika tidak ditata sejak dini dengan melaksanakan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh daerah-daerah perkotaan di Indonesia. Melihat kecenderungan perkembangan dan tantangan pembangunan daerah-daerah perkotaan dimasa yang akan datang, perlu juga diperhatikan agar pembangunan dilakukan dan dipersiapkan sedini mungkin, salah satu kebijakan yang dapat dioperasikan adalah meningkatkan dan memantapkan peran pemerintah daerah sebagai fasilitator untuk mendorong peran swasta dan masyarakat dalam pembangunan dipedesaan, dengan menciptakan iklim yang kondusif bagi peran serta masyarakat, sehingga mutu atau kualitas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat diwujudkan. Seperti kita ketahui bahwa kondisi umum yang ada selama ini, konsep pembangunan berkelanjutan diletakkan hanyalah sebagai kebijaksanaan saja. Namun, didalam pengalaman prakteknya, justru terjadi pengelolaan sumber daya alam yang tidak terkendali dengan akibat kerusakan lingkungan yang mengganggu kelestarian alam. Kekuatiran ini juga didukung oleh Santoso, dimana dalam pengamatannya ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekuatiran munculnya pembangunan yang eksploitatif di era otonomi daerah, diantaranya : 1. tidak adanya perubahan paradigma pembangunan; Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 2. tingkat penataan lingkungan sangat rendah; 3. sumberdaya alam masih diperlakukan sebagai asset penopang perolehan PAD. 4. masih terbatasnya sumberdaya alam manusia yang handal; 5. tidak adanya strategi. 37 Hal ini timbul karena luasnya ruang lingkup pembangunan daerah terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang belum didukung oleh kesiapan dan kemampuan sumber daya manusia dan aparatur pemerintah daerah yang memadai serta belum adanya perangkat peraturan bagi pengelolaan sumber daya alam di daerah. Untuk itulah kebijakan dan program pembangunan nasional ditetapkan sesuai dengan amanat konstitusi berdasarkan visi bangsa Indonesia yang ingin dicapai yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta disiplin. Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dalam proses pembangunan dapat berjalan dengan baik dengan adanya peranserta masyarakat dalam pembangunan amat penting pengaruhnya dalam upaya meningkatkan daya guna pembangunan terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan. 37 Mas Achmad Santoso, Prinsip-Prinsip Dasar Pengembangan Penegakan Hukum Administrasi di Bidang Lingkungan Hidup dalam Konteks Otonomi Daerah, Makalah Jakarta : Lokakarya dan Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Konteks Desentralisasi, 2001, hal. 2. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 Dalam rangka mewujudkan visi yang dimaksud di atas telah ditetapkan salah satu misi pembangunan ekonomi nasional, yaitu pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan. Pengelolaan lingkungan dilakukan berdasarkan pengelolaan atas dasar batas sistem ekologi suatu kawasan akan menjadi tidak efektif karena adanya batasan administratif masing-masing daerah otonom. Pembagian batas wilayah pengelolaan yang dipaksakan tersebut memunculkan dilema yang saat ini sedang dihadapi oleh pemerintah kabupatenkota. Dilema pengelolaan sumber daya alam dalam lingkup satu wilayah administratif relatif lebih kecil dibandingkan pengelolaan sumber daya alam yang lintas batas administratif, bahkan pengelolaan sumber daya alam lintas batas tersebut merupakan salah satu sumber konflik antara beberapa wilayah kabupatenkota. Bertitik tolak dari kondisi yang sedang terjadi di atas, perlu segera dirumuskan sebagaimana menyikapi penerapan otonomi daerah dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam baik yang berada dalam batas administratif satu daerah otonom maupun sumberdaya alam yang lintas batas administratif. Forum dialog merupakan wahana yang tepat untuk menselaraskan kembali, antara kerangka kebijakan pengelolaan sumberdaya alam yang berwawasan Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 lingkungan di satu-sisi dengan adanya pelimpahan wewenang kepada pemerintah kabupatenkota. Untuk mengatasi berbagai masalah di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, telah ditetapkan salah satu prioritas pembangunan ekonomi nasional, yaitu mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam bab ini menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pola pemanfaatan sumber daya alam seharusnya dapat memberikan akses kepada masyarakat adat dan lokal, bukan terpusat pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu. Dengan demikian pola pemanfaatan sumber daya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat adat dan lokal, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Peranan pemerintah dalam perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup harus dioptimalkan karena hal ini sangat penting peranannya terutama dalanl rangka meningkatkan pendapatan negara melalui mekanisme pajak, retribusi dan bagi hasil yang jelas dan adil, serta perlindungan dari bencana ekologi. Sejalan dengan otonomi daerah, pendelegasian secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 sumber daya. alam dimaksudkan untuk meningkatkan peranan masyarakat lokal dan tetap terjaganya fungsi lingkungan. Otonomi daerah merupakan potensi utama dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan lebih baik, dalam perwujudan pemerintahan yang baik, tuntutan kualitas sumberdaya manusia sangat diperlukan dalam rangka implementasi otonomi daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu dengan adanya : 1. Visi dan orientasi yang menghargai keterbatasan daya dukung lingkungan pro nature. Visi yang demikian diharapkan mampu memadukan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. 2. Profesional, terbuka, akuntabel. Syarat inin diperlukan dalam menciptakan pemerintahan yang kuat profesional tetapi responsif terhadap kepentingan, aspirasi dan tuntutan masyarakat. 3. konsisten dan memiliki integritas, hal ini diperlukan dalam penegakan hukum. Penegakan hukum mempersyaratkan lembaga peradilan yang independen dan tidak memihak. 4. Berpikir dalam kerangka sistem dan holistic bukan parsial dan ego daerah. 5. Daya kritis dan partisipatif dari masyarakat. Sebagaimana diketahui, salah satu pendorong penataan lingkungan environmental complience adalah adanya tekanan masyarakat.juga merupakan kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Karena itu diperlukan daya kritis dan peran aktif masyarakat dalam penyusunan kebijakan dan implementasi. Daya kritis tentang lingkungan seharusnya perlu dilarutkan dalam agenda politik, kinerja wakil Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 rakyat dan parpol harus dievaluasi dari aspek lingkungan. 38 Kontrol masyarakat dan penegakan supremasi hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan hal yang penting, yang menyebabkan hak-hak masyarakat untuk menggunakan dan menikmatinya menjadi terbuka dan mengurangi konflik, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Jika semua pihak telah melarutkan aspek lingkungan dalam pertimbangan kebijakannya, maka aspek lingkungan akan inheren dalam perilaku sehari-hari. Jika terjadi penyimpangan, akan mendapat teguran dari yang melihatnya. Perilaku yang demikian ini merupakan bagian penting dari self regulation dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian sistem hukum yang baik juga sangat diperlukan dalam pengelolaan lingkungan hidup, dimana hukum lingkungan harus memiliki perspektif berkelanjutan, penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender, dan pemerintahan yang baik good governance. Peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup harus dapat mengurangi tumpang tindih peraturan penguasaan dan pemanfaatan dalam rangka mewujudkan keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antar sektor. Selain itu, peran serta aktif masyarakat dalam memanfaatkan akses dan mengendalikan kontrol terhadap penggunaan sumber daya alam yang terdapat pada lingkungan hidup harus lebih optimal karena dapat melindungi hak-hak publik 38 J.Piliang, Op Cit, hal. 125. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 dan hak-hak masyarakat adat. Kemiskinan akibat krisis ekonomi disertai melemahnya wibawa hukum perlu diperhatikan agar kerusakan sumber daya alam tidak makin parah, termasuk penjarahan terhadap hutan, kawasan konservasi alam dan sebagainya. Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan dibanyak daerah antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang, tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dalam memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya : a. Mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup, baik yang dapat diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya; b. Penegakan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan danatau pencemaran lingkungan hidup; c. Mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup secara bertahap; d. Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 lokal; e. Menerapkan secara efektif, penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup; f. Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi bagi di wilayah tertentu; g. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan global. Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan, serta terwujudnya keadilan antar generasi, antar dunia usaha dan masyarakat dan antar negara maju dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang optimal. Pembangunan nasional di bidang lingkungan hidup pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang. Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di atas, 1999-2004 mengamanatkan ; a. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi. b. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat baik. Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang diatur dengan undang-undang. Mendayagunakan sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang yang pengusahaannya diatur dengan undang- undang. Dengan memperhatikan tujuan dan sasaran pembangunan yangmerupakan cerminan dari prioritas program bidang SDA dan lingkungan hidup, telah disusun beberapa kegiatan yang saling terkait satu sama lain dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan berkelanjutan dalam kualitas lingkungan hidup yang semakin baik. Program dimaksud meliputi kegiatan-kegiatan Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 yang berkaitan dengan upaya peningkatan diberbagai hal antara lain : a. Akses informasi b. Efektifitas pengelolaan c. pencegahan perusakan danatau pencemaran d. Penataan kelembagaan dan penegakan hukum e. Peran serta masyarakat. Selanjutnya untuk mendukung penerapan otonomi dalam rangka terwujudnya kemandirian daerah, pemerintah daerah dapat melakukan sebagai bebrapa hal sebagai berikut : a. Mengembangkan otonomi daerah secara luas nyata dan bertanggungjawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga masyarakat dan seluruh potensi masyarakat dalam wadah Negara kesatuan republik Indonesia. b. Melakukan pengkajian terhadap berlakunya otonomi daerah bagi daerah propinsi, daerah kabupaten, daerah kota dan desa. c. Mempercepat pembangunan pedesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana, pembangunan, system agrobisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan kelembagaan,penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumberdaya alam. d. Mewujudkan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi perizinan dan investasi serta pengelolaan sumberdaya alam. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 e. Memberdayakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka melaksanakan fungsi dan perannya guna memantapkan penyelenggarakan otonomi daerah yang luas nyata dan bertanggungjawab. f. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di daerah sesuai dengan potensi dan kepentingan daerah melalui penyediaan anggaran yang memadai. g. Meningkatkan pembangunan di seluruh daerah terutama di kawasan timur Indonesia daerah perbatasan dan wilayah tertinggal lainnya dengan berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Kemudian dalam rangka penerapan otonomi daerah dalam hal pengelolaan lingkungan hidup juga diatur dalam kerangka Protokol Kyoto, yang merupakan persetujuan pelaksanaan Kerangka Konvensi Perubahan Iklim KKPI. Protokol Kyoto memiliki 3 tiga mekanisme untuk mitigasi perubahan iklim yaitu : 1. Implementasi Patungan IP atau Joint Implementation JI antara negara Annex I; 2. Mekanisme Pembangunan Bersih MBP atau Clean Development Mechanism CDM antara negara Annex I dan negara non-Annex. 3. Perdagangan Emisi Internasional PEI atau International Emmisions Trading IET antara negara Annex I. 39 Ketiga mekanisme ini bersifat lentur flexible sehingga terbuka untuk badan pemerintah maupun swasta. 39 Otto Soermawoto, Konsep Atur Diri Sendiri Dalam Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pada Pelaksanaan Otonomi Daerah, Makalah Seminar Nasional, Diadakan di Yogyakarta, Tanggal 9-11 Agustus 2001, PSL Program Pascasarjana UGM : 2001, hal. 13 Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 MBP merupakan mekanisme yang khusus mengatur perdagangan dengan negara sedang berkembang negara non-Annex. MPB pada satu pihak bertujuan untuk membantu negara sedang berkembang untuk memberi kontribusi pada tercapainya stabilisasi kadar Gerakan Rumah Kaca GRK dalam atmosfer. Bantuan itu berupa pemindahan teknologi dan dana dari negara maju ke negara sedang berkembang untuk melakukan pembangunan berkelanjutan. Pada lain pihak MPB juga untuk membantu Annex 1 untuk memenuhi kewajiban mereka dalam mereduksi emisi GRK mereka dengan demikian MPN tidak menghambat usaha pembangunan Negara non-Annex 1 melainkan justru membantu. Dalam konteks otonomi daerah Protokol Kyoto memberi kesempatan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD. Adapun kebijakan yang diatur dalam Protokol Kyoto dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup khususnya dalam rangka Gerakan Rumah Kaca adalah sebagai berikut : 1. Kabupaten yang mempunyai hutan lindung dan taman nasional yang luas dengan memperbaiki pengelolaan hutan lindung dan taman nasionalnya serta rehabilitasi hutan dan reboisasi untuk menanggulangi lahan kritis. 2. Kotamadya, terutama yang besar, dengan mengurangi emisi CO2 dari peningkatan efisiensi sistem transpornya, misalnya dengan menggariskan kebijakan dengan mengurangi transport terpadu yang mencakup kenderaan bermotor dan transport tak bermotor, seperti berjalan kaki untuk jarak perjalanan sangat pendek sampai 1 Km dan sepeda untuk perjalanan pendek sampai 5 Km. Bersamaan dengan itu meningkatkan penanaman pohon lindung untuk Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 meningkatkan rosot karbon. 3. Mengurangi emisi CO2 dengan mengembangkan energi terperbarukan biomassa, surya photovoltaic dan angin. Teknologi untuk ketiga jenis tersebut telah tersedia. 4. Mengurangi emisi metan dengan mengurangi penanaman dan konsumsi beras melalui penganekaragaman pangan sehingga luas sawah sebagai penghasil metan berkurang. 5. Mengurangi emisi metan dengan memperbaiki pengelolaan peternakan sapi. 6. Mengurangi emisi metan dari tempat pembuangan sampah TPA 7. Industri dengan melakukan usaha penghematan energi dengan eko-efisiensi. Usaha pengelolaan yang diatur dalam Protol Kyoto dalam rangka otonomi daerah dapat dijadikan dasar dalam penyusunan pedoman dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang disetujui bersama berdasarkan nilai-nilai lokal yang terdapat disetiap daerah. Dengan telah tersedianya instrument pengelolaan lingkungan hidup dan didukung dengan adanya otonomi daerah maka program pembangunan di setiap daerah dapat dilakukan dengan tetap berlandaskan kepada pembangunan ramah lingkungan yang memberi keuntungan yang lebih besar daripada pembangunan yang merusak lingkungan hidup. Oleh karena itu kebijakan yang perlu diterapkan oleh pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah adalah Pertama, adanya peraturan perundang-undangan pemerintah yang tegas dan jelas, Kedua, adanya kode Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 praktek pengelolaan lingkungan hidup berbagai organisasi, misalnya International Standardization Organization ISO dan asosiasi perusahaan, juga kode praktek yang disusun oleh masyarakat, dimana kode praktek ini menjadi pedoman yang mengikat untuk mencapai kebutuhan, Ketiga, adanya pengawasan juga sangat diperlukan, dimana pengawasan ini yang dahulunya didominasi oleh pemerintah, sekarang telah bergeser kearah pengawasan oleh masyarakat sendiri, baik secara sendiri-sendiri, maupun sebagai anggota organisasi, misalnya LSM, Universitas, anggota asosiasi perusahaan. Dengan adanya pengawasan yang efektif maka pengelolaan lingkungan hidup dapat berjalan dengan baik dan kewenangan ini diberikan sepenuhnya dalam otonomi daerah agar dapat dimanfaatkan oleh daerah sebaik mungkin.

B. Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Daerah Berdasarkan