Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut UUPLH

yang berhubungan dengan penerbitan izin mendirikan bangunan yang bertujuan untuk melindungi, memulihkan dan kembali menata tata hubungan secara berimbang dan serasi antara semua sub sistem dalam keseluruhan ekosistem, dan juga mengatur hak, kewajiban dan wewenang baik kepada warga negara maupun pemerintah untuk turut serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Di dalam berbagai sektor kebijakan pemerintah dapat berdiri secara berdampingan berbagai sistem izin dengan motif sejenis. Hal ini berhubungan dengan perkembangan, terutama pada tahun-tahun terakhir, bahwa di dalam bidang kebijaksanaan penguasa semakin banyak terjadi pengkhususan dari tujuan-tujuan kebijaksanaan itu. Dengan demikian timbul berbagai bidang bagian kebijaksanaan penguasa dengan sistem-sistem dalam rangka pengelolaaan lingkungan hidup.

D. Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut UUPLH

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup selanjutnya disebut UUPLH, disebutkan bahwa “pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup”. Berdasarkan bunyi Pasal 1 angka 2 UUPLH, pengelolaan lingkungan hidup merupakan : Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 1. Upaya terpadu untuk “melestarikan fungsi lingkungan hidup”, yaitu memelihara kelangsungan lingkungan hidup, sehingga mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain serta melindungi kemampuan lingkungan hidup terhadap serangan dari luar; 2. Upaya tersebut dirumuskan dalam pelbagai kegiatan yang merupakan langkah kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Perumusan pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini diberikan penekanan pada “melestarikan fungsi lingkungan hidup” yang dalam ketentuan sebelumnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang UULH tidak dijumpai, sedangkan 7 tujuh aktivitas lainnya yaitu penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup hanya dilihat sebagai “langkah kebijakan”. 25 Pengelolaan lingkungan hidup Indonesia didasarkan pada asas prinsip tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 UULH yang menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup berasaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Dalam proses pembangunan itu terjadi dampak yang kurang baik terhadap lingkungan maka haruslah dilakukan upaya untuk meniadakan atau mengurangi 25 Abdurrahman, Pembaharuan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, Makalah, Kursus Dasar AMDAL Tipe A, PPL Univ. Lambung Mangkurat, 1997. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 dampak negatif tersebut, sehingga keadaan lingkungan menjadi serasi dan seimbang lagi. Dalam hal ini yang dilestarikan bukanlah “lingkungan an sich” melainkan “kemampuan lingkungan”. Kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang inilah yang perlu dilestarikan, sehingga setiap perubahan yang diadakan selalu disertai dengan upaya mencapai keserasian dan keseimbangan lingkungan pada tingkat yang baru. 26 Selanjutnya istilah “pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang” membawa kepada keserasian antara “pembangunan” dan “lingkungan”, sehinga kedua pengertian itu, yaitu pembangunan dan lingkungan tidak dipertentangkan satu dengan yang lain. Adapun “pelestarian lingkungan” yang bermakna melestarikan lingkungan itu an sich digunakan dalam rangka pelestarian alam dan kawasan suaka alam. 27 Dalam UUPLH terdapat istilah “pelestarian fungsi lingkungan”, yang bermakna pelestarian fungsi lingkungan kawasan budidaya dan kawasan lindung. Pasal 1 angka 5 mengartikan pelestarian fungsi lingkungan adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Asas dan tujuan pengelolaan lingkungan disebutkan dalam Pasal 3 UUPLH bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dalam rangka 26 Koesnadi Hadjasoemantr i , 2005, Op cit, hal 89-90. 27 Ibid. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari bunyi Pasal 3 UULH, asas pengelolaan lingkungan hidup tidak lagi berasaskan pelestarian kemampuan fungsi lingkungan hidup tetapi dilaksanakan berdasarkan pada asas tanggung jawab negara, asas berkelanjutan, dan asas manfaat. Berdasarkan asas tanggungjawab negara, disatu sisi, negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. Sedangkan dilain sisi, negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah yurisdiksinya yang menimbulkan kerugian terhadap wilayah yurisdiksi negara lain serta melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah Indonesia. Asas berkelanjutan mengandung makna bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi. Untuk terlaksananya kewajiban dan tanggung jawab tersebut, maka kemampuan lingkungan hidup harus dilestarikan. Terlestarikannya kemampuan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan itu sendiri. Dengan asas manfaat mengandung makna bahwa segala usaha dan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 Demikian pula Pasal 3 UUPLH mengatur tujuan pengelolaan lingkungan hidup yaitu untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam Pasal 1 angka 3 UUPLH merumuskan pengertian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah merupakan upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Menurut Rachmadi Usman, bahwa “Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan pula bagi kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan”. 28 Oleh karena itu, lingkungan hidup harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi peningkatan kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. Pelaksanaan suatu usaha danatau kegiatan wajib diikuti dengan upaya pencegahan danatau penanggulangan pencemaran danatau perusakan terhadap lingkungan hidup itu. 28 Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 67. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 Menurut Pasal 4 UUPLH, terdapat 6 enam sasaran yang hendak dicapai dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, yaitu : 1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan kesimbangan antara manusia dan lingkungan hidup. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagian hidup akan dapat tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan kesimbangan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai kemajuan lahir, dan kebahagian bathin. 2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup. Sasaran ini bermaksud menciptakan manusia dan masyarakat Indonesia yang berbudaya dan cinta pada lingkungan hidup, sehingga memiliki kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung serta daya tampung lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan pembangunan. 3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan. Sasaran ini mengingatkan kita bahwa pemanfaatan sumber daya alam sebagai pokok-pokok kemakmuran rakyat bukan saja dinikmati oleh generasi masa kini saja, melainkan harus pula dinikmati oleh generasi masa depan, yang merupakan warisan untuk anak cucu kita, artinya pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara lestari dan berkelanjutan Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup. 5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana. Sasaran ini memiliki arti yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya tidak terbarui nonrenewable resource, sehingga aspek-aspek seperti kehematan, daya guna serta hasil guna menjadi mutlak diperhatikan disamping aspek daur ulang recycling yang senantiasa harus diusahakan dengan menggunakan bermacam-macam teknologi sederhana atau teknologi pedesaan rural technology. Pengendalian pemanfaatan sumber daya secara bijaksana tidak hanya ditujukan kepada penghematan sumber daya tidak terbarui, tetapi juga kepada pencarian sumber daya alternatif lainnya guna memperoleh energi. Sumber daya lainnya itu menurut Koesnadi Hardjasoemantri, dapat berupa “biogas, biomassa, energi angin windenergy, energi surya solar energy, Ocean Thermal Energy Conversion OTEC, energi nuklir dan lain- lain”. 29 6. Terlindunginya negara kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha danatau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup. Sasaran yang terakhir ini sebagai wujud hak dari negara yang berdaulat seperti Indonesia untuk melindungi dirinya dari dampak pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh negara lain. Oleh karena itu, untuk 29 Koesnadi Hardjasoemantri, 2005, Op Cit, hal. 92. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 menanggulangi pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup yang bersifat transnasional diperlukan kerjasama dengan negara lain. Pasal 5 ayat 1 UUPLH menetapkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pengertian orang disini meliputi orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum. UUD 1945 tidak menyebutkan hak asasi sosial atau subjektif seperti ini. Hak ini baru diperkenalkan dalam UULH. Menurut Siti Sundari Rangkuti, “Konseptornya mendapat ilham dari negara maju yang lebih dahulu menuangkan hak seperti ini dalam konstitusinya”. 30 Saat ini hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat telah dituangkan dalam Pasal 28 Piagam Hak Asasi Manusia sebagai bagian tidak terpisahkan dari Ketetapan MPR Nomor XVIIMPR1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Kemudian, dituangkan pula dalam Pasal 9 ayat 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Penjelasan Pasal 5 ayat 1 tidak memberikan penjelasan pengertian “lingkungan yang baik dan sehat” itu. Pasal 5 ayat 1 ini menjamin orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum untuk menikmati lingkungan hidup yang tertata apik asri dan memenuhi syarat-syarat kesehatan, sehingga 30 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Surabaya : Airlangga University Press, 1996, hal. 269. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 terwujud lingkungan yang harmoni dimana manusia Indonesia dapat berkembang dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis. Secara tidak langsung, pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkan suatu lingkungan yang baik dan sehat tersebut. Dengan adanya hak asasi sosial atau hak subjektif ini, maka setiap warga negara berhak menuntut negara untuk mewujudkan suatu lingkungan yang baik dan sehat. Heinhard Steiger C.S. dengan tulisan “The Fundamental Right to a Decent Environment” dalam “Trends in Environmental Policy and Law” menyatakan bahwa “apa yang dinamakan hak-hak subjektif subjective right adalah bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang”. 31 Dengan hak-hak subjektif memberikan kepada yang mempunyainya suatu tuntutan yang sah guna meminta kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat itu dihormati, suatu tuntutan yang dapat didukung oleh prosedur hukum, dengan perlindungan hukum oleh pengadilan dan perangkat-perangkat lainnya. Tuntutan tersebut mempunyai 2 dua fungsi yang berbeda, yaitu fungsi pertama, yaitu yang dikaitkan pada hak membela diri terhadap gangguan dari luar yang menimbulkan kerugian pada lingkungannya, sedangkan fungsi yang kedua dikaitkan pada hak menuntut dilakukannya sesuatu tindakan agar lingkungannya dapat dilestarikan, dipulihkan atau diperbaiki. 31 Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 75. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 Penegakan peraturan perundang-undangan perlu sekali bagi perlindungan hukum lingkungan hidup seseorang. Perlindungan ini biasanya dilaksanakan melalui proses peradilan. Akan tetapi, adapula kemungkinan-kemungkinan lain guna penegakan hukum lingkungan, sepeti misalnya hak untuk berperanserta dalam prosedur administratif atau untuk mengajukan permohonan banding kepada lembaga- lembaga administratif yang lebih tinggi. Kewajiban mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat bukan saja beban pemerintah, melainkan kewajiban setiap individu, kelompok orang atau badan hukum untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan atau pencemarannya. Pasal 6 ayat 1 UUPLH menetapkan setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Kewajiban setiap orang dimaksud tidak terlepas dari kedudukannya sebagai anggota masyarakat yang mencerminkan harkat manusia sebagai individu dan makhluk sosial. Dalam kewajiban tersebut mengandung makna, bahwa setiap orang, kelompok orang, atau badan hukum turut berperan serta dalam upaya memelihara lingkungan hidup, misalnya peranserta dalam mengembangkan budaya bersih lingkungan hidup, kegiatan penyuluhan dan bimbingan di bidang lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 UUPLH, dapat dikemukakan ada tiga kewajiban yang harus dilakukan atau dibebankan kepada setiap orang, kelompok orang atau badan hukum, yaitu : Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 1. Kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, jadi bukan memelihara kelestarian lingkungan hidup an sich, melainkan memelihara kelestarian “fungsi lingkungan hidup”, sebab lingkungan hidup bersifat dinamis. 2. Kewajiban mencegah terjadi atau timbulnya pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup. 3. Kewajiban menanggulangi pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup yang terjadi atau timbul. Apabila hak atas lingkungan yang baik dan sehat dihubungkan dengan kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, berarti lingkungan hidup beserta dengan sumber daya yang terdapat di dalamnya merupakan milik bersama dan dengan sendirinya tidak hanya melindungi kepentingan individual, kelompok orang atau badan hukum saja, tetapi juga melindungi kepentingan bersama secara menyeluruh dari orang yang mendiami lingkungan hidup tersebut. Karena itu, masyarakat atau individu dapat mengajukan gugatan ganti kerugian danatau tuntutan melakukan tindakan tertentu terhadap individu, kelompok orang atau badan hukum yang telah melakukan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup, yang membawa akibat pada teganggunya kelestarian fungsi lingkungan hidup yang baik dan sehat tersebut. Pasal 5 ayat 2 UUPLH menetapkan setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 Secara umum hak atas kebebasan informasi ini dituangkan dalam Pasal 20 dan Pasal 21 Piagam Hak Asasi Manusia dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999. Penambahan hak atas informasi lingkungan hidup dalam UUPLH dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Penjelasan Pasal 5 ayat 2 UUPLH menyatakan bahwa hak atas informasi lingkungan hidup ini dirumuskan sebagai sesuatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang berlandaskan pada asas keterbukaan. Hak atas informasi lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan efektivitas peranserta dalam pengelolaan lingkungan hidup, disamping akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dalam hubungan dengan hak atas informasi lingkungan hidup, maka pihak lain mempunyai kewajiban memberikan informasi lingkungan hidup yang dibutuhkan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 5 ayat 2 UUPLH mempunyai hubungan dengan Pasal 6 ayat 2 UUPLH yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha danatau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup. Informasi yang benar dan akurat itu dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggungjawab usaha danatau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan. Lothar Gundling dengan tulisan berjudul “Public Participation in Environmental Decision Making” dalam “Trends in Environmental Policy and Law” menyatakan : Pemberian informasi yang benar kepada masyarakat adalah prasyarat Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 yang paling penting untuk peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan di bidang lingkungan hidup. Informasi tersebut harus sampai ditangan masyarakat yang akan terkena rencana kegiatan dan informasi itu haruslah diberikan tepat pada waktunya timely information, lengkap comprehensive information dan dapat dipahami comprehensible information. 32 Kemudian Pasal 7 UUPLH mengatur mengenai hak masyarakat berperan dalam lingkungan hidup dan cara masyarakat berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut. Pasal 7 ayat 1 UUPLH menetapkan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dari bunyi Pasal 5 dan Pasal 7 UUPLH dihubungkan dengan penjelasannya, dapat dikemukakan beberapa hal, yakni : 1. Undang-undang mengakui hak setiap orang sebagai anggota masyarakat dengan memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya guna berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Peranserta dimaksud meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan, maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian AMDAL atau perumusan kebijakan lingkungan hidup. Pengakuan ini memberikan jaminan kepastian diberikannya hak subjektif, kesempatan yang 32 Koesnadi Hardjasoemantri, 2005, Op Cit, hal. 103. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 sama dan seluas-luasnya kepada masyarakat atau setiap orang untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. 2. Pelaksanaan hak masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut didasarkan pada prinsip keterbukaan, sebab dengan keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Pengakuan hak masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan ini bertujuan untuk mengikut sertakan masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Bunyi penjelasan Pasal 5 ayat 3 UUPLH bahwa peran sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian AMDAL atau perumusan kebijaksanaan lingkungan hidup. Dengan demikian, pengelolaan lingkungan hidup membutuhkan keterlibatan peran masyarakat yang didasarkan kepada prinsip keterbukaan. Dalam Undang- undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Peyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, prinsip keterbukaan telah diakui sebagai salah satu asas umum penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 3. Berperan dalam Pengelolaan Lingkugan Hidup ini merupakan suatu hak dari setiap orang atau masyarakat dengan memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk ikut dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut. Karenanya, setiap orang atau masyarakat dapat menuntut untuk diikutsertakan berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dibandingkan dengan rumusan sebelumnya yang jauh lebih tegas dan baik, sedangkan UUPLH lebih menegaskan kepada hak saja, tetapi di dalam UULH dikatakan sekaligus sebagai suatu kewajiban pula. Dengan demikian, menurut UULH, keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup bukan saja suatu hak melainkan sekaligus juga sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orang atau masyarakat. Kalau hanya meletakkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup sebatas pada hak saja, maka tidak menjadi suatu keharusan bagi setiap orang atau masyarakat untuk ikut berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. 4. Pelaksanaan hak untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berarti cara setiap orang atau masyarakat terlibat dalam pengelolaan lingkungan hidup akan ditentukan dalam peraturan perundang-undanan yang ada pada saat ini maupun peraturan perundang-undangan yang akan ditetapkan kemudian. Pasal 10 UUPLH menyebutkan kewajiban-kewajiban pemerintah dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Kewajiban-kewajiban pemerintah tersebut, meliputi : Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 1. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup disini adalah pihak- pihak yang berwenang, yaitu pemerintah, masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya. 2. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggungjawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kegiatan ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. 3. Mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara masyarakat dunia usaha dan pemerintah dalam upaya pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Peran masyarakat disini mencakup keikutsertaan, baik dalam upaya maupun proses pengambilan keputusan tentang pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dalam rangka peran masyarakat dikembangkan kemitraan para pelaku pengelolaan lingkungan hidup, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat termasuk antara lain lembaga swadaya masyarakat dan oganisasi profesi keilmuan. 4. Mengembangkan dan menerapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang menjamin terpeliharanya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 5. Mengembangkan dan menerapkan perangkat yang bersifat preemtif, preventif, dan proaktif dalam upaya pencegahan penurunan daya dukung dan daya tampung Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 lingkungan hidup. Perangkat yang bersifat preemtif adalah tindakan yang dilakukan pada tingkat pengambilan keputusan dan perencanaan, seperti tata ruang dan AMDAL. Adapun preventif adalah tindakan tingkatan pelaksanaan melalui penataan baku mutu limbah danatau instrument ekonomi. Sedangkan proaktif adalah tindakan pada tingkat produksi dengan menerapkan standarisasi lingkungan hidup seperti ISO 14000. Perangkat pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat preemtif, preventif dan proaktif 33 misalnya pengembangan dan penerapan teknologi akrab lingkungan hidup, penerapan asuransi lingkungan hidup dan audit lingkungan hidup yang dilakukan secara sukarela oleh penanggungjawab usaha danatau kegiatan guna meningkatkan kinerja. 6. Memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan hidup. 7. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang lingkungan hidup. 8. Menyediakan informasi lingkungan hidup dan menyebarluaskannya kepada masyarakat. 9. Memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang berjasa di bidang lingkungan hidup. Sebagaimana dikemukakan di atas, atas dasar Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, maka bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Perkataan dikuasai bukan berarti dimiliki, melainkan adalah pengertian yang memberikan wewenang kepada negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia pada 33 Bapedaldasu, Op Cit, hal. 9. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 tingkatan yang tertinggi untuk mengatur pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam tersebut. Penguasaan sumber daya alam oleh negara tersebut dimaksudkan untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam oleh negara tersebut harus mendatangkan keuntungan bagi rakyat banyak secara keseluruhan, bukan hanya dinikmati oleh segelintir atau sekelompok rakyat saja atau sebaliknya malahan menimbulkan kesengsaraan rakyat banyak. Dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 lahirlah apa yang dinamakan dengan hak menguasai dari Negara atas bumi, air dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Lebih lanjut Pasal 8 UUPLH mempertegas pengertian hak menguasai dari Negara ini dalam kaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Pada prinsipnya ketentuan Pasal 8 UUPLH tersebut tidak berbeda dengan yang diatur dalam Pasal 10 UULH. Apabila diperbandingkan, maka ketentuan Pasal 8 UUPLH lebih lengkap dan jelas merinci pengertian dan ruang lingkup hak menguasai dari negara atas sumber daya alam tersebut. Pasal 8 UUPLH menetapkan : 1. Sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah. 2. Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, pemerintah : a. mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup; Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 b. mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber daya genetika; c. mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang danatau subjek hukum lainnya, serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk sumber daya genetika; d. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial, yang berpengaruh terhadap kepentingan umum baik secara kultural maupun secara struktural; e. mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Dengan demikian jelaslah bahwa Pasal 8 UUPLH telah memberikan hak kepada Negara untuk menguasai sumber daya alam dan kewenangan mengaturnya diserahkan kepada pemerintah. Kewenangan mengatur yang dimiliki oleh pemerintah tersebut mewajibkan kepada pemerintah dalam mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk memberikan perlindungan terhadap keberlanjutan sumber daya alam dan sumber daya buatan termasuk sumber daya genetika, sehingga pembangunan tetap terlanjutkan. Mas Achmad Santosa, mengatakan bahwa : Penguasaan sumber daya alam oleh Negara mengandung konsekuensi sifat keberlanjutannya sustainability banyak ditentukan oleh kemauan dan kemampuan pemerintah sebagai aparatur negara. Akan Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 tetapi, di dalam praktek seringkali pemerintah mengabaikan kewajibannya menjaga keberlanjutan sumber daya alam, misalnya mengabaikan perangkat perizinan sebagai alat pengendalian. Keadaan semacam ini menuntut kelompok-kelompok masyarakat atau organisasi lingkungan hidup untuk melakukan tindakan korektif terhadap pelaku ataupun terhadap pemerintah yang telah mengabaikan tugas sesuai dengan yang dimandatkan oleh hukum. Tindakan korektif ini salah satunya melalui upaya hukum gugatan. 34 Pengelolaan lingkungan hidup merupakan suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Titik keterpaduan dalam pengelolaan lingkungan hidup tersebut terletak pada kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup. Mengenai hal ini telah diatur dalam Pasal 8 UULH dan Pasal 9 UUPLH. Pasal 8 UULH menetapkan : 1. Pemerintah menggariskan kebijaksanaan dan melakukan tindakan yang mendorong ditingkatkannya upaya pelestarian lingkungan hidup untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan. 2. Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah sebagaimana dimaksud di atas diatur dengan peraturan perundang-undangan. 34 Mas Achmad Santosa, Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian Dampak Lingkungan, Jakarta : Indonesian Centre for Environmental Law, 1995, hal. 7-8. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 Menurut Abdurrahman, bahwa “apa yang digariskan dalam ketentuan Pasal 8 UULH kelihatannya sangat umum sekali, sehingga wajar bilamana dalam ketentuan baru ditentukan hal yang lebih realistis” 35 Pasal 9 UUPLH terdiri atas 4 empat ayat yang memuat pengaturan kewenangan pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang. Bunyi Pasal 9 UUPLH sebagai berikut : 1. Pemerintah menetapkan kebijaksanaan nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang, dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, adat istiadat, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 2. Pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan secara terpadu oleh instansi pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, masyarakat serta pelaku pembangunan lain dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup. 3. Pengelolaan lingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya alam buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. 4. Keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud di atas, dikoordinir aleh Menteri. 35 Abdurrahman, 1997, Op cit, hal. 23. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 Selanjutnya, penjelasan Pasal 9 ayat 1 UUPLH menyatakan dalam rangka penyusunan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang wajib diperhatikan secara rasional dan proporsional potensi, aspirasi, dan kebutuhan, serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Misalnya, perhatian terhadap masyarakat adat yang hidup dan kehidupannya bertumpu kepada sumber daya alam yang terdapat disekitarnya. Dari bunyi Pasal 9 ayat 1 UUPLH, jelaslah bahwa pemerintah mempunyai kewajiban atau harus memperhatikan dan mengindahkan secara rasional dan proporsional nilai-nilai agama, adapt istiadat, potensi, aspirasi dan nilai-nilai yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dalam rangka menyusun dan menetapkan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang. Ketentuan ini bermaksud untuk melindungi dan mempertahankan kelestarian kebiasaan masyarakat hukum adat dan konsep agama dalam pengelolaan sumber daya alam atau lingkungan hidup, serta sekaligus mengukuhkan pengakuan hak hukum bagi masyarakat hukum adat dan masyarakat sekitar atas lingkungan hidupnya. Selama ini hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal selalu dikalahkan oleh kepentingan pembangunan nasional maupun daerah, yang membawa akibat pada terganggunya ikatan masyarakat hukum adat dan masyarakat lokal terhadap lingkungan hidup sekitarnya yang merupakan wadah bagi mereka dalam melakukan kegiatan bersama. Demikian pula Pasal 9 ayat 1 UUPLH menyatukan antara kewenangan penetapan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dengan kewenangan Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008 penetapan kebijaksanaan nasional penataan ruang sekaligus dalam satu tangan. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai keterpaduan integrasi dalam penetapan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang. Baik pengelolaan lingkungan hidup maupun penataan ruang, kedua-duanya mempunyai keterkaitan dan saling mempengaruhi. Ketentuan Pasal 9 ayat 1 UUPLH sejalan pula dengan Pasal 29 Undang- undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Dalam Pasal 29 Undang- undang Nomor 24 Tahun 1992 dinyatakan bahwa Presiden menunjuk seorang Menteri yang bertugas mengkoordinasikan penataan ruang, termasuk pengendalian perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya yang berskala besar dan berdampak penting. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 29 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992, maka pengendalian penataan ruang dipegang pula oleh seorang Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup. Di samping itu, pengelolaan lingkungan hidup juga wajib dilakukan secara terpadu dengan perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Kewajiban demikian disebutkan dalam Pasal 9 ayat 3 UUPLH yang menyatukan 4 empat Pasal dari UULH, yakni Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14. Kalau pengelolaan lingkungan hidup dilakukan tidak secara terpadu dengan perlindungan lingkungan hidup, dikhawatirkan akan bisa menimbulkan perbenturan antara pengelolaan lingkungan hidup dengan penataan ruang dan perlindungan lingkungan hidup. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008

BAB III PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1997 TENTANG

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH

A. Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Otonomi Daerah

Otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada KabupatenKota dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi, peraturan ini pada pokoknya memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proposional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta dengan memperhatikan potensi keanekaragaman daerah. 36 Realita menunjukkan pembangunan di daerah dihadapkan pada permasalahan pokok. Meningkatnya kegiatan ekonomi menyebabkan banyaknya permintaan barang dan jasa, terutama yang disediakan alam dan memberi dampak 36 Indra JPiliang, Dkk, Otonomi Daerah, Evaluasi dan Proyeksi, Jakarta : CV. Trio Rimba Persada, 2003, hal. 13. Elyuzar Siregar: Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Di Kota Binjai, 2007. USU e-Repository © 2008