Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009
53 Sungai merupakan komponen ekodrainase utama pada system sungai yang
bersangkutan. Konsep alamiah ekodrainase adalah bagaimana membuang air kelebihan selambat-lambatnya ke sungai. Sehingga sungai-sungai alamiah mempunyai bentuk yang
tidak teratur, belokan-belokan dan lain-lain. Bentuk-bentuk ini pada hakikatnya berfungsi untuk menahan air supaya tidak dengan cepat mengalir ke hilir serta menahan sediment. Di
samping itu drainase juga berperan dalam rangka menurunkan enerji air tersebut. Sungai alamiah umumnya memiliki angka kekasaran dinding yang tinggi. Jika
dibandinngkan dengan sungai yang telah diluruskan, sungai alamiah memiliki kemampuan mengalirkan debit aliran lebih kecil pada tinggi muka air yang sama. Pada proyek renovasi
sungai renaturalisasi perlu dipertimbangkan kenaaikan muka air akibat kenaikan kekasaran dinding sungai.
3.1.4 Kondisi drainase
Sebagian besar saluran drainase utama kota Medan, baik yang alamiah maupun buatan, di bagian hilir mempunyai elevasi dasar saluran lebih rendah dari pada elevasi dasar
sungai. Hal ini menyebabkan sedimentasi serius dan menimbulkan pendangkalan. Sistem drainse utama yang ada, sebagian besar belum mempunyai garis sempadan yang jelas. Hal
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009
54 ini menimbulkan kerancuan dalam upaya pengelolaan dan pengawasan bangunan liar di
sepanjang tepi sungai. Kondisi saluran drainase yang lebih kecil juga tidak kalah memprihatinkan.
Kapasitas saluran makin hari makin menurun akibat sedimentasi, sampah, dan pemeliharaan yang kurang. Tidak mengherankan jika sampai saat ini masalah banjir
kiriman dan banjir pasang merupakan masalah yang beluim terpecahkan. Genangan air dan banjir masih selalu terjadi, terutama pada saat musim hujan. Hal ini akan semakin sulit
diatasi jika pengembangan kota tidak dapat dikendalikan dengan baik. Konsep drainase konvensional yang selama ini dianut yaitu drainase didefinisikan
sebagai suatu usaha untuk membuang atau mengalirkan air kelebihan di suatu tempat secepatnya menuju sungai dan secepatnya dibuang ke laut, menurut tinjauan hidrolik tidak
bisa lagi dibenarkan. Dengan konsep pembangunan secepat-cepatnya ini, akan terjadi akumulasi debit di bagian hilir dan rendahnya konservasi ekologi di hulu. Sungai di hilir
akan menerima beban yang lebih tinggi sewaktu debit puncak lebit cepat dari pada keadaan sebelumnya dan akan terjadi penurunan kualitas ekologi daerah hulu. Jika sungai kecil,
menengah dan besar dijadikan sarana drainase dengan konsep konvensional seperti diatas, maka akan didapat suatu rezim saluran drainase sebagai ganti rezim sungai. Ekodrainase
diartikan suatu usaha mengalirkan air yang berlebih ke sungai dengan waktu seoptimal munngkin sehinngga tidak menyebabkan terjadinya masalah kesehatan dan banjir di sungai
yang terkait.
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009
55 Buruknya sistem drainase di kota Medan menyebabkan kota metropolitan ini kerap
digenangi air bila hujan datang. Ternyata kondisi ini menyebabkan aktivitas ekonomi didalam dan luar kota Medan terganggu. Kondisi jalan-jalan rusak, seperi yang terlihat
dijalan Bahagia by Pass, Mandala by Pass, jalan Platina Raya, Marelan, Kawasan Padang Bulan, dan jalan Letda Sujono adalah sebagian besar kawasan yang umumnya menjadi
kawasan sering tergenanng air, selain itu, jalan-jalan yang rusak itu tidak hanya berbahaya apabila dilintasi pengendara jika tergenang air namun juga menyebabkan jalanan macet,
sehingga aktivitas perdagangan terhambat. Curah hujan selama satu jam meluapkan sejumlah parit di wilayah kota Medan,
termasuk parit busuk, persis ketika seluruh ummat Islam melaksanakan sholat Jumat. Di Kelurahan Sei Kera Hilir I dan II, Kecamatan Medan Perjuangan, hujan yang turun itu
mengakibatkan air parit yang meluap, jalan-jalan tergenang air, bahkan di setiap gang di daerah itu, sehingga rumah warga sebagian dimasuki air.
Terdapat juga bangunan rumah penduduk di pinggir jalan yang menutupi saluran air ke parit untuk kepentingan pribadi. Banjir setinggi lutut orang dewasa itu terjadi pada
sejumlah kelurahan pada tiga kecamatan yakni Kecamatan Medan Labuhan, Medan Deli dan Medan Marelan.
Pemandangan jalan yang berlubang bagaikan kubangan tampaknya telah menjadi penyakit kronis yang tak terobati. Pemerintah seolah-olah angkat tangan dan yang parahnya
lagi, pengaspalan jalan lebih dari sekedar tambal sulam. Meski sebelumnya telah diaspal
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009
56 semua, namun tingkat ketahanan aspal sangat rentan jika terjadi hujan lebat dan lalu
lalangnya angkutan bermuatan besar. Kondisi ini pun sangat rentan mengambil korban jiwa, setidaknya selain kecelakaan lalu lintas sering terjadi kendaraan jadi cepat rusak. Oleh
sebab itu perbaikan jalan akan sia-sia jika sistem drainase di kota Medan tidak segera ditangggulangi. Perbaikan drainase terlebih dahulu dibangun kemudian jalan yang rusak di
perbaiki kalau tidak perbaikan jalan akan sia-sia. Untuk diketahui, perbaikan drainase sudah pernah dilakukan dan nilai proyeknya
yang ratusan milyaran rupiah dengan nama Metropolitan Medan Urban Development projek MMUDP. Terangkum dan proyek tersebut sebagai proyek perbaikan sistem
drainase untuk kawasan Medan, Deli Serdang dan Binjai Mebidang. Namun sayangnya, pemanfaatan dan pertanggungjawabannya tidak jelas.
Pada masa periode walikotamadya A.S. Rangkuty 1980-1990 sebuah proyek raksasa dalam upaya mengatasi perkembangan dan penataan kotamadya Medan dengan
nama Metropolitan Medan Urban Development Project MMUDP. Proyek ini membutuhkan dana yang luar biasa besar jumlahnya dan pemerintah terpaksa melakujkan
pinjaman-pinjaman ke berbagai instansi.
25
25
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II medan , Op Cit, hlm. 232
Menurut catatan, MMUDP yang dilaksanakan pada tahun 1990-an memiliki dana sebesar 138 juta dollar Amerika yang berasal dari
pinjaman Asian Development Bank ADB senilai 82.8 juta dollar Amerika dan dana dari
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009
57 perintah kota sebesar 53.2 juta dollar Amerika. Sedangkan untuk perbaikan jalan
pemerintah harus mengeluarkan sebesar 8 miliar rupiah melalui APBD. Sasaran proyek MMUDP I ini ada 6 komponen yaitu, mengadakan pelebaran sarana
lalu lintas, pembangunan roil-riok, drainase air limbah, dan lain-lain. Tidaklah mengeherankan bila proyek ini sangat merepotkan karena harus melakukan penggalian di
tengah kota. Berbagai protes muncul menanggapi cara pelaksanaan proyek tersebut dan berbagai kendala dan dampak menyebabkan berbagai keriguan penduduk. Namun, tanpa
dimulai dari yang seperti ini, maka pembangunan kotamadya Medan tak akan pernah menjadi Kota Metropolitan yang didambakan.
26
1. Sektor Air Bersih
Kemudian pada masa pemerintahan Bachtiar jafar, MMUDP pada tahap I yang telah berakhir 1982-1989 kini MMUDP II harus segera dilaksanakan dengan 10 komponen
yang menjadi sasarannya yaitu :
2. Sektor Air Limbah
3. Sektor Drainase
4. Sektor Persampahan
5. Sektor Perbaikan Kampung dan Prasarana Pasar
6. Sektor Jalan-jalan Kota
7. Sektor Pengaturan Lalu Lintas
26
Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II medan, Ibid
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009
58 8.
Sektor Small Town Deli Serdang 9.
Sektor Small Town Binjai 10.
Sektor Pengendalian Banjir
27
Sebagai catatan, sekktor pengendalian banjir hingga belum tercapai sepenuhnya sehingga proyek yang sangat memakan banyak waktu dan biaya ini bias dikatakan gagal
bahkan dengan dana yang besar itu ada pejabat pemerintah yang melakukan korupsi dengan memenggal dana untuk pengendalian banjir dan dana itu untuk selanjutnya masuk ke
kantong pribadi.
3.1.5 Penanganan drainase