Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009
45
2.4 Fluktuasi Banjir di Kota Medan
Akibat pertumbuhan kota dari tahun ke tahun semakin tinggi, maka kehidupan perkotaan yang dialami kota Medan pun tidak terlepas dari keterlibatan penduduknya
mengenai masalah banjir, pada masa penjajahan Belanda, banjir ataupun genangan- genangan air telah banyak ditemukan kota Medan. Dan untuk mengatasi masalah ini,
pemerintah Belanda membuat parit-parit berukuran besar untuk meanmpung genangan- genangan air ini, namun karena pada masa tersebut adalah masa yang sangat kacau
dikarenakan banyaknya pemberontakan-pemberontakan dan masalah politis, sehingga masalah lingkungan ini tidak terperhatikan oleh pemerintah sehingga pelaksanaan drainse
primer yang dibuat oleh pemerinntah Belanda berkesan tergesa-gesa dan tampak belum jadi seutuhnya. Sehingga keoptimalan drainase-drainase ini kurang mencapai sasaran dan pada
puncaknya adalah peristiwa banjir yang tejadi berulang dan terulang kembali hingga saat ini. Selain itu, masalah banjir di kota Medan adalah disebabkan adanya penggundulan hutan
secara besar-besaran dengan tingkat frekuensi penebangan hutan yang terlalu cepat untuk selanjutnya dijadikan lahan perkebunan adalah penyebab utama, berbeda dengan yang
dialami kota Medan pada saat ini. Peristiwa banjir di kota Medan yang hampir rata-rata 10-12 kalitahun sangat
dipengaruhi oleh kondisi Daerah Aliran Sungai DAS Deli dan DAS Belawan di daerah hulu. Mencakup Kabupaten Karo, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan.
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009
46 Bencana banjir di kota Medan sendiri sebagian besar terjadi di sepanjang Sungai
Deli berawal dari pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian 1725 m di atas permukaan laut hingga Selat Malaka dengan panjang 75,8 km mengalir ke kota Medan yang berada di
bagian hilir DAS Deli dengan ketinggian berkisar 0-40 m di atas permukaan laut mempunyai luas DAS Deli seluas 481,62 km². Sungai ini merupakan saluran utama yang
mendukung drainase kota Medan dengan cakupan wilayah pelayanan sekitar 51 dari luas kota Medan.
Daerah Aliran Sungai DAS merupakan unit ekosistem wilayah yang komponen- komponennya terdiri dari subsistem lingkungan lingkungan alam dan subsistem sosial
ekonomi, dimana proses ekologi di dalam subsistem lingkungan berinteraksi dengan proses yang terjadi dalam masing-masing subsistem. Diantara subsistem tersebut, subsistem sosial
dan ekonomi merupakan subsistem yang paling dinamis dan mempunyai potensi untuk berpengaruh positif dan negatif terhadap subsistem alam. Dari uraian tersebut, dapat
dipahami bahwa pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumber daya alam yang dapat pulih renewable seperti air, tanah dan vegetasi ekosistem dalam sebuah DAS dengan
tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS agar dapat menghasilkan hasil air water yield untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan,
peternakan, perikanan dan air minum masyarakat, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi dan sebagainya.
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009
47 Daerah Aliran Sungai DAS memikul beban yang semakin berat sehubungan
dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensif. Di sisi lain, tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang
sistem kehidupan, betapapun berbagai upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah telah dilakukan selama ini, kondisiny masih jauh dari memadai, bahkan terdapat indikasi
belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun. Meningkatnya frekuensi banjir Sungai Deli di kota Medan serta di beberapa wilayah lainnya merupakan indicator betapa
tidak optimalnya kondisi DAS di atas antara lain disebabkan adanya ketidakterpaduan antar sector dan wilayah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut.
Dengan kata lain, masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak belakang.
Ruas-ruas jalan Kota Medan selalu tergenang jika menerima curah hujan, meski curah hujan yang terjadi relatif tidak terlalu lama. Ruas jalan itu adalah Jalan Willem
Iskandar, Jalan Letda Sujono, Jalan Raden Saleh, Jalan Stasiun, Jalan Sisinga Mangaraja, Jalan Sutomo, Jalan Gatot Subroto, Jalan AH Nasution, Jalan Denai, Jalan Brigjen Katamso
dan Jalan Yos Sudarso.
Jumlah itu di luar ruas jalan kecil seperti Jalan Pelita II, Jalan Kapten Jamil Lubis, Jalan Pahlawan, Jalan Tangguk Bongkar, Jalan Selamat dan Jalan Pertahanan. Jika hujan turun
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009
48 lebih deras dan lebih lama, maka genangan airnya akan lebih tinggi dan tidak jarang
merendam rumah warga.
Jumlah ruas jalan yang tergenang itu semakin banyak jika dilihat ke pinggiran Kota Medan yang yang merupakan daerah perbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kota
Binjai. Contohnya, daerah Lau Dendang, Percut, Desa Medan Estate dan Perumnas Mandala Medan yang merupakan bagian Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang.
Demikian juga dengan daerah Sunggal dan Diski, Deli Serdang yang berbatasan langsung dengan Kota Binjai.
Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009
49
BAB III SEJARAH TERJADINYA BANJIR DI KOTA MEDAN 1970-1990
3.1 Peran Serta Pemerintah dan Masyarakat Terhadap Pemeliharaan Drainase 3.1.1 Defenisi Banjir