Kota Medan Menjadi Gemeentee 1918

Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009 38 Dari sini, maka jelaslah perkembangan kampong Medan menjadi sebuah kota bergantung pada jalur transportasi yang ketika itu berupa transportasi air dikarenakan jalur darat yang berupa jalan setapak dan masih dikelilingi hutan belantara dianggap lebih aman dan lebih cepat untuk sampai ke tujuan. Berbeda dari sekarang sungai-sungai ini hanya berupa tempat membuang sampah dan diabaikan kebersihannya menyebabkan sungai tampak kumuh dan kotor. Memang sangat ironis apabila dibadingkan dengan perannya ketika sungai sangat diperhatikan dan dijadikan asset untuk mendapatkan nafkah sehari- sehari.

2.3 Kota Medan Menjadi Gemeentee 1918

Dalam perkembangannya, pada tahun 1909 Medan dijadikan Kota Praja oleh pemerintah Hindia Belanda. Akibat perkembangan yang semakin pesat, pada tahun 1915 Kersidenan Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya menjadi Gubernemen dan gubernur yang pertama adalah H.J. Crijzen. Kelak sultan Deli Makmum Arrasyid memindahkan sebagian tanahnya yang luas menjadi tanah kota pada tahun 1918 untuk menampung perluasan kota. Sampai tahun 1937 kota Medan telah menjadi pusat kegiatan administrasi pemerintah dan ekonomi. 17 17 Koestoro, Lucas Partanda, dkk., Medan, Kota di Pesisir Timur Sumtaera Utara dan Peninggalan Tuannya, Medan : Balai Arkeologi Medan, 2006, hlm. 22 Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009 39 Ketika Gemeentee Medan dibentuk tahun 1918, yang menjadi kepala pemerintahan adalah seorang burgermeester dibantu oleh sebuah raad majelis yang pada permulaannya beranggotakan 15 orang yang diangkat pemerintah. Daniel Baron MacKay adalah orang yang pertama kali menjabat sebagai burgermeester kota Medan. Gemeentee Medan untuk pertama kalinya memiliki dana bagi peremajaan kotanya sebesar 32.000 gulden. Dana ini dipergunakan bagi banyak masalah pengairan dan sumber daya air seperti untuk keperluan penyediaan air minum di kota Medan, membiayai pembersihan saluran-saluran air drainase dan pembiayaan pompa pemadam kebakaran yang ketika itu telah dibentuk volksraadnya. Dana yang cukup besar ini diperoleh antara lain terdiri dari : 1. Tunjangan yang diberikan oleh Kerajaan Deli 2. Kontribusi suka rela yang diberikan oleh penduduk di kota Medan, ini adalah tindakan yang secara halus meminimalkan keraguan masyarakat akan pajak tanah yang terlalu tinggi sehingga dikatakan hanya sebagai hibah. 3. Hasil dari sewa pasar, tanah dan sawah serta bangunan-bangunan di kota Medan. Sebelum mendapat hak untuk menjalankan pemerintahan otonom sepenuhnya, Gemeentee Medan lebih dahulu menjalani masa peralihan dalam pemerintahannya selama lebih kurang 9 tahun. Selama masa peralihan itu, Gemeentee Medan belum mempunyai Burgermeester walikota dan masih berada di bawah kekuasaan Asisten Residen Deli dan Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009 40 Serdang. Karena pada masa itu secara struktural wilayah kota Gemeentee Medan merupakan salah satu wilayah pemerintahan yang langsung tunduk pada pemerintahan Deli dan Serdang yang dipimpin Asisten Residen. Dalam keadaan yang demikian itu, pemerintah kolonial membentuk Gemeenteeraad Dewan Kota untuk menjalankan pemerintahan Gemeentee Medan. Dewan Kota tersebut diketuai oleh Asisten Residen Deli dan Serdang Pemilihan anggota Dewan Kota berdasarkan sistem golongan yaitu : 10 orang Eropa, 5 orang Bumiputera Indonesia dan 2 orang Timur Asing. Nama-nama pejabat tersebut adalah : I. Anggota dari bangsa Eropa : 1. Tj. Dijkstra 2. J.M. Groenewegen 3. J.N. Helissen 4. T.W. Rossum 5. Ir. K.K.J.L. Steinments 6. Mr. H.W.B. Thien 7. Ir. M. Velkenburg 8. Mr. G. Van der Veen 9. J. de Waard 10. Dr. J. W. Wolff Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009 41 II. Anggota dari bangsa Pribumi : 1. Abdullah Lubis 2. Arsjad glr. Datuk Sinaro Rajo 3. Mohammad Arif Tujung 4. Raden Nurngali 5. Raden Pirngadi III. Anggota dari bangsa Timur Asing 1. Gan Host Soei 2. Jap Soen Tjhay 18 Dilihat dari segi kebangsaan, hal tersebut sangat kontras bahwa bangsa Eropa memegang sebagaian besar peran menentukan pemerintah dan pelaksanaannya membentuk kota Medan, dari segi nasionalisasi hal ini menyebabkan ketidakadilan dan dengan begitu menciptakan cikal bakal ketidakharmonisan antara masyarakat pribumi dan bangsa Eropa yang selanjutnya akan menyebabkan berbagai pemberontakan dan rencana awal yang seharusnya dapat memperindah wajah kota Medan menjadi terhambat dan terhenti begitu saja tanpa ada perbaikan-perbaikan. Walikota juga merangkap ketua dari gemeenteraad, yang bersama-sama menjalankan pekerjaan sehari-hari dengan Raad van Burgermeester en Wathouders 18 Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II medan Op Cit, hlm. 122 Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009 42 Dewan Pemerintahan Kota. Dari uraian ini didapatlah bahwa dibentuknya gemeenteeraad sebagai suatu dewan kota agar kiranya gemeentee kota Medan dalam melaksanakan perencanaan dan pembangunan selalu melibatkan masyarakat atau stakeholder melalui dewan tersebut yang artinya cikal bakal dewan kota yang sudah terbentuk pada 1 April 1909 dan pada saat pertama kalinya kota Medan dibentuk adalah suatu hal yang perlu dicontoh, dipedomani utnuk perencanaan dan pelaksanaan kota Medan. Perkembangan kota Medan yang pesat menjadikan Medan sebuah kota yang modern yang ditandai dengan gaya bangunan yang bersifat mendunia. Banyak orang yang mengatakan bahwa kota Medan menjadi sangat unik di Hindia Belanda, karena telah menjadi kota bergaya Eropa dalam nuansa Inggris. Hal ini disebabkan antara lain karena kuatnya pengaruh Singapura pada kolonial Inggris yang berimbas pada gaya bangunan di kota Medan. Pada tahun 1911, Gemeentee Medan mulai membentuk Gementee Werken yang berarti Dinas Pekerjaan Umum untuk kotapraja Medan. Di samping itu, pada tahun yang sama kotapraja Medan mulai memberlakukan Pajak Tontonan. Dan pada tahun itu pulalah layanan pos mengalami perkembangan baru, karena gedung kantor pos Medan telah dibangun pada lokasi yang berseberangan dengan bangunan Hotel De Boer dengan begitu bangunan kantor pos juga memperindah kotapraja Medan yang baru mulai tumbuh dan berkembang. Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009 43 Selain itu, pada 5 Maret 1909 dikeluarkannya Surat Keputusan pemerintah Hindia Belanda di Bogor dan ditandatangani oleh Gubernur Jenderal J.B. Van Heutsz. Pada pasal 3 menyebutkan sebagai berikut : “Di dalam kotapraja Medan, di luar tanah-tanah di bawah penguasaan militer, tidak disediakan uang dari Keuangan Umum Hindia Belanda untuk keperluan : a. Pemeliharaan,. Perbaikan dan pembaruan dan pembangunan jalan-jalan dengan pekerjaan-pekerjaan yang temasuk di dalamnya, seperti penanaman pohon-pohon, pembikinan tebing-tebing jalan dan sungai, benteng-benteng, pinggir-pinggir jalan, selokan-selokan, perigi-perigi, batu kilometer, papan nama, jembatan-jembatan, bubusanbubusan, turap-turap, dinding-dinding beton di pinggir sungai; juga darii pekerjaan-pekerjaan lain untuk kepentingan umum sepertilapangan-lapangan, kebun-kebun, parit-parit pembuangan air, saluran-saluran parit untuk menyiram roil, pekerjaan-pekerjaan untuk memperoleh atau membagi air minum, air pencuci, rumah potong, pasar-pasar, pajak-pajak los-los pasar dan lain-lain.; b. Penyiraman jalan-jalan umum, pengangkutan sampah-sampah sepanjang jalan-jalan umum, lapangan-lapangan dan kebun-kebun.; c. Penerangan jalan-jalan.; d. Pemadam kebakaran.; Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009 44 e. Tanah-tanah pekuburan.; dengan oengertian bahwa untuk pembangunan pekerjaan- pekerjaan yang luar biasanya mahalnya, dapat diberikan subsidi oleh pemerintah. 19 Dari sumbber tersebut, maka sudah sejak masa penjajahan Belanda pengurusan maslaah banjir yaitu dengan pembuatan sdaluran-saluran dan drainase sudah dikerjakan namun hingga kini maslaah ini memang membutuhkan tenaga, pikiran dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, permasalahan yang sudah mengakar ini untuk selanjutnya dapat dipecahkan melalui metode-metode baru yang dulu tidak diambil oleh pemerintah kota Medan. Demikianlah, selain pembangunan-pembangunan drainase untuk menambah kesan kota yang akan dimiliki gemeentee medan, pemerintah HIndia Belanda melakukan berbagai pembangunan dan begitu pula infrastruktur untuk menyokong kebutuhan masyarakatnya seperti pemenuhan kebutuhan kehidupan kota. Pemenuhan kebutuhan kehidupan sebuah perkotaan juga berhubungan dengan pusat perbelanjaan. Di Kota Medan, pada bulan Maret 1933 diresmikanlah pusat pasar yang menempati areal di sekitar Jalan Soetomo, yang saat itu adalah Wilhelminestraat, dan Jalan Sambu Hospitalweg. Pusat pasar itu meliputi empat bangunan besar dan panjang yang megah. Diceritakan bahwa intelektual Belanda yaitu burgermeester G. Pitlo pada saat itu sangat kagum pada kebudayaan Perancis. Dan Karena itu ia membangun Centrale Passer seperti bangunan Les Halles Pasar Sentral di Paris. Demikian pula halnya dengan bentuk dan pola taman-taman di Medan. 19 Tim Penguumpulan, Penelitian dan Penulisan Sejarah Perkembangan pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II medan , Op Cit, hlm. 90 Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009 45

2.4 Fluktuasi Banjir di Kota Medan