Debit Banjir Defenisi Sungai

Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009 51 sering berdampak langsung kepada seluruh anggota masyarakat yang terkena banjir yang melanda daerah permukiman dan perumahan mereka. 21 Pada tanggal 23 Desember 1992 dimana seluas 1.513 Ha areal tergenang air dengan kedalaman 1.5 meter meliputi daerah pemukiman, jalan, perkebunan dan transportasi umum di sepanjang aliran sungai Sei Badera. Kecamatan Medan Marelan merupakan daerah yang paling banyak terkena dampak dari sering meluapnya air sungai Sei Badera yang mengakibatkan banjir setiap tahunnya. Akibat dari banjir tersebut ialah lumpuhnya kegiatan perekonomian masyarakat dan menghancurkan lahan areal pertanian dan perkebunan penduduk serta sarana transportasi berupa jalan dan jembatan. 22

3.1.2 Debit Banjir

Banjir itu sendiri dapat dilihat dari debit banjir dan volume air sungai yang meluap meskipun dalam setiap kasus banjir debit dan volume banjir berbeda-beda. Penelitian banjir di kota Medan dapat diperoleh melalui kegiatan analisis hidrologi yang secara umum hasilnya dapat berupa debit banjir maksimum, volume banjir, atau hidrograf banjir. Metode rasional bertujuan untuk memperkirakan debit puncak. Rumus yang digunakan adalah Qp = k C I A Dimana Qp : Debit puncak m 3 detik 21 Haldun, Muhammad, Implikasi Normalisasi Sungai Sei Badera Terhadap Permukiman Masyarakat di Kecamatan Medan Marelan Thesis, Medan : Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2008, hlm. 75-76 22 Haldun, Muhammad,Op Cit, hlm. 11 Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009 52 k : 0,278 C : Koefisien limpasan tergantung pada karakteristik DAS I : Intensitas hujan selama waktu konsentrasi mmjam A : luas DAS km 2 23 Yang dimaksud dengan sungai adalah sungai secara umum, baik sungai besar maupun sungai kecil. Sungai merupakan refleksi dari daerah yang dilaluinya. Faktor-faktor seperti kualitas air unsur kimia dan temperatur, habitat yang ada flora dan fauna, kondisi hidrolik sungai debit muka air, frekuensi aliran dan lain-lain, dan morfologi sungai dapat dipakai sebagai indikator untuk menganalisa kondisi daerah aliran sungai tersebut. Jika di daerah sekitar sungai banyak aktifitas dengan kualitas penjernihan air limbah yang tidak memadai, maka kualitas air sungai terutama sungai kecil dan menengah tersebut juga akan terlihat jelas menurun. Jika suatu daerah relatif tandus, maka akan direkam oleh sungi kecil yang direfleksikan ke dalam bentuk kurva hidrografiknya dengan waktu mencapai puncak yang pendek dan debit puncak yang tinggi serta waktu kering yang lama.

3.1.3 Defenisi Sungai

24 23 Hasibuan, Gindo Maraganti., Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan Terpadu dalam Pengelolaan banjir di Kota Medan Studi Kasus Banjir Kota Medan, Medan, 2005, hlm. 31 24 Maryono, Agus., Ekohidrolik Pembangunan Sungai, Menanggulangi Banjir dan Kerusakan Lingkkungan Wilayah Sungai, Yogyakarta : Magister system Teknik Program Pasca Sarjana UGM, 2005, hlm. 27 Piolina : Banjir Di Kota Medan : Suatu Tinjauan Historis 1971-1990-An, 2009. USU Repository © 2009 53 Sungai merupakan komponen ekodrainase utama pada system sungai yang bersangkutan. Konsep alamiah ekodrainase adalah bagaimana membuang air kelebihan selambat-lambatnya ke sungai. Sehingga sungai-sungai alamiah mempunyai bentuk yang tidak teratur, belokan-belokan dan lain-lain. Bentuk-bentuk ini pada hakikatnya berfungsi untuk menahan air supaya tidak dengan cepat mengalir ke hilir serta menahan sediment. Di samping itu drainase juga berperan dalam rangka menurunkan enerji air tersebut. Sungai alamiah umumnya memiliki angka kekasaran dinding yang tinggi. Jika dibandinngkan dengan sungai yang telah diluruskan, sungai alamiah memiliki kemampuan mengalirkan debit aliran lebih kecil pada tinggi muka air yang sama. Pada proyek renovasi sungai renaturalisasi perlu dipertimbangkan kenaaikan muka air akibat kenaikan kekasaran dinding sungai.

3.1.4 Kondisi drainase