Pemberian ASI Eksklusif Pola Asuh
mengalami stunting dapat disebabkan karena asupan makan yang kurang dan penyakit yang dialami anak. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui anak memang terbilang sulit makan dan memiliki penyakit pernapasan. Menurut Adair dan Guilkey dalam
Rahayu, 2011, pada usia 2 tahun pertama, diare dan penyakit pernapasan merupakan penyebab utama yang dapat meningkatkan
kejadian stunting. Rendahnya perilaku pemberian ASI eksklusif dalam
penelitian ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan tentang ASI eksklusif oleh orang tua. Selain itu alasan yang menyebabkan
anak tidak diberikan ASI eksklusif karena ibu anak lebih megikuti kemauan orang tua atau mertuanya agar anak diberikan makanan
lain sebelum usia 6 bulan. Informasi ini didapatkan dari kader posyandu yang mengatakan bahwa masih banyak ibu yang tinggal
dengan orang tuanya. Sehingga terkadang perilaku ibu dalam merawat anak ditentukan oleh orang tua atau mertuanya.
Selain itu, alasan tidak diberikannya anak ASI eksklusif dalam penelitian ini dimungkinkan karena ketika lahir sebagian
besar anak mempunyai berat badan lahir rendah. Bayi yang lahir rendah memerlukan tata laksana nutrisi khusus, salah satu sebabnya
adalah karena terbatasnya cadangan nutrisi tubuh. Saat ini penatalaksanaan BBLR selalu merupakan tantangan bagi tenaga
kesehatan Perkumpulan Perinatologi Indonesia, 2013. Ungkapan diatas sesuai dengan apa yang dialami oleh 1 informan dimana
ketika berat badan anak kecil, bidan dan kader posyandu menyarankan agar ibu memberikan makanan lain sebelum usianya
6 bulan dengan alasan menambah berat badan anak. Padahal menurut UNICEF, makanan terbaik bagi bayi dengan berat badan
lahir rendah, termasuk bayi yang lahir prematur adalah ASI dari ibunya sendiri.
Faktor ibu bekerja juga dapat menjadi penghalang diberikannya anak ASI eksklusif. Dalam masa globalisasi sekarang
banyak ibu yang bekerja. Keadaan ini menjadi kendala ibu memberikan ASI eksklusif kepada anak IDAI, 2013. Dalam
penelitian, ibu yang bekerja memilki waktu yang kurang dengan anak, sehingga ASI digantikan dengan susu formula dan perawatan
anak diserahkan kepada tetangga. Alasan terakhir mengapa ibu tidak memberikan ASI eksklusif
karena ibu melahirkan katika usia kehamilan sekitar 8 bulan. Alasan tersebut dapat dijelaskan karena bayi orang tua yang
melahirkan prematur seringkali mengalami kesulitan dalam pemberian ASI. Bayi yang lahir prematur terkadang harus di rawat
pada ruang intensif karena belum matangnya fungsi organ. Hal tersebut dapat menjadi hambatan, khususnya dalam pemberian ASI
IDAI, 2013. Dalam penelitian ini, bukan anak yang dirawat karena lahir prematur tetapi ibu. Keadaan seperti ini membuat
perawatan anak diserahkan kepada neneknya, yang dimungkinkan juga karena kurangnya pengetahuan tentang ASI eksklusif anak
sudah diberikan makanan lain seperti air tajin ketika umur anak baru beberapa hari.
Meskipun demikian, terdapat 1 informan yang memberikan ASI eksklusif dengan alasan untuk kekebalan tubuh anak yang
lebih baik. Setelah diteliti, ternyata perilaku baik ibu tersebut mungkin dipengaruhi oleh saudaranya yang merupakan kader
posyandu. Ketika kader tersebut diwawancarai, ia menjawab memang benar ibu baduta sering diberikan nasihat agar anak
diberikan ASI eksklusif. Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa perilaku seseorang
dipengaruhi oleh pengetahuan yang diberikan orang lain. Pengetahuan mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif dapat
diperoleh dari kader posyandu. Hal ini terbukti dari pengalaman 1 informan yang memberikan ASI eksklusif karena mendapat
dorongan dan pengetahuan dari saudaranya yang merupakan kader posyandu. Iswarawanti 2010, mengatakan salah satu tugas kader
adalah melakukan penyuluhan gizi serta kunjungan ke rumah ibu menyusui dan ibu yang memiliki balita. Kader diharapkan dapat
berperan aktif dan mampu menjadi pendorong, motivator, dan penyuluh masyarakat. Dalam mendukung pemberian ASI eksklusif,
menurut UNICEF, terdapat 4 poin mengenai peran yang dapat dilakukan kader mengenai 10 pesan hidup sehat dalam kedaruratan.
Pertama, mendata jumlah bayi, ibu hamil dan menyusui. Kedua, mengumpulkan ibu hamil dan ibu menyusui dalam suatu tempat
atau pertemuan. Ketiga, kader mendengarkan keluhan keluhan ibu yang berkaitan dengan ASI eksklusif dan kesehatan lainnya dan
mencari solusi bersama-sama. Keempat, memberikan perhatian dan informasi yang diperlukan kepada ibu hamil dan ibu menyusui
tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan
ibu hamil dan menyusui adalah melakukan kegiatan kelas ibu hamil di setiap posyandu yang kemudian menjelaskan masalah penting
dalam pola asuh seperti pentingnya pemberian ASI eksklusif. Dengan diberikannya pengetahuan ini diharapkan ibu mau
mengikuti anjuran dan nasihat yang telah diberikan. Berdasarkan hasil wawancara kepada salah satu kader, di wilayah posyandunya
sering diberikan penyuluhan dan kelas ibu hamil setiap bulan di posyandu. Hasilnya, menurut bidan tersebut, cakupan perilaku
kesehatan seperti pemberian ASI eksklusif dan kedatangan anak ke posyandu lebih tinggi atau bahkan paling tinggi dibandingkan
dengan posyandu lain di wilayah tersebut. Mengenai lamanya pemberian ASI, 2 informan masih
memberikan ASI sampai sekarang, 1 anak berusia 18 bulan dan akan diteruskan hingga sekitar 2 tahun. Sedangkan anak lainnya
berusia 24 bulan. Dua informan lainnya memberikan ASI sampai 7 dan 12 bulan. Global Strategy for Infant and Young Child Feeding
merekomendasikan pemberian ASI untuk dilanjutkan hingga anak berusia 2 tahun WHO, 2003.
Berdasarkan rekomendasi diatas, 2 informan sudah memilki perilaku yang baik karena memberikan ASI sampai usia anak 2
tahun. Satu informan lain tidak memberikan ASI sampai 2 tahun dikarenakan kesibukan ibu bekerja. Sedangkan 1 informan lainnya
tidak memberikan ASI sampai 2 tahun karena produksi ASI yang kurang dan kurangnya dukungan dari suami. Informasi ini
diperoleh dari hasil wawancara kepada informan keluarga yang merupakan suami dari informan utama.
Berdasarkan penjelasan diatas, dukungan orang terdekat seperti suami dan orang tua sangat diperlukan untuk mendorong
ibu agar mau memberikan anaknya ASI eksklusif. Penelitian Ramadhani dan Hadi 2010 mengatakan dukungan suami dapat
berperan dalam pemberian ASI eksklusif. Dalam penelitian tersebut dijelaskan, seluruh ibu menilai perhatian yang mereka dapatkan
dari suami tidak berkurang, suami tidak pernah mengeluhkan perubahan bentuk tubuhnya setelah melahirkan atau menyusui bayi,
bahkan sebanyak 80 ibu dalam penelitian itu mengatakan suaminya menyarankan untuk menyusui bayi.
Lebih lanjut, penelitian Ramadhani dan Hadi 2010 mengatakan,
dukungan dari
petugas kesehatan
dapat mempengaruhi dukungan suami dan pemberian ASI eksklusif. Hal
tersebut dimungkinkan karena sewaktu ibu memeriksa kehamilan, bersalin, dan kunjungan neonatal, suami ikut mendengarkan
penjelasan petugas kesehatan mengenai ASI eksklusif dan
manfaatnya sehingga suami terpengaruh dan termotivasi untuk memberikan dukungan secara maksimal kepada ibu untuk
memberikan ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan. Selain berasal dari petugas kesehatan, pengetahuan akan
pentingnya pemberian ASI dapat diperoleh dari pengetahuan agama, dimana Allah SWT berfirman :
―Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan....‖Al-Baqarah : 233
Melihat ayat Al-Quran diatas, mengingatkan kepada kita bahwa tidak hanya petugas kesehatan saja yang dapat memberikan
pengetahuan tentang pemberian ASI kepada anak. Namun, tokoh agama seperti ustadz pun dapat memberikan pengetahuan tentang
perintah menyusui kepada masyarakat melalui ceramah ataupun pengajian-pengajian. Islam sebagai agama yang sempurna, sudah
menganjurkan kepada para ibu untuk menyusui anaknya sampai 2 tahun. Hal ini merupakan petunjuk langsung dari Allah kepada para
ibu, sehingga tidak mungkin dapat diabaikan begitu saja. Ibu yang mengetahui dan mengerti, tentu dengan mudah dan ringan
melaksanakan petunjuk yang terdapat dalam Al-Quran tersebut.
Untuk lebih meningkatakan pengetahuan masyarakat terutama ibu hamil dan menyusui akan pentingnya pemberian ASI,
Pihak puskesmas dapat berkoordinasi dengan meminta kepada tokoh agama setempat seperti ustadz agar memberikan materi
tentang perintah Allah yang menganjurkan pemberian ASI kepada para ibu dalam ceramah atau pengajian-pengajian yang dilakukan.
Dalam penelitian ini 1 informan yang memberikan ASI eksklusif kepada anaknya mungkin saja disebabkan karena suami
dari informan tersebut merupakan guru mengaji yang mungkin mengetahui anjuran pemberian ASI dalam Al-Quran, sehingga
mendorong istrinya untuk memberikan ASI eksklusif selain pengaruh yang diberikan oleh saudaranya yang merupakan kader
posyandu.