Pola Pencarian Layanan Kesehatan

pengetahuan ibu terhadap akses terhadap informasi dan layanan kesehatan dan gizi Fema IPB dan Plan Indonesia, 2008. Pelayanan kesehatan adalah akses anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan. tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan, kurang pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga dalam memanfatkan pelayanan kesehatan yang ada. Hal ini akan berdampak pada status gizi anak. Makin rendah jangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka makin tinggi risiko terjadinya gizi kurang Amir, 2009. Upaya pemeliharaan status gizi balita dapat dilakukan dengan memanfaatkan akses pelayanan kesehatan dan penatalaksanaan kasus secara benar dan tepat waktu dengan cara memonitor pertumbuhan balita setiap bulan secara rutin dan teratur Hidayat dan Jahari, 2012. Aktifnya balita ke posyandu mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemantauan kesehatannya. Balita yang aktif ke posyandu akan mendapatkan penimbangan berat badan, pemeriksaan kesehatan, pemberian makanan tambahan dan penyuluhan gizi. Kehadiran ke posyandu merupakan indikator terjangkaunya pelayanan kesehatan bagi balita. Karena dengan hadir ke posyandu balita akan mendapatkan imunisasi, dan pemberian yang lain seperti kapsul vitamin A Welasasih Wirjatmadi, 2012. Penelitian Hidayat dan Jahari 2012 yang menganalisis data Riskesdas terhadap 70210 rumah tangga, didapatkan informasi bahwa rumah tangga balita yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di posyandu memiliki lebih banyak balita yang berstatus gizi baik menurut indikator BBU. Selain itu, didapatkan pula informasi bahwa berdasarkan indikator BBTB, rumah tangga yang memanfaatkan posyandu memiliki lebih banyak balita yang tidak kurus dibandingkan dengan balita yang tidak pernah ke posyandu. Pengambilan data terkait pola pencarian layanan kesehatan dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan telaah dokumen. Instrumen yang dugunakan yaitu pedoman wawancara mendalam tentang pola pencarian layanan kesehatan dan buku KIA serta pencatatan di posyandu.

2.2.6 Praktik Higiene dan Sanitasi Lingkungan

Masalah gizi dapat disebabkan karena perilaku tidak higienis yang dapat menyebabkan penyakit infeksi WHO, 2007. Praktik higiene anak biasanya tergantung pada perilaku yang dicontohkan oleh ibu maupun lingkungannya. Kebiasaan higiene yang baik perlu dibiasakan dari kecil yang diharapkan akan terus dilakukan sampai dewasa Fema IPB dan Plan Indonesia, 2008. Kebersihan tubuh, makanan, dan lingkungan berperan penting dalam pemeliharaan kesehatan anak dan upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar, menjadi fokus WHO untuk mengurangi timbulnya penyakit infeksi seperti diare CORE, 2003. Faktor perilaku higiene dapat berpengaruh penting terhadap masalah gizi meskipun faktor ini bukan merupakan faktor langsung. Perilaku higiene berpengaruh terhadap penyakit infeksi yang umumnya dialami oleh sebagian besar balita, seperti diare dan ISPA. Kedua penyakit ini mempunyai pengaruh langsung terhadap status gizi balita. Jika balita mengalami penyakit ini maka nafsu makannya akan berkurang yang menyebabkan asupan gizinya ikut berkurang. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama dengan frekuensi berkali-kali maka akan berdampak pada masalah gizi kurang Ulfani dkk, 2011. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi proses tumbuh kembang balita. Peran orang tua dalam perilaku kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang sehat sangat diperlukan balita dalam proses pertumbuhannya Azis dan Muzakkir, 2014. Pola asuh anak dalam higiene perorangan, kesehatan lingkungan dan keamanan anak berkaitan dengan kemampuan ibu menjaga anak agar tetap bersih, mendapat lingkungan yang sehat, dan terhindar dari cedera dan kecelakaan. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan orang tua untuk memandikan anak, kebersihan pakaian dan bagian tubuh anak, ganti popok ketika akan tidur. Selain itu dibutuhkan pula kemampuan ibu untuk menjaga kebersihan pada tempat tidur anak, kamar anak dan lingkungan anak bermain Ayu, 2008.

Dokumen yang terkait

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 12-36 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANDUAGUNG KABUPATEN LUMAJANG

4 21 22

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH GIZI DAN KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 6-24 BULAN (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang Tahun 2014)

7 30 193

Gambaran Pola Asuh Makan Pada Baduta Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamulya Tahun 2012

17 271 140

Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status gizi pada Balita Usia 4–12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora tahun 2006

2 7 86

Hubungan Pola asuh makan dan Status gizi dengan Perkembangan anak usia 6-24 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Plus, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima.

0 0 4

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2016

0 0 12

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018

1 5 10

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WONOSARI I SKRIPSI

0 0 13

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATTINGALLOANG KECAMATAN UJUNG TANAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2010

0 0 102

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING ANAK USIA 24-59 BULAN DI POSYANDU ASOKA II WILAYAH PESISIR KELURAHAN BAROMBONG KECAMATAN TAMALATE KOTA MAKASSAR TAHUN 2014

0 0 113