Ruang Lingkup Penelitian PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stunting

2.1.1. Pengertian

Menurut WHO 1997, stunting merupakan proses pertumbuhan linear yang terhambat karena status kesehatan yang kurang optimal dan atau masalah gizi. Menurut UNICEF stunting adalah keadaan dimana tinggi seorang anak kurang dari -2 standar deviasi dari ketinggian rata-rata untuk umur berdasarkan standar yang ditetapkan. Menurut Onis dkk 2012, stunting didefinisikan sebagai proporsi anak-anak yang memiliki panjang atau tinggi badan dibawah -2 SD berdasarkan standar WHO.

2.1.2. Dampak Stunting

Masalah kurang gizi termasuk stunting dapat menyebabkan kerusakan permanen. Hal ini terjadi bila seorang anak kehilangan berbagai zat gizi yang penting untuk tumbuh kembangnya, kekebalan tubuh, dan perkembangan otak yang optimum. Anak yang mengalami gizi kurang akan menjadi kurang berprestasi di sekolah dan kurang produktif pada saat dewasa Depkes, 2012. 15 Stunting terjadi akibat kekurangan gizi berulang dalam waktu lama pada masa janin hingga 2 tahun pertama kehidupan seorang anak. Tingginya prevalensi BBLR akibat tingginya prevalensi KEK pada ibu hamil. BBLR dapat meningkatkan angka kematian bayi dan balita, gangguan pertumbuhan fisik dan mental anak, serta penurunan kecerdasan. Anak yang stunting mempunyai resiko kehilangan IQ 10-15 poin Bappenas, 2013. Ancaman rendahnya produktivitas dan kualitas sumber daya manusia ke depan akibat stunting merupakan hal yang tidak bisa diremehkan. Namun yang disayangkan, masyarakat belum menyadari masalah ini karena anak yang pendek atau stunting terlihat sebagai anak dengan aktivitas yang normal, tidak seperti anak yang kekurangan gizi Depkes, 2012.

2.1.3. Penyebab

Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian utama saat ini adalah stunting. Menurut WHO 1997, secara populasi stunting berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang buruk dan peningkatan risiko seringnya anak terkena penyakit serta praktik pemberian makan yang kurang baik. Sedangkan menurut Depkes 2012, anak yang mengalami stunting lebih banyak disebabkan karena rendahnya asupan gizi dan penyakit yang berulang akibat lingkungan yang tidak sehat. Masalah gizi kronis pada balita dapat disebabkan karena asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu

Dokumen yang terkait

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 12-36 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANDUAGUNG KABUPATEN LUMAJANG

4 21 22

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH GIZI DAN KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 6-24 BULAN (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang Tahun 2014)

7 30 193

Gambaran Pola Asuh Makan Pada Baduta Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamulya Tahun 2012

17 271 140

Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status gizi pada Balita Usia 4–12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora tahun 2006

2 7 86

Hubungan Pola asuh makan dan Status gizi dengan Perkembangan anak usia 6-24 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Plus, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima.

0 0 4

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2016

0 0 12

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018

1 5 10

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WONOSARI I SKRIPSI

0 0 13

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATTINGALLOANG KECAMATAN UJUNG TANAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2010

0 0 102

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING ANAK USIA 24-59 BULAN DI POSYANDU ASOKA II WILAYAH PESISIR KELURAHAN BAROMBONG KECAMATAN TAMALATE KOTA MAKASSAR TAHUN 2014

0 0 113