Praktik Kesehatan Dasar Gambaran Pola Asuh

sering dialami anak adalah panas, batuk, dan diare serta terdapat 1 anak yang memilki penyakit asma . Untuk imunisasi anak, didapatkan hasil bahwa semua baduta diimunisasi lengkap sebelum usia 1 tahun, tetapi, untuk imunisasi tambahan yang dilakukan sekitar usia satu setengah dan dua tahun, semua anak belum diimunisasi atau terlewat waktu melakukan imunisasi karena tidak bisa datang ke posyandu. Berikut kutipannya : ―Imunisasi anak Alhamdulillah kumplit, kumplit, lengkap. Entar kan setahun tiga bulan eh setahun lima bulan ada eee apa yah kata bidan Nur yah?? Katanya umur setahun setengah sama 2 tahun disuntik lagi, suntik tambahan katanya‖ Informan utama Sh Berdasarkan wawancara dengan informan pendukung yang berasal dari keluarga terdekat pengasuh utama dan 3 orang kader posyandu, didapatkan hasil yang sama bahwa semua baduta diimunisasi lengkap sebelum usia 1 tahun. Namun, ketika peneliti meminta untuk melihat buku KIA yang dimiliki, 3 dari 4 informan tidak bisa memberikan buku itu dengan alasan bukunya sudah tidak ada, ditinggal di posyandu, dan ditaruh di kampung dan tidak bisa diambil. Setelah dilihat, informan yang memberikan buku KIA memang telah melakukan imunisasi dengan lengkap. Berdasarkan hasil observasi, didapatkan gambaran bahwa 3 anak dibiarkan main tanpa pengawasan dalam keadaan sedikit kotor didepan dan lingkungan rumah yang terdapat banyak sampah serta beberapa kandang unggas, disana mereka bermain tanah, pasir, dan bermain kotor-kotoran. Ketika bermain di luar rumah, 2 anak terlihat tidak memakai alas kaki dan suka memasukkan jari ke dalam mulut. Mengenai jajan anak, 1 informan terkadang memberikan jajan anak karena kalau tidak dikasih akan menangis, 1 anak terlihat jajan yang mempunyai rasa gurih seperti ciki atau kerupuk yang berbumbu, sedangkan 2 anak lainnya terlihat jajan permen dan es. Terdapat pula anak yang jajan dari penjual jajan anak keliling seperti cilok ataupun basreng. Ketika wawancara, 1 informan mengakui tempat bermain anak memang kurang baik karena kotor, anak jarang mendapat pengawasan, dan tidak memakai alas kaki ketika bermain. Namun, terlihat perbedaan hasil observasi diatas dengan informasi dari 3 informan utama. Berdasarkan hasil wawancara, hal yang dilakukan pengasuh utama agar anak tidak terkena penyakit yaitu, anak harus dijaga makannya, jangan jajan sembarangan, lebih banyak waktu di rumah dan tidak sering keluar rumah dengan alasan banyak virus. Selain itu, 1 informan mengatakan untuk tetap menjaga kebersihan anak, informan lainnya mengatakan kalau anak main harus selalu diawasi. Berikut kutipannya : ―Kata bidan Nur sih anak jangan suka diajak main keluar, di rumah aja, kata bidan nur gitu. Jadi kan diluar tuh banyak virus- viruuus, kata bidan Nur gitu. Kata mencegahnya juga kita harus ngasih jajannnya jangan sembarangan, gitu aja sih‖ Informan utama Sh ―Eeeee, apa yah?? Makanannya sih kayanya ya, dari makanannya harus dijaga, makannya harus bener-bener dijaga. Jaganya diliat kalo misalkan minum ini ga cocok, apa yang harus dia minum gitu, makanan juga begitu. Terus kalo lagi main, main juga harus dijaga, diliat mainnya, main kotor-kotoran atau apa gitu, kan itu juga nyebabin penyakit juga, kalo dia main selalu diawasin, kalo engga sama mamahnya, ya sama ayahnya‖ Informan utama Y Mengenai pengawasan ketika jajan, peneliti melakukan wawancara kepada informan keluarga. Hasil yang didapat yaitu anak kadang jajan tidak teratur, sering jajan di penjual keliling, anak kadang diawasi minum es tetapi terkadang dikasih pula, terkadang anak memaksa jajan walupun dilarang. Ketika anak jatuh sakit, yang dilakukan ibu berdasarkan wawancara mendalam kepada informan utama adalah memberikan penanganan pertama. Seluruh informan utama memiliki kebiasaan yang berbeda-beda ketika menangani anak yang baru terkena penyakit. Satu informan mengatakan hal yang pertama dilakukan yaitu mencari obat penurun panas, ketika penyakit masih berlanjut baru dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Dua informan mengatakan langsung membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau klinik dokter karena panik. Satu informan lainnya mengatakan melihat terlebih dahulu penyakitnya, kemudian anak dikerik dan diminumkan paracetamol kalau anak panas. Jika sakit masih berlanjut anak baru dibawa ke puskesmas tetapi hal ini jarang dilakukan karena informan mengaku lebih memilih diobati di rumah saja karena penyakit tidak terlalu parah ditambah lagi dengan jarak ke puskesmas yang lumayan jauh. Berikut kutipannya : ―Kalo anak sakit ya yang pertama saya lakuin nyari obat turun panas kalo dia panas, kalo untuk penyakit lain, langsung berobat ke sari asih, kalo engga ke puskesmas, gitu aja sih saya mah‖ Informan utama Sh ―Liat sakitnya dulu, tergantung sakitnyaa, kalo misalkan kaya kemaren kan mencret-mencret tuh, coba dikeriiiik, kalo udah lumayan, oooh yaudah, paling diminumin paracetamol kalo badannya panas. Kalo masih berlanjut baru dibawa ke puskesmas. Ke puskesmas sih jarang, kalo sama saya sih baru kemaren dibawa ke puskesmas, soalnya kan kalo ga terlalu parah, paling dikasih obat aja dari rumah‖ Informan utama Y Berdasarkan hasil wawancara dengan informan keluarga, terdapat sedikit perbedaan dimana 1 informan utama mengatakan langsung membawa anaknya ke puskesmas atau rumah sakit. Namun informasi tersebut berbeda dengan apa yang dikatakan oleh keluarga dimana ketika anak sakit hal yang pertama dilakukan adalah diurut, jarang dibawa ke dokter atau rumah sakit, jika panas belum juga turun baru kemudian anak berobat ke puskesmas. Berikut kutipannya: ―Pertama diurut, kaga dibawa ke dokter, engga, asal udah diurut sembuh, kadang kadang kalo panasnya ga turun baru dibawa ke puskesmas. ‖Informan pendukung Asm, nenek dari Ai Setelah pergi ke pelayanan kesehatan dan mendapatkan obat, sebagian besar informan utama mengatakan kalau pemakain obat untuk anak selalu ikut yang dianjurkan. Jika sebelum obat habis anak sudah sembuh, maka pemakaian obat dihentikan. Informasi diatas sama dengan apa yang dikatakan oleh informan keluarga dimana obat yang didapat diminum sesuai anjuran, kalau anak sudah sembuh dan obat masih tersisa maka obat dibuang atau dipakai kembali jika anak sakit kalau obatnya masih bagus. Namun, ada 1 informan utama yang mengatakan kalau ada antibiotik yang diharuskan untuk dihabiskan, ketika anak sudah sembuh maka obat tetap tidak dihabiskan. Berikut kutipannya : ―Diminum, harus diminum obatnya, Diminum obatnya sampe habis, kalo emang dia udah selesai udah sehat masih kesisa, yaudah ga diminumin lagi, obat sisanya dibuang‖ Informan utama Y ―Ya ikut anjuran aja, kadang kadang sih engga, misalkan udh 3 kali sehari dia udh sembuh ada antibiotik yg harus dihabisin kadang kadang saya ga abisin aja, ya gitu. ...‖ Informan pendukung Rh Perilaku ibu diatas diperkuat dengan informasi yang diberikan oleh informan keluarga dimana ketika mendapatkan obat, pemakainnya sesuai dengan yang dianjurkan. Namun, untuk 1 informan yang kadang tidak menghabiskan antibiotik, informan keluarga mengatakan tidak tahu perilaku ibu tersebut.

5.3.5. Pola Pencarian Layanan Kesehatan

Berdasarkan hasil wawancara mendalam, didapatkan informasi bahwa 2 dari 4 informan selalu membawa anaknya ke posyandu setiap bulan. Satu informan mengatakan kalau rutin datang ke posyandu, tetapi kadang tidak datang karena lupa dengan jadwal. Sedangkan satu informan utama yang merupakan ibu angkat baduta mengaku belum pernah membawa anaknya ke posyandu. Alasannya ketika sedang ada jadwal posyandu anak selalu berada dengan ibu kandungnya. Setelah melakukan wawancara dengan informan pendukung yang merupakan ibu kandung anak, didapatkan informasi bahwa anak tidak rutin dibawa ke posyandu. Alasannya karena ibu bekerja dan anak dititip di momongan yang merupakan tetangga dekat rumah. Setelah melakukan wawancara dengan momongan, didapatkan hasil bahwa, anak tidak pernah dibawa ke posyandu karena sejak pagi sampai sore anak berada dengan momongan atau ibu angkatnya, sedangkan ibu kandung sendiri jarang mempunyai waktu untuk anak karena kesibukan bekerja, kecuali malam hari saja. Ketika wawancara dengan kader, kader mengatakan kalau anak tersebut tidak pernah dibawa ke posyandu dan tidak memilki data anak tersebut. Berikut kutipannya : ―Belom pernah siiih, iya disini mah belom pernah dibawa ke posyandu atau ke pelayanan-pelayanan yang begitu, belom pernah. Alesannya kalo lagi ada posyandu, anak ini lagi sama mamahnya kayanya, udah itu aja, ga bisa bawa ke posyandu karena lagi sama mamahnya. Pernah denger ada posyandu sih, sering banget denger, tapi gituuuu, dia lagi sama mamahnya‖ Informan utama Y, ibu angkat dari Al ―Bulan-bulan ini cuma kemaren doang sih kan ga begitu rutin, masalahnya puskesmasnya siang pas kita kerja, momongan suka suka kaga tau ,momongan . Tapi sering sering ditempat momongan sih‖ Informan pendukung S, ibu kandung dari Al ―Kagak pernah dibawa ke posyandu, orang tiap hari ama kita, kan ibunya mah kerja, ga pernah dibawa ke posyandu..‖ Informan pendukung YY, momongan dari A ―Kalo orang yang ibunya sering ke posyandu dan aktif ke posyandu, saya pasti kenal wajah anak dan ibunya walaupun ga kenal namanya... Saya ga pernah lihat ibu ini, kalo ibu yang sering ke posyandu, ibu itu pasti kenal kader- kadernya...terus dia kan tadi ga kenal saya... Saya ga kenal dia, ga punya data- data dia.‖Informan SY, Kader posyandu Y dan S Menurut sebagian besar informan, Alasan mereka datang ke posyandu untuk kesehatan anak, agar anak gizinya tercukupi, dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ketika anak dewasa. Berikut kutipannya : ―Rutin setiap bulan sekali ke posyandu Alesannya dateng ya biar anak sehat aja, biar gizinya cukup, ga kurang, gitu aja sih saya mah‖ Informan utama Sh Setelah melakukan wawancara dengan informan pendukung dan kader posyandu, didapatkan hasil sama dengan apa yang diucapkan oleh informan utama kalau memang mereka rutin datang ke posyandu setiap bulan. Ketika peneliti meminta untuk melihat

Dokumen yang terkait

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 12-36 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANDUAGUNG KABUPATEN LUMAJANG

4 21 22

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH GIZI DAN KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 6-24 BULAN (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang Tahun 2014)

7 30 193

Gambaran Pola Asuh Makan Pada Baduta Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamulya Tahun 2012

17 271 140

Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status gizi pada Balita Usia 4–12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora tahun 2006

2 7 86

Hubungan Pola asuh makan dan Status gizi dengan Perkembangan anak usia 6-24 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Plus, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima.

0 0 4

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2016

0 0 12

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018

1 5 10

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WONOSARI I SKRIPSI

0 0 13

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATTINGALLOANG KECAMATAN UJUNG TANAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2010

0 0 102

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING ANAK USIA 24-59 BULAN DI POSYANDU ASOKA II WILAYAH PESISIR KELURAHAN BAROMBONG KECAMATAN TAMALATE KOTA MAKASSAR TAHUN 2014

0 0 113