Perawatan Ketika Ibu Hamil

rendah ketika lahir jika dibandingkan dengan 2 saudara sebelumnya yang memilki berat lahir lebih dari 3.000 gram. Hal menarik yang ditemukan dalam penelitian ini adalah masih adanya makanan yang ditabukan oleh sebagian individu atau masyarakat. Makanan yang ditabukan seperti, ketika hamil ibu tidak boleh makan ikan karena takut gatal-gatal. Penelitian Fema IPB dan Plan Indonesia 2008 memilki kesamaan dalam penelitian ini. Dalam penelitian tersebut disebutkan masih adanya pantangan atau tabu terhadap makanan yang dianut pada anak kecil, beberapa makanan juga dianggap berpengaruh terhadap fisik dan psikis. Penelitian lain menunjukkan hal yang sama dimana dalam masyarakat tradisional diet wanita selama masa kehamilan dan menyusui sering dihadapkan pada pantangan terhadap suatu jenis makanan Range, Naved, Bhattarai, 1997. Masih adanya kepercayaan dalam hal tabu kepada suatu jenis makanan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip gizi dan jika hal ini terus-menerus dilakukan maka dapat merugikan ststus gizi khususnya pada balita, ibu hamil dan menyusui Fema IPB dan Plan Indonesia 2008. Adanya makanan yang ditabukan dalam penelitian ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan yang dimilki oleh masyarakat terlebih lagi pada mereka yang telah berusia lanjut. Untuk itu perlu adanya peran dari petugas kesehatan ataupun kader posyandu yang menjelaskan kepada ibu hamil bagaimana pola makan yang baik. Dalam penelitian ini salah satu informan menganggap tabu jika mengkonsumsi ikan ketika hamil. Tugas kader dalam masalah ini adalah menjelaskan bahwa dalam keadaan hamil ibu mebutuhkan protein yang lebih banyak untuk pertumbuhan janin, mengkonsumsi ikan ketika hamil merupakan pola konsumsi yang baik dan perlu diteruskan. Dalam penelitian ini, sebagian besar informan utama melakukan pemeriksaan kehamilan yang rutin setiap bulan di posyandu. Namun salah satu diantara informan tersebut ada yang terlambat periksa, tetapi setelah itu ibu rutin datang ke posyandu. Terjadi kecocokan informasi dari informan utama, keluarga, dan kader bahwa memang ibu sering datang ke posyandu. Lebih dari itu, 1 informan dapat menunjukkan buku KIA yang ketika dilihat memang benar ibu tersebut rutin memeriksa kehamilan. Namun, terdapat 1 informan utama yang jarang memeriksa kehamilannya, kurang lebih hanya 2 kali selama masa kehamilan. Hal ini disebabkan karena ibu bekerja sehingga waktu yang disediakan untuk memeriksa kehamilan menjadi berkurang. Hal ini sejalan dengan penelitian Yuliva dkk 2009, yang menyebutkan bahwa keadaan kehamilan yang mestinya harus diperiksa sesuai jadwal, mungkin menjadi sering terlupakan atau terabaikan begitu saja karena situasi dan konsisi ibu yang disibukkan oleh pekerjaannya. Dalam hal perilaku menimbang berat badan, frekuensinya hampir sama dengan kedatangan ibu ke posyandu atau bidan untuk memeriksa kehamilan. Hal ini karena, hampir bisa dipastikan setiap kali ibu memeriksa kandungan pasti diiringi dengan penimbangan berat badan. Penelitian Rindang dkk 2006 menyebutkan bahwa pertambahan berat badan kurang dari 9 Kg selama kehamilan mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan berat badan 2.500 sampai 2999 gram. Teori diatas dapat menjelaskan penelitian ini. Berdasarakan hasil wawancara dengan informan utama, diketahui bahwa 1 informan yang makan seperti biasa ketika hamil mengalami penambahan berat badan dari 98 menjadi 102 Kg. Dua informan ketika hamil mengalami penurunan berat badan, salah satu diantara mereka turun dari 65 menjadi 58 Kg. Ketika lahir semua anak memilki berat badan kurang dari 3.000 gram bahkan 3 diantaranya masih dibawah 2.500 gram. Hal ini mungkin disebabkan karena pola makan yang berkurang ketika ibu tersebut hamil seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan 1 informan lainnya mengaku jarang sekali menimbang berat badan ketika hamil. Hal ini sesuai dengan frekuensi pemeriksaan kehamilan yang hanya sekitar 2 kali saja. Dalam penelitian ini seluruh ibu mendapatkan tablet besi baik itu dari kader maupun bidan. Dua informan mengatakan selalu rutin meminum setiap hari, namun berdasarkan wawancara kepada informan kelurga, diketahui bahwa salah satu dari ibu hanya mengkonsumsi tablet besi selama 7 bulan. Setelah 7 bulan keatas ibu tersebut tidak meminumnya karena takut anak lahir dalam keadaan besar. Hal ini mungkin disebabkan karena pengetahuan yang kurang, nyatanya ketika anak lahir hanya memiliki berat badan 2.100 gram. Padahal menurut AKG 2014, kebutuhan besi ibu hamil trimester III justru bertambah. Satu informan mengaku rutin mendapatkan tablet besi tetapi tidak pernah tertelan dengan alasan menimbulkan aroma yang kurang disukai. Hal ini mungkin disebabkan karena gangguan yang ada pada sistem pencernaan ibu. Hal yang sama juga terjadi ketika makan dan minum susu, ketika sudah masuk, ibu sering memuntahkannya kembali. Namun demikian perilaku ibu tersebut sudah baik dengan mau mengkonsusmsi tablet besi walaupun akan dimuntahkan kembali. Pemberian tablet besi ketika hamil merupakan hal yang penting untuk kesehatan ibu dan janin. Namun, hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah bagaimana cara petugas kesehatan ataupun kader memastikan kapsul yang diberikan diminum dan bukan disimpan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemauan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi adalah memberikan pengetahuan tentang tablet besi. Petugas kesehatan atau kader dapat menjelaskan jika ibu hamil tidak kekurangan zat besi dan tidak mengkonsusmsi tablet besi yang diberikan maka akan meningkatkan risiko kesakitan ataupun kematian ibu dan bayi, pertumbuhan janin akan terhambat dan dapat melahirkan bayi BBLR. Dalam penelitian ini terdapat 3 informan utama yang memberikan imunisasi TT 1 sampai 2 kali selama kehamilan. Namun terdapat 1 informan yang tidak pernah mendapatkan imunisasi tersebut ketika hamil. Sikap ibu yang mendapatkan imunisasi mungkin disebabkan karena pengetahuan yang dimiliki. Hal ini diperkuat dengan jawaban ketika ibu ditanya “mengapa diimunisasi ”, sebagian ibu menjawab karena untuk menjaga kesehatan anak. Sikap ketiga informan tersebut juga sudah baik dengan tidak menganggap imunisasi sebagai hal yang tabu. Berdasarkan wawancara kepada kader, di wilayah penelitian masih banyak masyarakat yang takut memberikan imunisasi atau vitamin kepada anak karena takut anaknya menjadi sakit seperti panas, bahkan lumpuh. Selain itu ada juga beberapa individu yang tidak memberika imunisasi, ketika diajak mereka menjawab ―anak saya tidak diimunisasi, tetapi tetap hidup‖. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan peran petugas kesehatan seperti kader yang lebih dekat dengan masyarakat agar memberikan pengetahuan bahwa pemberian imunisasi atau vitamin lainnya penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh yang berguna untuk mencegah terjadinya penyakit. Berdasarkan informasi yang didapat dari informan utama, keluarga, dan kader posyandu diketahui bahwa dalam penelitian ini terdapat satu informan yang sering bertnya ke posyandu baik kepada bidan ataupun TPG. Satu informan tidak pernah bertanya atau meminta nasihat, 1 informan pernah bertanya namun tidak dijalankan, sedangkan 1 informan lainnya hanya menanyakan masalah pola makan kepada orang terdekat seperti ibu atau mertua. Dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak Depkes, 2008, disebutkan bahwa ketika hamil ada beberapa hal yang perlu dilakukan salah satunya yaitu Meminta nasihat kepada petugas kesehatan tentang makanan yang bergizi selama hamil untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi. Satu informan yang sering bertanya tetapi tetap melahirkan dengan masalah seperti BBLR mungkin disebabkan karena ketidakpatuhan terhadap saran yang diberikan oleh bidan atau TPG. Hal ini terbukti dari pola makan ibu selama kehamilan yang sama seperti sebelum hamil, bahkan berdasarkan informasi dari informan keluarga ibu ketika hamil makannya berkurang dari biasanya. Padahal, menurut anjuran yang terdapat dalam buku KIA disebutkan bahwa ketika hamil pola makan harus mengikuti saran yang diberikan oleh petugas kesehatan dan makan 1 piring lebih banyak dari waktu sebelum hamil Depkes, 2008. Berbicara buku KIA, ibu inilah satu-satunya yang memilki buku tersebut sedangkan informan lainnya tidak mempunyai karena berbagai alasan. Hal ini seharusnya menjadi kelebihan ibu dengan bisa membaca beberapa pesan yang disampaikan dalam buku tersebut. Namun dalam praktiknya ternyata ibu tidak bisa menjalankan. Dalam penelitian ini 2 informan ketika hamil aktivitas fisiknya biasa saja seperti melakukan pekerjaan rumah, namun terkadang olahraga dengan berjalan kaki. Satu informan tidak melakukan aktivitas apapun selama 7 bulan karena kondisi tubuh yang kurang baik. Sedangkan 1 informan lainnya mempunyai aktivitas fisik yang cuckup berat yaitu bekerja sebagai petugas kebersihan dan ketika berangkat bekerja ibu menggunakan sepeda. Penelitian Karima dan Achadi 2012, mengatakan bahwa ibu rumah tangga yang berstatus tidak bekerja kemungkinan mengerjakan pekerjaan rumah yang menuntut kegiatan fisik yang cukup tinggi. Penelitian Yuliva dkk 2009 menjelaskan temuan ini, pekerjaan yang membutuhkan tenaga fisik yang berat menurut teori akan mengeluarkan energi yang besar untuk dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dilakukannya, sehingga seorang peketrja seperti ini membutuhkan masukan nutrisi yang besar mengingat energi yang dikeluarjan juga besar apalagi yang melakukan pekerjaan adalah ibu hamil. Apabila masukan nutrisi yang dikonsumsi oleh ibu tidak mencukupi maka hal ini dapat mengurangi energi atau kalori yang tersedia untuk janin, karena sebagian besar energi yang diperlukan terpakai oleh pekerjaan yang dilakukan ibu. Keadaan seperti ini merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi berat lahir bayi yang nantinya akan dilahirkan. Pola asuh perawatan ibu ketika hamil mengenai pola makan yang kurang baik dan adanya ibu yang tidak mengkonsumsi tablet besi mungkin disebabkan karena adanya gangguan dalam pencernaan ibu tersebut. Selain itu, ketidakpatuhan terhadap saran yang diberikan dan adanya rasa tidak mau makan menjadi salah satu penyebab pola makan ibu berkurang ketika hamil. Baiknya perilaku sebagian besar ibu dalam memeriksa kehamilan, pemberian imunisasi ketika hamil, konsumsi tablet besi mungkin disebabkan karena adanya keinginan untuk sehat dan menghindari anak dari masalah ketika dilahirkan. Sedangkan ibu yang tidak diberikan imunisasi dan jarang memeriksa kehamilan mungkin disebabkan karena pengetahuan dan kemauan yang kurang ditambah lagi dengan kesibukannya bekerja.

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

1. Pola asuh pemberian ASI eksklusif masih kurang baik dimana sebagian besar anak tidak diberikan. Meskipun demikian, masih ada 1 informan yang memberikan anaknya ASI eksklusif selama 6 bulan. Penyebab anak stunting tetapi diberikan ASI eksklusif mungkin disebabkan karena masalah sulit makan dan adanya penyakit pernapasan pada anak. Makanan yang diberikan kepada anak sebelum usia 6 bulan adalah susu formula, air tajin, pisang, produk X, dan bubur tepung yang dicampur susu. Dua dari 4 informan meneruskan pemberian ASI sampai 2 tahun sedangkan 2 informan lagi hanya sampai 7 dan 12 bulan. 2. Pola asuh pemberian makanan pendamping ASI masih kurang dari variasi, porsi dan frekuensi pemberiannya. Variasi yang diberikan, biasanya anak lebih sering makan dengan nasi dan satu macam lauk seperti telur. Porsi untuk anak tidak sesuai yang dianjurkan karena anak sulit untuk makan, jika dihitung berdasarkan suapan, banyaknya hanya 2-5 suapan saja. Frekuensi makan yang diberikan kepada anak banyaknya 2-3 kali pemberian makanan dalam sehari. Padahal frekuensi makan yang baik untuk anak adalah sedikit tetapi sering karena perut anak yang masih kecil. Kebiasaan jajan anak yang 172 berbarengan atau tidak diatur dengan waktu makan dan mengkonsumsi makanan yang lebih bayak mengandung karbohidrat dan perasa seperti vetsin menjadi masalah dalam penelitian ini karena orang tua terpaksa menuruti kemauan anak untuk menghindari anak menangis. 3. Pola asuh penyiapan dan penyimpanan makan secara umum kurang baik. Terutama dalam hal penyajian makan anak yang hanya ditaruh begitu saja diatas piring tanpa adanya variasi bentuk dan warna untuk menarik anak makan. Kebersihan ibu dan anak saat menyiapkan dan menyajikan makanan terlihat kurang baik karena tidak mencuci tangan dahulu sebelum memberikan makan kepada anak, proses pemasakan makanan yang terlalu matang, penyimpanan makanan, seringnya membeli makanan dari luar dan variasi menu makanan yang diberikan kepada anak. Namun terdapat perilaku baik yang ditunjukkan dari cara anak makan yang membutuhkan proses pembelajaran, kebersihan saat mengolah makanan dimana sebelumnya dicuci bersih, kebersihan peralatan masak dan makan yang selalu dicuci pakai sabun dan ada yang sampai direbus dahulu. 4. Pola asuh praktik kesehatan dasar di rumah masih kurang baik dari segi pencegahan anak agar tidak terserang penyakit. Hal tersebut terlihat dari ibu yang membiarkan anak main di sekitar rumah tanpa pengawasan, kebersihan anak yang kurang diperhatikan dan terdapat anak yang diberikan makanan yang jatuh ke lantai. Dalam hal penanganan pertama ketika anak jatuh sakit, dua dari empat informan

Dokumen yang terkait

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 12-36 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANDUAGUNG KABUPATEN LUMAJANG

4 21 22

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH GIZI DAN KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 6-24 BULAN (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang Tahun 2014)

7 30 193

Gambaran Pola Asuh Makan Pada Baduta Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamulya Tahun 2012

17 271 140

Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status gizi pada Balita Usia 4–12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora tahun 2006

2 7 86

Hubungan Pola asuh makan dan Status gizi dengan Perkembangan anak usia 6-24 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Plus, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima.

0 0 4

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2016

0 0 12

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018

1 5 10

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WONOSARI I SKRIPSI

0 0 13

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATTINGALLOANG KECAMATAN UJUNG TANAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2010

0 0 102

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING ANAK USIA 24-59 BULAN DI POSYANDU ASOKA II WILAYAH PESISIR KELURAHAN BAROMBONG KECAMATAN TAMALATE KOTA MAKASSAR TAHUN 2014

0 0 113