Praktik Higiene dan Sanitasi Lingkungan

setelah buang air besar, menjadi fokus WHO untuk mengurangi timbulnya penyakit infeksi seperti diare CORE, 2003. Faktor perilaku higiene dapat berpengaruh penting terhadap masalah gizi meskipun faktor ini bukan merupakan faktor langsung. Perilaku higiene berpengaruh terhadap penyakit infeksi yang umumnya dialami oleh sebagian besar balita, seperti diare dan ISPA. Kedua penyakit ini mempunyai pengaruh langsung terhadap status gizi balita. Jika balita mengalami penyakit ini maka nafsu makannya akan berkurang yang menyebabkan asupan gizinya ikut berkurang. Jika keadaan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama dengan frekuensi berkali-kali maka akan berdampak pada masalah gizi kurang Ulfani dkk, 2011. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi proses tumbuh kembang balita. Peran orang tua dalam perilaku kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang sehat sangat diperlukan balita dalam proses pertumbuhannya Azis dan Muzakkir, 2014. Pola asuh anak dalam higiene perorangan, kesehatan lingkungan dan keamanan anak berkaitan dengan kemampuan ibu menjaga anak agar tetap bersih, mendapat lingkungan yang sehat, dan terhindar dari cedera dan kecelakaan. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan orang tua untuk memandikan anak, kebersihan pakaian dan bagian tubuh anak, ganti popok ketika akan tidur. Selain itu dibutuhkan pula kemampuan ibu untuk menjaga kebersihan pada tempat tidur anak, kamar anak dan lingkungan anak bermain Ayu, 2008. Selain dipengaruhi kurangnya asupan gizi, masalah gizi dipengaruhi oleh buruknya sanitasi lingkungan dan kebersihan diri. Sanitasi lingkungan yang sehat secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan balita yang pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizinya. Berdasarkan penelitian Hidayat dan Fuada, 2011, proporsi balita yang mengalami masalah gizi, lebih besar tumbuh di lingkungan yang tidak sehat. Penelitian tersebut menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan sanitasi lingkungan. Dimana, balita yang tumbuh di lingkungan yang tidak sehat berpeluang 1 kali lebih besar mengalami gizi buruk dibandingkan dengan balita yang bergizi baik. Penelitian Riyadi dkk 2011 menunjukkan, status gizi anak bedasarkan indikator TBU memiliki hubungan yang signifikan dengan lingkungan fisik rumah, pengetahuan dan perilaku gizi ibu. Jika keadaan lingkungan fisik dan sanitasi keluarga baik, maka kondisi kesehatan orang yang ada di dalamnya pun akan ikut baik, demikian juga sebaliknya. Selama kebersihan sumur dan sumber air terjaga dengan baik maka risiko untuk penyebaran penyakit menular akan semakin kecil. Keberadaan MCK yang baik juga berperan penting untuk mencegah penyakit seperti diare dan cacingan Riyadi dkk, 2011. Hasil analisis data Riskesdas menunjukkan bahwa balita yang tinggal di sanitasi lingkungan yang sehat dan meminum air yang dimasak, memiliki status gizi yang lebih baik berdasarkan indikator BBU Hidayat dan Jahari, 2012. Menurut Begin dkk 1999 dalam Sab‟atmaja dkk 2010, berkaitan dengan masalah penyakit infeksi, perhatian harus banyak ditunjukkan pada kesehatan rumah, penyediaan air bersih, jamban keluarga, sarana dan prasarana kesehatan serta ada tidaknya dukungan program gizi atau kesehatan. Sanitasi lingkungan dapat menjadi faktor pendukung berkembanganya penyakit menular Hidayat dkk, 2011. Sanitasi lingkungan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan peralatan makanan Ernawati, 2006. Dalam upaya menjaga kebersihan anak agar terhindar dari penyakit hal yang perlu dilakukan menurut Depkes 2008, yaitu : 1. Mandikan anak setiap hari dua kali pada pagi dan sore hari menggunakan sabun mandi. 2. Mencuci rambut anak dengan sampo 2-3 kali dalam satu minggu. 3. Cuci tangan anak dengan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar. 4. Gunting kuku anak ketika panjang. 5. Bersihkan rumah setiap hari dari sampai dan genangan air. 6. Jauhkan anak dari asap rokok dan asap dapur. Ketersediaan tempat sampah pada suatu rumah tidak kalah penting dibandingkan dengan sarana fisik lainnya. Setiap rumah seharusnya memiliki tempat sampah yang memadai sebelum dibuang ke penampungan atau dibakar. Rumah tangga yang tidak memilki tempat sampah biasanya memasukkan sampah ke dalam kantong plastik, karung, atau yang lainnya baru kemudian dibuang. Tempat sampah yang tidak memadai dapat menjadi sarang penyakit karena bau yang dikeluarkan dapat mengundang binatang atau bakteri untuk berkembang biak dan kemudian dapat menjadi sumber penyakit Ersiyoma, 2012. Pengambilan data terkait perilaku higiene dan sanitasi lingkungan dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Instrumen yang digunakan yaitu pedoman wawancara mendalam dan pedoman observasi.

2.2.7. Perawatan Ibu ketika Hamil

Perawatan ibu terhadap anaknya dapat dilakukan selama masa kehamilan dengan menyediakan lebih banyak waktu untuk istirahat dan penambahan asupan makanan Engle dkk, 1997. Dalam masyarakat tradisional, diet wanita selama masa kehamilan dan menyusui sering dihadapkan pada masalah pantangan terhadap suatu jenis makanan. Hal ini akan menyebabkan asupan yang tidak seimbang ditambah lagi jika makanan yang dianjurkan sulit untuk didapat Range dkk, 1997. Proses tumbuh seorang anak yang mengalami gangguan pertumbuhan dimulai ketika dalam rahim hingga usia 2 tahun. Ketika anak melewati usia 2 tahun, maka sudah terlambat untuk memperbaiki kerusakan atau kekurangan pada tahun-tahun awal tersebut. Oleh karena itu, status kesehatan ibu merupakan penentu penting dalam proses pertumbuhan anak. Berat anak saat lahir adalah akibat langsung dari status kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan. Begitu pentingnya masa kehamilan dalam menentukan kualitas manusia, terutama pada dua tahun pertama kehidupan. Oleh karena itu pemerintah memberikan perhatian pada anak dibawah usia 2 tahun. Periode pertama terjadi selama 270 hari ketika seseorang mengandung. Jika dalam peride ini sampai anak berusia 2 tahun tidak diperbaiki maka akibat yang ditimbulkan akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Pertumbuhan bayi pada 2 tahun pertama dapat disebabkan karena status gizi anak ketika lahir. Untuk mencegah masalah tersebut, ibu hamil perlu mendapat asupan zat gizi makro dan mikro yang cukup Ernawati dkk, 2013 Selama masa kehamilan seseorang perlu konsumsi energi dan zat-zat gizi yang cukup untuk menopang pertumbuhan dan kesehatan janin serta dirinya sendiri. Banyak perubahan tubuh yang terjadi ketika masa kehamilan. Perubahan yang terjadi seperti volume darah yang bertambah, ukuran dan kekuatan rahim

Dokumen yang terkait

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 12-36 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANDUAGUNG KABUPATEN LUMAJANG

4 21 22

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH GIZI DAN KONSUMSI MAKANAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA USIA 6-24 BULAN (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang Tahun 2014)

7 30 193

Gambaran Pola Asuh Makan Pada Baduta Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamulya Tahun 2012

17 271 140

Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status gizi pada Balita Usia 4–12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora tahun 2006

2 7 86

Hubungan Pola asuh makan dan Status gizi dengan Perkembangan anak usia 6-24 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Plus, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima.

0 0 4

DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUUWATU KOTA KENDARI TAHUN 2016

0 0 12

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018

1 5 10

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 24-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WONOSARI I SKRIPSI

0 0 13

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATTINGALLOANG KECAMATAN UJUNG TANAH KOTA MAKASSAR TAHUN 2010

0 0 102

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING ANAK USIA 24-59 BULAN DI POSYANDU ASOKA II WILAYAH PESISIR KELURAHAN BAROMBONG KECAMATAN TAMALATE KOTA MAKASSAR TAHUN 2014

0 0 113