Sejarah Singkat Kerjasama Keamanan AS - Jepang

kekuatan Soviet. Pada awal aliansi AS-Jepang terbentuk, 50.000 anggota angkatan perang AS ditempatkan di Jepang termasuk 2.600 personil Angkatan Darat, 21.000 Marinir dengan wing udara dan kapal amphibi, dan 230 pesawat tempur Angkatan Udara ditempatkan pada pangkalan militer di Okinawa Karismaya 2013. Kapabilitas teknologi dan perindustrian canggih yang dimiliki Jepang merupakan hasil dari pemanfaatan teknologi militer yang diperoleh dari AS sejak 1960-an. Pertukaran teknologi dengan AS bagi Jepang merupakan suatu upaya untuk mendapatkan keuntungan lain dari bentuk aliansi militer. Jepang berhasil menyerap teknologi militer melalui lisensi produk persenjataan AS, yang dilandasi the Mutual Defence Assistance Agreement tahun 1954 Rosa 2008. Sejak itu, Amerika Serikat dan Jepang semakin menjalin hubungan militer yang kuat. Pada tahun 1970 kerjasama militer AS-Jepang mengalami peninjauan kembali, hal yang terpenting dari revisi perjanjian ini adalah diberlakukannya anggaran militer Jepang sebesar 1 dari APBN. Sebelumnya, Jepang hanya diperbolehkan mengeluarkan anggaran militer di bawah 1 dari APBN. Hal ini menandakan bahwa AS mulai meminta Jepang untuk mengubah kebijakan pertahanan agar lebih mandiri dan tidak secara berlebihan berlindung pada payung militer AS Akaha 1990. Ketika Perang Dingin berakhir pada awal 1990an, Perjanjian Keamanan Jepang-AS mulai melemah, hal ini memunculkan gagasan untuk mencari bentuk baru dari perjanjian Jepang-AS. Pada 17 April 1996 akhirnya Jepang dan AS memperbaharui perjanjian keamanannya dengan menandatangani Japan-US Joint Declaration on Security—Alliance for the Twenty-First Century. Sebagai bagian dari kesepakatan ini, kedua negara setuju untuk meninjau kembali Guidelines for Japan-US Defense Cooperation yang pernah disepakati pada tahun 1978 Japan Ministry of Defense 2007. Adanya Joint Statement pada tahun 1997, menciptakan landasan yang solid untuk kerjasama Jepang-AS baik dalam keadaan keamanan Asia Timur yang normal maupun tidak menentu. Ada tiga prinsip dasar yang dihasilkan dari Joint Statement ini, yaitu: pertama, hak dan kewajiban dalam The Japan-U.S Treaty of Mutual Cooperation and Security dan perjanjian-perjanjian lainnya tidak akan berubah; kedua, kerangka dasar kerjasama aliansi Jepang-AS tidak akan berubah; ketiga Jepang akan bertindak sesuai dengan batasan dalam konstitusinya East Asia Strategic Review 2000. Pada November 2003, Pertemuan Jepang-AS diadakan di Tokyo yang dihadiri Menteri Pertahanan, Shigeru Ishiba dan Menteri Pertahanan AS, Donald Rumsfeld. Pada pertemuan tersebut, keduanya mendiskusikan masalah-masalah penting, seperti kerjasama pertahanan Jepang-AS, peningkatan militer Tiongkok, dan masalah nuklir Korea Utara. Ishiba dan Rumsfeld setuju bahwa kedua negara perlu meningkatkan kerjasama tidak hanya di kawasan tetapi juga pada masalah keamanan global Morrison 2003, h.49. Pada tanggal 29 Oktober 2005, AS-Jepang dalam Security Consultative Committee SCC menyetujui rekomendasi untuk penataan kembali pasukan AS di Jepang . AS dan Jepang bersama meningkatkan keamanan nasional negaranya berdasarkan Joint Statement tahun 1997, yang secara bersama menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan Asia Pasifik dan menghalau segala kemungkinan terjadinya penyerangan terhadap AS Irsan 2007. Berikut gambaran kekuatan persenjataan aliansi AS-Jepang yang mengalami perubahan dari tahun 1996 yaitu awal pemasukan senjata sampai dengan tahun 2005. Tabel 1: Kekuatan Persenjataan Aliansi Militer Amerika Serikat dan Jepang pada tahun 1996 – 2005 Kekuatan Militer Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tank 25 56 52 52 56 30 26 20 50 100 Artillery Piece - 68 61 49 49 50 67 67 80 90 Armored Personel 35 45 61 60 71 73 9 13 300 400 SSM - 6 16 16 16 16 8 8 4 4 Anti Tank Helicopter - 8 8 8 8 9 8 6 4 6 Transport Helicopter - 4 5 5 5 3 3 3 3 3 Surface to air quided missile - 1 1 1 2 2 3 3 4 5 Destroyer - 3 2 1 3 2 3 3 6 7 Submarine - 1 1 1 1 1 2 3 17 17 Fixed wing anti-submarine patrol aircraft P-3c 10 10 9 9 10 8 7 9 14 15 Anti Submarine 16 13 17 12 12 11 5 7 6 6 Minessweeping Helicopter 2 4 4 2 4 4 1 4 5 7 Fighter Interceptor F- 15 10 12 12 12 11 5 7 7 12 27 Transport Helicopter CH-47 J 3 3 2 3 4 5 6 6 12 23 Transport Aircraft 1 2 4 4 5 6 7 8 8 20 Sumber: Japan Ministry of Defense diakses pada 2 November 2014 dan International Military And Defence Encyclopedia oleh Trevor N. Dupuy Dari data diatas dapat ditarik beberapa kenyataan bahwa aliansi AS-Jepang tiap tahun mengalami kenaikan persenjataan dan armada tempur, guna menghadapi serangan musuh. AS dalam hal ini mengakomodasi dan memodernisasi alat-alat tempur Jepang yang telah dikontrol oleh AS, guna menjaga keberlanjutan kerjasama AS-Jepang di Asia Pasifik Sinaga 2007. Kekuatan militer Jepang memang tidak sekuat negara-negara lain di Asia Timur. Akan tetapi keberadaan Amerika Serikat di Okinawa sebagai payung militer, membuat kekuatan Jepang disegani dan ditakuti oleh banyak negara pasca Perang Dingin Irsan 2007. Pasca SCC 2005 hubungan aliansi militer AS-Jepang semakin kuat, dengan ditandai banyak masuknya persenjataan militer. Realisasi dari kesepakatan aliansi militer AS-Jepang terlihat pada periode ini. Berawal pada tahun 1996 senjata militer banyak didatangkan, hingga pada tahun 2005 senjata militer konsisten bertambah untuk kepentingan aliansi militer. Walaupun beberapa tahun terjadi penurunan jumlah unit persenjataan pada hubungan aliansi militer AS- Jepang, tetapi periode ini merupakan awal dari masa efektifnya aliansi militer AS- Jepang. Tahun 2006, Aliansi Keamanan AS-Jepang memasuki periode baru ditandai dengan transformasi militer yang dilakukan Jepang pada tahun 2006- 2007.

2.2 Aliansi Keamanan Amerika Serikat – Jepang Periode 2006 – 2012

Percobaan senjata nuklir Korea Utara di tahun 2006, membuat terjadi adanya pembicaraan pada aliansi AS-Jepang. Pemerintahan Bush memasukkan Korea Utara ke dalam daftar hitam negara – negara yang dinilai dapat mengancam kestabilan sistem internasional. Amerika Serikat meminta Jepang untuk membantu terlibat kembali dalam Deklarasi Pyongyang Avery Rinehart 2013. Provokasi peluncuran senjata nuklir oleh Korea Utara menjadi salah satu faktor pendorong bagi Jepang dalam mengubah kebijakan pertahanan dan keamanan negara, salah satunya dengan dibentuknya Kementerian Pertahanan pada tahun 2007 Xu 2014. Kunjungan Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi ke White House disambut baik oleh Presiden George W. Bush pada 29 Juni 2006. Kunjungan ini dalam rangka merayakan ikatan persahabatan AS-Jepang. Dalam pertemuan ini, kedua pihak juga mengingat dan mengevaluasi pencapaian yang didapat dari aliansi AS-Jepang ini, serta kemungkinan adanya perluasan dan penambahan bentuk kerjasama lain Japan Ministry of Defense 2007. Pada pertemuan ini kedua pihak sepakat untuk terus berkomitmen dalam aliansi berdasarkan nilai – nilai keamanan universal dan kepentingan bersama. Jepang dan Amerika Serikat kemudian menyepakati Initial Actions for the Implementation of the Joint Statement pada 13 februari 2007 dan difokuskan kepada masalah Korea Utara. Terdapat lima hal penting dari tujuan strategis bersama yang disepakati kedua pihak, yaitu: Sinaga 2007 Pertama mencapai denuklirisasi Korea Utara melalui Six-Party Talks dan memperhatikan normalisasi hubungan Korea Utara, Amerika Serikat dan Jepang. Menyadari kontribusi Tiongkok dalam keamanan regional dan global serta mendorong Tiongkok untuk meningkatkan transparansi dalam anggaran militernya. Kedua meningkatkan kerjasama untuk memperkuat kerjasama dalam APEC sebagai forum ekonomi regional yang memiliki peran penting dalam mencapai stabilitas, keamanan, dan kemakmuran di kawasan. Ketiga mendukung usaha ASEAN dalam mempromosikan nilai-nilai demokrasi, pemerintahan yang baik, aturan hukum, kebebasan, dan ekonomi pasar di Asia Tenggara, serta membangun kerjasama regional pada isu-isu keamanan tradisional dan transnasional secara bilateral melalui ASEAN Regional Forum. Keempat memperkuat kerjasama trilateral antara Jepang, Amerika Serikat, dan Australia termasuk dalam hal keamanan dan pertahanan berdasarkan nilai-nilai demokrasi. Kelima, mencapai kerjasama yang lebih erat antara Jepang dan NATO mengingat NATO memberikan kontribusi global bagi perdamaian dan keamanan serta tujuan strategis dalam aliansi Jepang dan Amerika Serikat. Kemudian penerapan dari Joint Statement 2007 yaitu proses relokasi militer dari Okinawa ke Guam baru ditandatangani pada tahun 2009, di mana 8000 pasukan marinir AS tersebut akan dipindah dari pangkalannya di Futenma, Pulau Okinawa, Jepang, ke Guam, yang masih merupakan teritori AS Kompas 2009. Keputusan tersebut memperlancar kesepakatan untuk mengorganisir kembali hampir 50.000 pasukan Amerika Serikat yang berdiam di Jepang. Relokasi pasukan di Jepang merupakan bagian dari upaya Amerika Serikat untuk mentransformasikan pasukan militernya menjadi lebih modern Moore 2008. Relokasi akan mengurangi jumlah pasukan marinir Amerika Serikat di Okinawa, sebuah wilayah paling miskin di Jepang, menjadi sekitar 7.000 dari 18.000 marinir yang ada saat ini. Target pada 2014 relokasi militer ini sepenuhnya selesai. Japan Ministry of Defense 2007 Faktor penyebab utama pengurangan pasukan AS di Okinawa karena di dalam negeri Jepang terjadi penolakan kehadiran pasukan Amerika Serikat. Keberadaan pasukan Amerika Serikat di kepulauan Okinawa sudah lama menjadi masalah kontroversial di dalam negeri. Warga lokal di Okinawa mengatakan keberadaan Futenma sebagai pangkalan militer yang dekat dengan kota sangat berbahaya dan bising. Warga ingin agar pangkalan tersebut dipindahkan ke pulau lain. Selain membahayakan, di kawasan ini kerap terjadi tindak kriminal yang dilakukan oleh personel militer Amerika Serikat, termasuk kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh tiga anggota militer Amerika Serikat terhadap seorang gadis berusia 12 tahun pada 27 April 2009 Tempo, 21 Agusutus 2009. Warga Okinawa menginginkan semua fasilitas militer tersebut dipindahkan keluar dari pulaunya. Bahkan Gubernur Okinawa mendesak Tokyo merevisi Kesepakatan Status Pasukan Status of Forces Agreement yang memberikan keleluasaan bagi pasukan AS dalam masalah-masalah hukum Kompas 2009. Faktor domestik Amerika Serikat juga mendorong pasukan militer AS segera dipindahkan. Parlemen Amerika Serikat menekan Pemerintah AS untuk segera merelokasi pasukan dari Okinawa atas nama HAM masyarakat Okinawa Moore 2008. Pada awal 2009 sejak Obama menjabat sebagai Presiden AS ada upaya pendekatan dan penguatan hubungan aliansi keamanan secara bilateral dengan negara-negara Asia Pasifik Khairunissa 2013. Istilah rebalance policy yang menggambarkan AS di Asia Pasifik yang baru, atau dikenal sebagai “The Pivot to Asia” merupakan perubahan prioritas AS terhadap negara-negara di Asia. Hal tersebut terlihat dari upaya AS menambah pasukan di kawasan Asia Pasifik dan memperkuat hubungan dengan negara-negara di kawasan Asia. Tidak hanya itu, AS juga mendorong negara-negara aliansinya untuk mengadopsi kebijakan yang sama The Foregin Policy Initiative 2014. Anggota Security Consultative Comitee SCC AS-Jepang pada 28 Mei 2010 kembali mengeluarkan Joint Statement of the U.S.-Japan Security Committee. Dalam pertemuan ini masalah – masalah yang telah dibicarakan pada Joint Statement SCC 2007 kembali dibahas, seperti masalah relokasi militer dari Okinawa ke Guam, mengkonstruksi ulang fasilitas militer di Henoko Saki, lebih memikirkan dampak lingkungan dan dampak terhadap penduduk setempat SCC Joint Statement Document 2010. Pada 21 Juni 2011 kembali dikeluarkan kesepakatan SCC yaitu Joint Statement of the Security Consultative Committee Toward a Deeper and Broader U.S.-Japan Alliance: Building on 50 Years of Partnership. Masalah yang dibahas pada pertemuan dalam rangka setengah abad aliansi AS-Jepang ini berkaitan dengan bencana alam yang terjadi pada Jepang yaitu pada 11 Maret 2011, gempa bumi dan tsunami, serta keadaan darurat reaktor nuklir Fukushima. Kerja sama ini melibatkan operasi gabungan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Pasukan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

4 102 81

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Studi Pelaksanaan Program SRI (System of Rice Intensification) Petani Pemula dan Petani Berpengalaman(Studi Kasus: Desa Aras, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara)

0 40 81

ENGARUH PERBEDAAN SISTEM TANAM KONVENSIONAL DENGAN SRI (System of Rice Intensification ) TERHADAP DOMINANSI GULMA DAN HASIL TANAMAN PADI

3 31 15

Motivasi petani dalam menerapkan metode SRI (System of Rice Intensification): studi kasus di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya

0 10 118

KARAKTER MORFOLOGI PADI PADA PERTANAMAN DENGAN PENDEKATAN SRI (System of Rice Intensification) Morphological characters of rice under System of Rice Intensification

0 0 11

Kajian Peran Serta Petani Terhadap Penyesuaian Manajemen Irigasi untuk Usaha Tani Padi Metode SRI (System of Rice Intensification) di Petak Tersier Daerah Irigasi Cirasea, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

0 1 16

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

0 0 10

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

0 0 17

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 46