Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
hanya dengan uranium yang diperkaya BBC News 2006. Uji coba yang dilakukan Korea Utara inilah yang memicu ketegangan keamanan di kawasan
Asia Timur. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah kerjasama militer bagi AS demi
menjaga kepentingan di kawasan Asia Timur. Kepentingan AS pada kawasan Asia Timur menjadikan Jepang sebagai sekutu yang penting pada kawasan ini.
Pada pertemuan antara Presiden George W. Bush dan Perdana Menteri Shinzo Abe pada 18 November 2006 terdapat kesepakatan peninjauan kerjasama
keamanan bilateral AS-Jepang, khususnya di bidang pertahanan rudal balistik BMD, dalam rangka memikirkan kembali potensi ancaman dari Korea Utara dan
Tiongkok Xu 2014. AS meminta Jepang untuk terus meningkatkan kekuatan militernya agar
mempermudah, memperlancar dan memperbanyak bentuk kerjasama militer kedua negara Avery Reinhart 2013. Presiden Bush meminta Jepang untuk
segera mengubah kebijakan pertahanan dan keamanan mereka demi memperkuat kekuatan aliansi militer AS-Jepang. Dengan semakin berkembangnya militer
Jepang semakin mudah dan banyak kerjasama militer yang mungkin dilakukan AS-Jepang di masa mendatang. Dalam rangka perubahan kebijakan pertahanan
dan keamanannya Jepang diminta AS untuk mendirikan Kementerian Pertahanan agar dapat mengajukan anggaran pertahanan dengan lebih mudah Deutche Welle
News 2007. Ini diikuti dengan perubahan doktrin militer yaitu meninggalkan Pasal 9 Konstitusi 1947 yang melarang Jepang untuk memiliki kekuatan militer
Cossa 2000.
Amerika Serikat juga meminta Jepang mengubah doktrin pertahanannya yang lama dan mengganti dengan white paper pertahanan yang baru. Selanjutnya
National Defense Program Guidelines NDPG paling baru yang dikeluarkan pada tahun 2010 atas dorongan dari Amerika Serikat dalam rangka merespon
pengembangan kekuatan militer Tiongkok dan Korea Utara Avery Reinhart 2013. Perubahan penting yang terjadi adalah dengan digantikannya “Basic
Defense Force Concept” menjadi “Dynamic Defense Force”. Artinya Jepang diminta aktif dalam keamanan kawasan, dan tidak hanya sekedar berlindung pada
kekuatan militer AS Japan Ministry of Defense 2010. Atas dorongan AS, Jepang melakukan perubahan kebijakan pertahanan
dan keamanan ketika RUU usulan Perdana Menteri Shinzo Abe yang berkaitan dengan transisi dari Badan Pertahanan Jepang untuk Kementerian Pertahanan
disahkan oleh Majelis dan menjadi Undang-undang pada tanggal 15 Desember 2006. Parlemen menyetujui usulan Perdana Menteri Shinzo Abe tersebut dan
diwujudkan pada 9 Januari 2007 atau 53 tahun setelah pembentukan Badan Pertahanan pada tahun 1954. Dengan berdirinya Kementerian Pertahanan yang
merupakan sebuah badan pemerintah yang dibawahi langsung oleh seorang menteri pertahanan, memungkinkan Jepang untuk memiliki anggaran sendiri
dalam pertahanan dan keamanan, serta memungkinkan untuk membuat undang – undang pertahanan dan keamanan sendiri. Hal ini kemudian diikuti dengan
anggaran militer yang konsisten naik, berkembangnya teknologi militer Jepang dan perubahan doktrin penggunaan kekuatan militer Japan Ministry of Defense
2007
.
Sejak berubah status menjadi Kementerian Pertahanan, anggaran pertama diajukan hingga 4.86 triliun Yen atau sebesar 43 miliar Dollar AS dan
mengajukan anggaran sebesar 200 juta Dollar AS khusus alokasi untuk misil penangkal, atau naik 56,5 persen dibanding anggaran tahun – tahun sebelumnya
yang telah berjalan Harian Kompas 19 Februari 2007, Hal. 12. Hal ini memperlihatkan Jepang mengalami transformasi perubahan kebijakan strategis
pertahanannya yang lebih gencar dalam mengadaptasi lingkungan eksternal atas dorongan AS.
Dapat disimpulkan bahwa peningkatan status Badan Pertahanan menjadi Kementerian Pertahanan, peningkatan anggaran militer sejak Kementerian
Pertahanan berdiri, perkembangan teknologi militer dan perubahan doktrin militer, merupakan perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan yang telah
dilakukan Jepang atas dorongan mitra aliansinya Amerika Serikat Wang 2008. Perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan ini mencerminkan adanya
keinginan AS agar Jepang memainkan peran lebih besar dalam mengatasi ancaman keamanan di kawasan Deming 2004.
Akan dijelaskan pada bab - bab selanjutnya bagaimana bentuk kerjasama keamanan Jepang-AS yang lebih intensif terjadi pasca Jepang mendirikan
Kementerian Pertahanan.Pasca Kementerian Pertahanan Jepang resmi berdiri, revisi aliansi Jepang-AS terjadi dengan ditandatanganinya sebuah perjanjian oleh
kedua pihak yaitu Joint Statement of the Security Consultative Committee Alliance Transformation: Advancing United States-Japan Security and Defense
Cooperation. Kesepakatan ini untuk memperkuat aliansi AS-Jepang khususnya
untuk menghadapi ancaman militer Tiongkok dan Korea Utara dengan peninjauan kembali beberapa kesepakatan lama yang dinilai tidak efektif Japan Ministry of
Defense 2007. Hal penting lainnya pada penelitian ini adalah apa yang menjadi
kepentingan AS dalam perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang, serta kerjasama aliansi bilateral keamanan kedua negara ini. Tahun 2007 dipilih
sebagai awal periode dalam penelitian ini karena pada tahun ini merupakan awal momentum Jepang dalam proses modernisasi militer negaranya karena dorongan
AS dalam merespon perkembangan militer Tiongkok dan kepemilikan senjata nuklir Korea Utara. Pada tahun ini atas dorongan dari AS Badan Pertahanan
secara resmi berubah menjadi bentuk kementerian, anggaran belanja militer mulai naik signifikan, teknologi militer mulai berkembang dan terjadinya perubahan
doktrin penggunaan kekuatan militer. Akhir periode dalam penelitian ini adalah tahun 2012 karena tahun tersebut merupakan tahun paling akhir dari revisi
kesepakatan aliansi AS-Jepang.