Jepang yang dapat secara efektif merespon berbagai ancaman keamanan yang ada saat ini termasuk ancaman militer Tiongkok dan Korea Utara. Membangun
kekuatan militer yang besar sangat diutamakan dikarenakan untuk mengoptimalkan waktu secara efisien daripada mengandalkan peringatan yang
ada dalam menangkal ancaman Japan Ministry of Defense 2010. Di dalam NDPG 2010 dijelaskan bahwa prinsip-prinsip dasar keamanan
yang akan diterapkan adalah: 1 mencegah ancaman potensial dan meminimalisir kerusakan yang mungkin terjadi ; 2 berusaha membuat keadaan keamanan
kawasan Asia Timur yang stabil, dan mencegah ancaman kawasan dengan meningkatkan keamanan kawasan; dan 3 pada level internasional bersuaha
menjadi pasukan kedamaian dengan bergabung dengan AS pada Peace Keeping Operation PKO di PBB NDPG Document 2010.
Jadi dapat disimpulkan doktrin militer Jepang berubah dari “Basic Defense Force Concept”
menjadi “Dynamic Defense Force”, yang berarti Jepang harus lebih aktif dalam kegiatan intelijen, pengawasan dan pengintaian. Militer
Jepang dituntut lebih aktif dengan menjalankan serangkaian operasi militer agar lebih siap dalam menghadapi ancaaman baik ancaman tradisional maun non-
tradisional. Perubahan doktrin ini momentum awalnya saat Kementerian pertahanan berdiri.
Dapat disimpulkan pergeseran ancaman juga ikut memperluas peran JSDF, di mana ancaman tidak lagi dilihat hanya berupa ancaman keamanan
tradisional, akan tetapi juga telah memasukkan ancaman non-tradisional ke dalamnya, seperti bencana alam, teroris, kemanusiaan, dan lainnya. Dengan peran
JSDF diperluas otomatis kapabiltas militer Jepang meningkat, sehingga Jepang semakin siap dalam menghadapi ancaman di kawasan Asia Timur.
Dari ketiga indikator yang telah dijelaskan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Jepang mengalami peningkatan kapabilitas militernya, tidak
dalam jumlah kuantitatifnya, akan tetapi lebih mengarah pada modernisasi alutsista melalui peningkatan dan penggunaan teknologi. Peningkatan pertahanan
Jepang mengarah kepada kekuatan yang berorientasi kepada teknologi ketimbang kepada kuantitas. Selain itu, dalam aliansi dengan AS, Jepang diminta lebih
mementingkan masalah pertahanan dan keamanan dalam respon ancaman di kawasan Asia Timur.
Perkembangan penting lainnya yang dapat dilihat dalam NDPG adalah perluasan tanggung jawab pertahanan yang semakin diungkapkan secara eksplisit
oleh Pemerintah Jepang. Jika dalam NDPG pertama Jepang hanya menitik beratkan pada pertahanan dalam negerinya untuk menciptakan efek tangkal
terhadap invasi dalam skala kecil, dalam NDPG selanjutnya Jepang sudah mulai memasukkan wilayah “surrounding region” walaupun tidak didefinisikan secara
jelas, dan pada NDPG 2004, Jepang memasukkan “international security environment”, hingga NDPG terbaru yang secara eksplisit mengungkapkan “Asia-
Pasific region” dan “global security environment”. Hal tersebut dapat dilihat sebagai sebuah bentuk kepercayaan diri Jepang yang semakin meningkat seiring
berkembangnya peran dan tanggung jawabnya dalam dunia internasional. Salah satu hal yang tidak mengalami perubahan melihat NDPG adalah
Jepang masih menganggap penting perjanjian keamanan Jepang-AS sebagai salah
satu dasar dalam pertahanan keamanannya, walaupun pada dua NDPG terakhir Jepang juga menyebutkan pendekatan melalui penggunaan kekuatan sendiri dan
dengan kerja sama dunia internasional. Di sisi lain, Jepang telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam penggunaan kekuatan militernya.
59
BAB IV KEPENTINGAN AMERIKA SERIKAT DALAM MENDORONG
PERUBAHAN KEBIJAKAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN JEPANG 2006 – 2012
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang, khususnya mengenai bentuk perubahan kebijakan pertahanan
dan keamanan Jepang yaitu: jumlah kekuatan, teknologi kekuatan, dan doktrin penggunaan kekuatan militer. Pada bab ini akan berfokus pada faktor – faktor
yang mempengaruhi AS mendorong perubahantio kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang dan jawaban dari pertanyaan penelitian skripsi yaitu
kepentingan Amerika Serikat dalam mendorong perubahan kebijakan pertahanan
dan keamanan Jepang 2006-2012.
Bab ini akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu: bagian pertama menjelaskan peran partai politik dominan di AS dalam mempengaruhi perumusan
Kebijakan Luar Negeri AS yang mendorong perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang; kedua, berfokus pada faktor – faktor yang mempengaruhi AS
dalam mendorong perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang; ketiga yaitu kepentingan AS untuk menjaga Jepang yang masih merupakan bagian
wilayah Asia Timur dari ancaman kekuatan militer Tiongkok dan Korea Utara, menjelaskan extended deterrence AS terhadap kekuatan militer Tiongkok dan
Korea Utara serta pengamanan jalur perdagangan AS di kawasan Asia Timur.
4.1 Peran Partai Politik dalam Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat
Menurut John F Bibby 2005 dalam tulisannya yang berjudul “Political Parties in The United States”, setiap pengambilan Kebijakan Luar Negeri AS
sangat dipengaruhi dari ideologi partai Presiden yang sedang memimpin. Kebijakan Luar Negeri AS yang dominan menentukan adalah dari pihak
pemerintah yaitu Presiden dan Kementerian Luar Negeri AS U.S Department of State daripada suara Kongres AS. Suatu isu internasional yang dibicarakan oleh
pihak Pemerintah dan Parlemen jika berbeda pendapat, maka pada akhirnya Kebijakan Luar Negeri yang diambil adalah keinginan pemerintah itu sendiri. Ini
terlihat pada Kebijakan Invasi AS ke Irak di tahun 2003 yang diambil oleh Presiden Bush walaupun suara Kongres AS dominan tidak menginginkan
kebijakan tersebut Bibby 2005. Paul Allen Beck dan Frank J.Sorauf 1992 dalam buku “Party Politics in
America”, mengidentifikasi perbedaan ciri khas foreign policy yang diambil antara Partai Republik dan Partai Demokrat jika sedang berkuasa di pemerintahan
AS. Ideologi Partai Republik sangat konservatif yaitu tidak menekankan pada perubahan dan cenderung status quo dengan pemerintahan yang telah berjalan.
Bagi Partai Republik, negara dapat menggunakan kekuatan militer demi mencapai kepentingan nasionalnya. Partai Republik dipengaruhi paham Realisme
sehingga sering menggunakan pendekatan pada hard power dalam Kebijakan Luar Negeri yang diambil. Sedangkan Partai Demokrat lebih berorientasi pada
pendekatan yang lebih soft power, dan paham Liberalisme dianut oleh partai ini. Sesuai dengan ciri khas paham Liberalisme, Partai Demokrat tidak dengan mudah
menggunakan kekuatan militer dalam proses tawar menawar dengan negara lain. Partai Demokrat lebih memikirkan cost-benefit dalam setiap kebijakan luar negeri
yang akan diambil AS Beck Sorauf 1992.
Skripsi ini menganalisa di masa Presiden Bush yaitu awal Jepang mengubah kebijakan pertahanannya atau ketika Partai Republik berkuasa di
pemerintahan. Ciri khas Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat yang berasal dari Partai Republik yaitu penggunaan force atau kekuatan militer, yang dapat
digunakan untuk memaksa negara lain dalam proses tawar menawar. Jika Partai Republik sedang berkuasa di pemerintahan AS, maka anggaran belanja negara
akan banyak dikeluarkan pada bidang pertahanan dan keamanan Beck Sorauf 1992. Kebijakan invasi Afghanistan di tahun 2001, Irak di tahun 2003, dan
peningkatan jumlah pasukan dan armada militer aliansi bersama Jepang SCC 2005 merupakan Kebijakan Luar Negeri dengan pendekatan force pada masa
Presiden Bush. Partai Republik pada masa kepemimpinan Presiden Bush sangat besar
memberikan pengaruh pada pengambilan Kebijakan Luar Negeri AS. Selain fokus kepada negara - negara kawasan Timur Tengah, isu peluncuran senjata nuklir oleh
Korea Utara di kawasan Asia Timur pada 9 Oktober 2006 juga menjadi fokus utama Kebijakan Luar Negeri yang diambil oleh Presiden Bush. Presiden Bush
memasukkan Korea Utara sebagai salah satu daftar hitam negara yang dapat mengancam dunia internasional karena memiliki senjata nuklir BBC News
2006. Kemudian Presiden Bush meminta kepada mitra aliansinya di Asia Pasifik yaitu Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Filipina untuk segera mengadakan
pembicaraan bilateral perihal masalah ini Shambaugh Yahuda 2008. Permasalahan kepemilikan senjata nuklir Korea Utara juga dibahas pada
level domestik AS, Kongres AS mengadakan rapat paripurna membahas perlu
tidaknya kenaikan anggaran pertahanan AS yang akan dialokasikan kepada mitra aliansi di Asia Pasifik dalam rangka merespon peluncuran senjata nuklir Korea
Utara. Hasil pengambilan voting kongres AS tersebut yaitu 70 setuju jika anggaran belanja pertahanan aliansi meningkat menjadi 10 - 15 ABC News
2006. Anggota parlemen AS pada rapat paripurna tersebut didominasi dari Partai Republik yang pendekatannya pada penggunaan militer, tidak heran jika hasil
voting mendukung kebijakan AS menggunakan kekuatan militer. Selain itu, Kongres yang didominasi Partai Republik tersebut juga
meminta pada pemerintah AS agar pada setiap hubungan aliansi AS perlu memikirkan kembali Joint Statement yang telah dibuat demi kepentingan nasional
pada kawasan Asia Pasifik Xu 2014. Hal ini dimaksudkan untuk mengingatkan mitra aliansi agar mewaspadai kekuatan militer Tiongkok dan Korea Utara yang
terus berkembang Avery Reinhart 2013. Kemudian hasil dari permintaan Partai Republik tersebut terlihat pada aliansi AS-Jepang, dimana Security
Consultative Committee Joint Statement U.S – Japan 2007 disepakati sesuai usulan Partai Republik.
Skripsi ini juga menganalisa Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat pada masa Kepresidenan Barrack Obama yang berasal dari Partai Demokrat. AS pada
masa Partai Demokrat berkuasa di eksekutif, tidak sering menggunakan kekuatan militer, sangat berbeda pada masa Presiden Bush yang sering melakukan invasi ke
kawasan timur tengah. Penggunaan force hanya sebatas pada misi Pasukan Perdamaian Dunia PBB dan NATO. Misalnya pada krisis di Libya, AS bergabung