Peran Partai Politik dalam Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat

tidaknya kenaikan anggaran pertahanan AS yang akan dialokasikan kepada mitra aliansi di Asia Pasifik dalam rangka merespon peluncuran senjata nuklir Korea Utara. Hasil pengambilan voting kongres AS tersebut yaitu 70 setuju jika anggaran belanja pertahanan aliansi meningkat menjadi 10 - 15 ABC News 2006. Anggota parlemen AS pada rapat paripurna tersebut didominasi dari Partai Republik yang pendekatannya pada penggunaan militer, tidak heran jika hasil voting mendukung kebijakan AS menggunakan kekuatan militer. Selain itu, Kongres yang didominasi Partai Republik tersebut juga meminta pada pemerintah AS agar pada setiap hubungan aliansi AS perlu memikirkan kembali Joint Statement yang telah dibuat demi kepentingan nasional pada kawasan Asia Pasifik Xu 2014. Hal ini dimaksudkan untuk mengingatkan mitra aliansi agar mewaspadai kekuatan militer Tiongkok dan Korea Utara yang terus berkembang Avery Reinhart 2013. Kemudian hasil dari permintaan Partai Republik tersebut terlihat pada aliansi AS-Jepang, dimana Security Consultative Committee Joint Statement U.S – Japan 2007 disepakati sesuai usulan Partai Republik. Skripsi ini juga menganalisa Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat pada masa Kepresidenan Barrack Obama yang berasal dari Partai Demokrat. AS pada masa Partai Demokrat berkuasa di eksekutif, tidak sering menggunakan kekuatan militer, sangat berbeda pada masa Presiden Bush yang sering melakukan invasi ke kawasan timur tengah. Penggunaan force hanya sebatas pada misi Pasukan Perdamaian Dunia PBB dan NATO. Misalnya pada krisis di Libya, AS bergabung dengan pasukan aliansi NATO mengintervensi Libya atas dasar Humanitarian Intervention pada tahun 2011 BBC News 2011. Pada masa kepresidenan Obama, paham liberalisme yang dianut Partai Demokrat mempengaruhi ciri khas foreign policy AS, yaitu lebih mementingkan kepentingan ekonomi. Kepentingan AS pada kawasan Asia Timur selain pada bidang politik dan militer, tetapi juga pada bidang ekonomi Sutter 2005. Hal ini ditandai dengan jumlah kegiatan ekspor-impor yang meningkat di kawasan ini ketika masa Presiden Obama, kemudian akan dijelaskan secara rincih pada sub- bab selanjutnya. Selain itu, “the Pivot to Asia” merupakan Kebijakan Luar Negeri Presiden Obama yang memprioritaskan pada kawasan Asia Timur, termasuk juga prioritas kepentingan ekonomi The Foreign Policy Initiative 2012. Walaupun mengutamakan kepentingan ekonomi, AS juga tidak mengurangi kegiatan aliansi militernya bersama Jepang, karena membuat stabil kawasan Asia Timur merupakan langkah utama AS dalam menjaga kepentingan ekonominya pada kawasan ini Cossa 2000. Seperti yang telah dijelaskan bahwa kepentingan nasional sebagai konsep kunci dalam Kebijakan Luar Negeri. Artinya, bahwa keputusan dan tindakan politik luar negeri dapat didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ideologis atau atas pertimbangan kepentingan nasional Burchil 1996, h.106. Pada skripsi ini Kebijakan Luar Negeri AS pada masa Presidan Bush banyak dipengaruhi oleh ideologi dan nilai yang dianut Partai Republik. Pada masa Presiden Obama paham Liberalisme Partai Demokrat yang banyak memberikan pengaruh pada Kebijakan Luar Negeri yang diambil. Menurut analisa pada penelitan skripsi ini, faktor peran Partai Republik pada masa Presiden Bush dan peran Partai Demokrat pada masa Presiden Obama menentukan apa yang menjadi Kepentingan Nasional AS pada kawasan Asia Timur. Jadi dapat disimpulkan ketika awal momentum Jepang mengubah kebijakan pertahanan dan keamanannya, pada saat itu pengaruh Kebijakan Luar Negeri AS masih didominasi oleh Partai Republik. Mendorong Jepang untuk melakukan perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan serta peningkatan anggaran aliansi militer AS, merupakan ciri dari Kebijakan Luar Negeri yang berdasarkan penggunaan militer. AS mulai lebih menaruh perhatian Kebijakan Luar Negeri mereka pada kawasan Asia Timur. Hal ini ditandai dengan beberapa agenda rapat kongres AS mengenai masalah peluncuran senjata nuklir Korea Utara. AS kemudian sedikit mengubah prioritas, ketika Obama menjadi Presiden pada tahun 2008. Kepentingan ekonomi menjadi prioritas utama AS pada kawasan Asia Timur selain kepentingan di bidang keamanan dan politik. Dalam mengamankan kepentingan ekonomi, AS masih memperkuat kekuatan aliansi militer bersama Jepang, karena masih adanya ancaman kekuatan militer Tiongkok dan kepemilikan senjata nuklir Korea Utara. Kekuatan militer Tiongkok dan kepemilikan senjata nuklir Korea Utara dapat mengancam kepentingan ekonomi AS pada kawasan ini. Jadi AS pada masa Obama masih memiliki kepentingan dalam aliansi bersama Jepang, AS tidak bisa begitu saja untuk meninggalkan atau meminimalkan hubungan aliansinya, walaupun Partai Demokrat yang tidak menganut paham penggunaan force sedang berkuasa di pemerintah.

4.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi AS Mendorong Perubahan dan

Kebijakan Pertahanan dan Keamanan Jepang Seperti telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya, Jepang melakukan perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan bermula pada NDPG 2004, orientasi kebijakan pertahanan mengarah untuk sebisa mungkin mempertahankan Jepang dari ancaman yang mulai terlihat saat itu yaitu nuklir Korea Utara dan kemajuan militer Tiongkok. Tahun 2007 menjadi awal momentum Jepang dalam transformasi militer di mana Kementerian Pertahanan Jepang dibentuk atas dorongan dari Amerika Serikat, menandakan Jepang mengubah orientasi kebijakan pertahanannya untuk lebih serius. AS meminta perubahan doktrin militer Jepang sehingga dikeluarkannya NDPG 2010, berisi bahwa orientasi “Basic Defense Force Concept” berubah menjadi “Dynamic Defense Force”, a rtinya Jepang harus lebih aktif dalam masalah pertahanan terkait persepsi ancaman bertambah, tidak hanya ancaman tradisional tapi juga ancaman non- tradisional. Jepang melakukan transformasi kebijakan pertahanan dan keamanan tentu memiliki faktor penyebabnya, baik itu faktor internal maupun eksternalnya. Pada sub bab ini dibagi menjadi dua bagian, pertama faktor internal yang mempengaruhi perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang, yaitu keinginan Jepang untuk melakukan amandemen pasal 9 Konstitusi Jepang 1947. Selanjutnya yang kedua, faktor eksternal yaitu masalah kepemilikan senjata nuklir Korea Utara yang menjadi ancaman kawasan, serta peningkatan militer Tiongkok yang menimbulkan efek Security Dilemma bagi Jepang.

4.2.1 Amandemen Pasal 9 Konstitusi Jepang 1947

AS meminta Jepang untuk ikut berpartisipasi dalam pasukan militer multinasional yang dipimpin oleh AS, misalnya keterlibatan dalam perang di Afghanistan. Militer Jepang juga bergabung dalam Operasi Penjaga Perdamaian PBB. Di Afghanistan kapal-kapal laut Jepang beroperasi di Samudera Hindia untuk memberi bahan bakar dan bantuan logistik lainnya bagi pesawat-pesawat AS. Di bawah PM Junichiro Koizumi, pasukan Jepang juga bergabung dalam misi penjaga perdamaian di Irak. Penempatan pasukan di Irak merupakan keikutsertaan pertama ke dalam zona perang sejak PD II. Misi-misi semacam itu selalu memicu perdebatan publik mengenai apakah tindakan semacam itu bertentangan atau tidak dengan Konstitusi Jepang. Karena itu pula Shinzo Abe menginginkan Pasal 9 diamandemen untuk perluasan wewenang bagi militer Jepang yang sesuai dengan konstitusi The Diplomat 2012. Amandemen tersebut, apabila berhasil dilakukan akan mengubah arsitektur politik luar negeri Jepang dari yang selama ini pasif, menjadi lebih agresif. Perubahan ini sangat baik bagi keamanan nasional Jepang, namun di sisi lain telah menimbulkan berbagai kecurigaan dari negara-negara tetangganya, khususnya di Asia Timur Prajuli 2008. Sikap ekspansionisme militer Jepang pada masa Perang Dunia dan memburuknya kondisi keamanan di kawasan menjadi faktor utama kecurigaan negara-negara tetangga Jepang dalam menanggapi amandemen konstitusi Jepang ini Wang 2008. Amandemen Pasal 9 merupakan bagian dari upaya merevisi kebijakan keamanan untuk keluar dari kebijakan pasifisme yang selama ini dianut oleh Jepang. Pasal 9 itu sendiri berbunyi Japan Ministry of Defense 2012, http:www.mod.go.jpedpolicy diakses pada 12 September 2014 “1 Aspiring sincerely to an international peace based on justice and order, the Japanese people forever renounce war as a sovereign right of the nation and the threat or use of force as means of setting international disputes; 2 In order to accomplish the aim of the preceding paragraph, land, sea, and air forces, as well as other war potential, will never be maintained. The right of belligerency of the state will not be recognized” Yang diterjemahkan sebagai berikut: “1Dalam keinginan yang sesungguh-sungguhnya akan mencapai perdamaian berdasarkan keadilan dan ketertiban, bangsa Jepang untuk selama-lamanya menolak perang sebagai hak kedaulatan bangsa dan ancaman atau penggunaan kekuatan sebagai wahana untuk menyelesaikan perselisihan internasional. 2Demi mencapai tujuan tersebut, tidak akan dibina angkatan darat, laut, dan udara maupun potensi perang lainnya. Hak perang negara tidak akan diakui” Berdasarkan Pasal 9 Konstitusi 1947 tersebut, secara tegas dinyatakan bahwa Jepang tidak akan membangun kekuatan militer. Namun, para penguasa Jepang tidak pernah menginterpretasikan larangan itu secara ketat, sehingga kemudian Jepang dimungkinkan untuk memiliki kekuatan militer terbatas untuk memenuhi kebutuhan pertahanan yang mereka sebut Self-Defense ForceSDF pasukan bela diri Prajuli 2008. Untuk melancarkan keinginan mengamandemen Pasal 9, Jepang harus mengubah Pasal 96 dahulu yang mengatur proses perubahan konstitusi. Berikut isi dari Pasal 96 Konstitusi Jepang 1947 Konstitusi Jepang 1946 diakses dari Kantei.go.jp 2015: “1 Amendments to this Constitution shall be initiated by the Diet, through a concurring vote of two-thirds or more of all the members of each House and shall thereupon be submitted to the people for ratification, which shall require the affirmative vote of a majority of all votes cast thereon, at a special referendum or at such election as the Diet shall specify. 2 Amendments when so ratified shall immediately be promulgated by the Emperor in the name of the people, as an integral part of this Constitution” Yang diterjemahkan sebagai berikut: “1 Amandemen Konstitusi ini harus dimulai oleh Dewan Parlemen, melalui pemungutan suara dari dua pertiga atau lebih dari semua anggota masing-masing faksi dan kemudian akan diserahkan kepada rakyat untuk ratifikasi, yang akan memerlukan suara mayoritas setuju dari semua faksi, pada referendum khusus atau seperti di pemilu Dewan Parlemen harus menetapkan. 2 Amandemen setelah diratifikasi harus segera diumumkan oleh Kaisar atas nama rakyat, sebagai bagian dari Konstitusi ini” Dengan mengubah Pasal 96, Jepang dengan mudah memproses perubahan konstitusional lainnya, termasuk mengamandemen Pasal 9. Sekalipun partai Abe, Partai Demokrat Liberal Jepang LDP mendominasi di majelis rendah dan majelis tinggi, langkah Pemerintahan Abe tidak akan berjalan mudah karena masyarakat Jepang belum semua menginginkan perubahan pasal 9 tersebut New York Times 2012. Pergeseran pendapat publik Jepang terjadi pada tahun 2012 di mana berdasarkan survei Nikkei Asian Reviews 2012, 56 responden percaya bahwa konstitusi harus direvisi. Menurut survei dari Nikkei Asian Reviews itu, 28 responden warga Jepang tidak menginginkan perubahan konstitusi. Persentase ini terendah dalam delapan tahun terakhir setelah sebelumnya selalu berada di atas 30. Angka ini dinilai banyak pengamat dikarenakan pengaruh militer AS di Okinawa berdampak pada opini publik Jepang untuk meningkatkan kekuatan militer mereka Nikkei Asian Reviews 2012.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

4 102 81

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Studi Pelaksanaan Program SRI (System of Rice Intensification) Petani Pemula dan Petani Berpengalaman(Studi Kasus: Desa Aras, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara)

0 40 81

ENGARUH PERBEDAAN SISTEM TANAM KONVENSIONAL DENGAN SRI (System of Rice Intensification ) TERHADAP DOMINANSI GULMA DAN HASIL TANAMAN PADI

3 31 15

Motivasi petani dalam menerapkan metode SRI (System of Rice Intensification): studi kasus di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya

0 10 118

KARAKTER MORFOLOGI PADI PADA PERTANAMAN DENGAN PENDEKATAN SRI (System of Rice Intensification) Morphological characters of rice under System of Rice Intensification

0 0 11

Kajian Peran Serta Petani Terhadap Penyesuaian Manajemen Irigasi untuk Usaha Tani Padi Metode SRI (System of Rice Intensification) di Petak Tersier Daerah Irigasi Cirasea, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

0 1 16

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

0 0 10

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

0 0 17

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 46