Teknologi Militer Jepang Bentuk Perubahan Kebijakan Pertahanan dan Keamanan Jepang

membuktikan Jepang mulai meninggalkan Pasal 9 Konstitusi 1947 Deming 2004. Kemudian Badan Pertahanan Jepang membuat dokumen tambahan pada NDPG 1976. Jepang mengeluarkan dokumen New Defense Build Up Plan yang masih tercantum pada NDPG 1976. Dokumen ini terdiri dari empat tahap penerapan yaitu sebagai berikut: Pertama, peningkatan kemampuan pertahanan Jepang agar siap dalam menghadapi serangan langsung, melalui pemeliharaan dan pengawasan atas laut dan udara Jepang. Kedua dengan mencegah ancaman negara yang berusaha untuk menduduki wilayah Jepang. Ketiga yaitu pencegahan atas serangan dari luar di bawah perjanjian keamanan dengan AS atau usaha-usaha melalui perdamaian PBB. Keempat, ketergantungan Jepang akan payung nuklir AS, dalam rangka mencegah ancaman penggunaan senjata nuklir. Hal ini dilakukan karena Jepang menganut tiga prinsip non nuklir pada tahun 1971, yaitu tidak memiliki, tidak membuat serta tidak mengijinkan masuknya senjata nuklir ke wilayah Jepang. Jepang ikut menandatangani Nuclear Non Poliferation Treaty tahun 1976, yang menyatakan bahwa Jepang adalah negara yang tidak memiliki senjata nuklir Nakanishi 2003. Pada tahun 1995, Jepang kembali mengeluarkan National Defense Program Guidelines NDPG. Pada NDPG kali ini banyak revisi dalam rangka merespon keadaan Hubungan Internasional yang baru tercipta yaitu pasca runtuhnya Uni Soviet. Keadaan kawasan yang belum stabil pasca Uni Soviet runtuh membuat Jepang perlu mengubah doktrin militernya. Perubahan doktrin militer pada tahun ini terlihat pada peran angkatan militer Jepang atau JSDF diperkuat dalam rangka merespon ancaman dari kemungkinan invasi ke Jepang dalam sekala besar. Kemudian JSDF ditingkatkan perannya selain ikut sebagai operasi penjaga perdamaian bersama AS, JSDF juga bertanggung jawab pada semua kejadian bencana alam dikarenakan pada masa ini Jepang sering tertimpa bancana gempa bumi dan Tsunami. JSDF bukan sekedar tentara bela diri Jepang lagi, melainkan telah menjadi angkatan bersenjata yang sama dengan tentara pada negara – negara di dunia secara umumnya Shoji 2011. National Defense Program Guidelines 2004 dikeluarkan ketika Jepang mulai terancam oleh berbagai ancaman baru, seperti meningkatnya jumlah proliferasi senjata pemusnah masal dan misil balistik Korea Utara, perkembangan militer Tiongkok serta munculnya organisasi teroris. NDPG 2004 berisi prinsip dasar kebijakan pertahanan yaitu sebagai berukut: pertama, mencegah ancaman langsung mencapai Jepang, dan jika itu terjadi mengusir dan meminimalisir kerusakan yang disebabkannya; dan kedua, meningkatkan keamanan lingkungan internasional untuk mengurangi potensi ancaman mencapai Jepang. Dua tujuan tersebut diikuti dengan tiga pendekatan yaitu melalui usaha Jepang sendiri, kerja sama dengan mitra aliansi AS, dan kerja sama dengan komunitas internasional PBB Japan Ministry of Defense 2004. Yang terakhir adalah NDPG paling baru yang dikeluarkan pada tahun 2010 atas dorongan dari Amerika Serikat dalam rangka merespon pengembangan kekuatan militer Tiongkok dan Korea Utara Park 2010. Doktrin “Basic Defense Force Concept” yang dibuat pada tahun 1976 berubah menjadi “Dynamic Defense Force” pada NDPG terbaru ini. NDPG tersebut membangun kekuatan militer Jepang yang dapat secara efektif merespon berbagai ancaman keamanan yang ada saat ini termasuk ancaman militer Tiongkok dan Korea Utara. Membangun kekuatan militer yang besar sangat diutamakan dikarenakan untuk mengoptimalkan waktu secara efisien daripada mengandalkan peringatan yang ada dalam menangkal ancaman Japan Ministry of Defense 2010. Di dalam NDPG 2010 dijelaskan bahwa prinsip-prinsip dasar keamanan yang akan diterapkan adalah: 1 mencegah ancaman potensial dan meminimalisir kerusakan yang mungkin terjadi ; 2 berusaha membuat keadaan keamanan kawasan Asia Timur yang stabil, dan mencegah ancaman kawasan dengan meningkatkan keamanan kawasan; dan 3 pada level internasional bersuaha menjadi pasukan kedamaian dengan bergabung dengan AS pada Peace Keeping Operation PKO di PBB NDPG Document 2010. Jadi dapat disimpulkan doktrin militer Jepang berubah dari “Basic Defense Force Concept” menjadi “Dynamic Defense Force”, yang berarti Jepang harus lebih aktif dalam kegiatan intelijen, pengawasan dan pengintaian. Militer Jepang dituntut lebih aktif dengan menjalankan serangkaian operasi militer agar lebih siap dalam menghadapi ancaaman baik ancaman tradisional maun non- tradisional. Perubahan doktrin ini momentum awalnya saat Kementerian pertahanan berdiri. Dapat disimpulkan pergeseran ancaman juga ikut memperluas peran JSDF, di mana ancaman tidak lagi dilihat hanya berupa ancaman keamanan tradisional, akan tetapi juga telah memasukkan ancaman non-tradisional ke dalamnya, seperti bencana alam, teroris, kemanusiaan, dan lainnya. Dengan peran

Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

4 102 81

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Studi Pelaksanaan Program SRI (System of Rice Intensification) Petani Pemula dan Petani Berpengalaman(Studi Kasus: Desa Aras, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara)

0 40 81

ENGARUH PERBEDAAN SISTEM TANAM KONVENSIONAL DENGAN SRI (System of Rice Intensification ) TERHADAP DOMINANSI GULMA DAN HASIL TANAMAN PADI

3 31 15

Motivasi petani dalam menerapkan metode SRI (System of Rice Intensification): studi kasus di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya

0 10 118

KARAKTER MORFOLOGI PADI PADA PERTANAMAN DENGAN PENDEKATAN SRI (System of Rice Intensification) Morphological characters of rice under System of Rice Intensification

0 0 11

Kajian Peran Serta Petani Terhadap Penyesuaian Manajemen Irigasi untuk Usaha Tani Padi Metode SRI (System of Rice Intensification) di Petak Tersier Daerah Irigasi Cirasea, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

0 1 16

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

0 0 10

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

0 0 17

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 46