Aliansi Keamanan Amerika Serikat – Jepang Periode 2006 – 2012

Pada awal 2009 sejak Obama menjabat sebagai Presiden AS ada upaya pendekatan dan penguatan hubungan aliansi keamanan secara bilateral dengan negara-negara Asia Pasifik Khairunissa 2013. Istilah rebalance policy yang menggambarkan AS di Asia Pasifik yang baru, atau dikenal sebagai “The Pivot to Asia” merupakan perubahan prioritas AS terhadap negara-negara di Asia. Hal tersebut terlihat dari upaya AS menambah pasukan di kawasan Asia Pasifik dan memperkuat hubungan dengan negara-negara di kawasan Asia. Tidak hanya itu, AS juga mendorong negara-negara aliansinya untuk mengadopsi kebijakan yang sama The Foregin Policy Initiative 2014. Anggota Security Consultative Comitee SCC AS-Jepang pada 28 Mei 2010 kembali mengeluarkan Joint Statement of the U.S.-Japan Security Committee. Dalam pertemuan ini masalah – masalah yang telah dibicarakan pada Joint Statement SCC 2007 kembali dibahas, seperti masalah relokasi militer dari Okinawa ke Guam, mengkonstruksi ulang fasilitas militer di Henoko Saki, lebih memikirkan dampak lingkungan dan dampak terhadap penduduk setempat SCC Joint Statement Document 2010. Pada 21 Juni 2011 kembali dikeluarkan kesepakatan SCC yaitu Joint Statement of the Security Consultative Committee Toward a Deeper and Broader U.S.-Japan Alliance: Building on 50 Years of Partnership. Masalah yang dibahas pada pertemuan dalam rangka setengah abad aliansi AS-Jepang ini berkaitan dengan bencana alam yang terjadi pada Jepang yaitu pada 11 Maret 2011, gempa bumi dan tsunami, serta keadaan darurat reaktor nuklir Fukushima. Kerja sama ini melibatkan operasi gabungan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Pasukan Pertahanan Bela Diri Jepang SDF dan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat. Hal ini telah memberikan keyakinan baru kepada aliansi ini untuk saling membantu bila salah satu pihak tertimpa bencana Japan Ministry of Defense 2007. Usaha pembentukan Joint Force dalam aliansi kemudian direncanakan akan dibicarakan pada pertemuan SCC berikutnya. Selanjutnya 27 April 2012 pertemuan SCC dilakukan oleh Menteri Pertahanan Leon Panetta dan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dari AS, serta Jepang diwakili Menteri Pertahanan Naoki Tanaka dan Menteri Luar Negeri Koichiro Genba. Pertemuan ini menghasilkan Joint Statement of the Security Consultative Committee yang intinya memperkuat aliansi bersama serta beberapa revisi terhadap kesepakatan sebelumnya. Revisi tersebut diantaranya mengkomposisi ulang unit militer di Okinawa, Guam, dan daerah luar Jepang lainnya, mengkonsolidasikan pangkalan militer kembali ke Okinawa, membangun fasilitas militer kembali di Futenma, dan mengembalikan pangkalan udara Kadena Selatan SCC Joint Statement Document 2012. Kesepakatan bersama SCC pada tahun 2012 ini kemudian menghasilkan beberapa pengaturan ulang terhadap kesepakatan SCC United States-Japan Roadmap for RealignmentI Implementation yang pernah disepakati pada tahun 2006, untuk penempatan fasilitas militer di provinsi Okinawa dan beberapa tempat di dalam negeri dan luar negara Jepang Dupuy 2012. Beberapa penempatan ulang unit militer pada provinsi Okinawa diantaranya: Marine Corps Air Station MCAS di Futenma, Pelabuhan Naha, Markas Kuwae, Markas Zukeran di Futenma Barat, Daerah Perbaikan Makiminato, dan Pangkalan Udara di Kadena Selatan. Selain itu revisi kesepakatan SCC ini juga berisi tentang penambahan senjata dan unit militer seperti, penambahan armored vehicle, missiles, mortar,rifle, grenade, howitzer, helicopter, Recon UAV, aircraft dan sebagainya. Penambahan senjata ini dikarenakan beberapa pangkalan militer yang baru dikembalikan di Okinawa membutuhkan fasilitas baru SCC Joint Statement Document 2012. Berikut tabel penambahan senjata militer untuk aliansi setelah kesepakatan SCC tahun 2012 dan peta Pangkalan Udara Militer Amerika Serikat di Kadena Selatan, Provinsi Okinawa dalam SCC Joint Statement 2012. Tabel 2: Daftar Penambahan Peralatan Militer setelah SCC Joint Statement 2012 Nama Alat Jumlah Unit Sebelum Kesepakatan SCC 2012 Jumlah Unit Sebelum Kesepakatan SCC 2012 Type 10 Main Battle Tank 10 53 Type 89 Infantry Fighting Vehicle 9 68 Maneuvr Combat Vehicle 4 103 Type 73 Armored Personnel Carrier 24 338 FH-70 Towed Howitzer 200 310 Chemical Reconnaussance Vehicle 5 47 Type 92 Mine Clearance Vehicle - 5 Bushmaster Protected Mobility Vehicle - 4 LR-2 Super King Aircraft - 7 Lr-1 MU-2 aircraft - 2 Bell Ah-1 Cobra 10 88 OH-6D Scout Helicopter 50 106 RT 120mm Heavy Mortar 50 430 L16 81mm Mortar - 5 Sumber: Japan Ministry of Defense dan International Military And Defence Encyclopedia oleh Trevor N. Dupuy Dapat disimpulkan dari tabel di atas, aliansi militer AS-Jepang pada kesepakatan SCC 2012 menghasilkan kebijakan aliansi untuk menambah jumlah persenjataan yang ada dan menghasilkan pengadaan jenis senjata yang baru. Selain itu Kesepakatan SCC 2012 juga menghasilkan beberapa keputusan untuk mengembalikan beberapa markas militer yang sebelumnya pada 2009 telah dihentikan sementara. Di bawah ini peta dari pangkalan udara AS di Kadena Selatan. Gambar 2: Peta Pangkalan Udara Militer Amerika Serikat di Kadena Selatan Provinsi Okinawa dalam SCC Joint Statement 2012 Sumber: Website resmi Kementerian Pertahanan Jepang diakses dari www.mod.go.jp diakses pada 20 September 2014 Type 91 Portable Air Missile 100 210 Gambar diatas menjelaskan peta Kadena Selatan berdasarkan daerah mana yang paling memenuhi syarat untuk dikembalikan fasilitas militernya setelah perjanjian Futenma Replacement Facility atau FRF dan Joint Statement SCC 2012. Pengembalian wilayah pangkalan militer ini telah disetujui oleh Parlemen Jepang. Dengan pengembalian wilayah ini membuktikan Okinawa siap kembali menjadi tuan rumah dalam pangkalan militer aliansi Japan Ministry of Defense 2012. Dapat disimpulkan sejak Jepang melakukan tranformasi militer hingga tahun 2012, hubungan militer AS-Jepang mengalami banyak sekali perubahan dan revisi kesepakatan bersama. Pada tahun 2006 provokasi yang dilakukan Korea Utara dalam meluncurkan senjata nuklir serta perkembangang pesat kekuatan militer Tiongkok berdampak pada revisi yang banyak pada kesepakatan bersama aliansi, di mana beberapa pertemuan SCC menghasilkan keputusan untuk terus memperbaiki kinerja dari aliansi militer ini. Hubungan aliansi mulai mendapat pertentangan dari internal Jepang saat munculnya isu perlakuan asusila dan kriminalitas yang dilakukan para tentara AS di Okinawa. Hal ini berdampak pada wacana pengurangan pasukan militer Amerika Serikat di Jepang bahkan adanya wacana mengusir penuh. Akan tetapi hubungan buruk ini tidak berlangsung lama, pada tahun 2009 melalui “The Pivot to Asia”, Presiden Obama memfokuskan Kebijakan Luar Negeri AS pada kawasan Asia Pasifik khususnya Asia Timur. Hal ini kemudian direalisasikan pada tahun 2012 dengan mengeluarkan dokumen resmi Sustaining US Global Leadership: Priorities for 21st Century Defense. Hal ini menjadikan Jepang sebagai mitra aliansi yang sangat penting untuk kepentingan AS Khairunissa 2013. Hal ini merupakan bentuk penguatan aliansi AS-Jepang dalam menghadapi kekuatan ancaman dari Tiongkok dan Korea Utara. Jepang sejak tahun 2006 terus mengarahkan militernya untuk terus berkembang sangat bergantung pada Amerika Serikat, karena dengan penguatan aliansi militer maka militer Jepang mendapatkan pembelajaran strategi militer, teknologi militer yang canggih serta pengelolahan militer yang baik Avery Reinhart 2013. Bagi Amerika Serikat, Jepang adalah mitra aliansi yang penting demi kepentingan mereka yang ingin terus mempunyai pengaruh di kawasan Asia Timur. Jepang menjadi perpanjangan tangan AS untuk menyebarkan pengaruh dan nilai – nilai demokrasi, liberalisme, kemerdekaan dan sebagainya serta menunjukkan power untuk membendung paham komunis Korea Utara dan Tiongkok agar tidak menyebar di kawasan Asia Timur Dupuy 2012. Tetap menjadi kekuatan hegemoni di Asia Pasifik menjadi prioritas utama pendekatan Kebijakan Luar Negeri AS di era Presiden Obama. Untuk itu memperkuat aliansi militer bersama Jepang secara konsisten merupakan langkah penting bagi Amerika Serikat. 40

BAB III PERUBAHAN KEBIJAKAN PERTAHANAN DAN

KEAMANAN JEPANG 2006 -2012 Pada Bab II telah dijelaskan sejarah dan bentuk kerjasama keamanan dan pertahanan aliansi Amerika Serikat dan Jepang, bermula dari masa setelah Perang Dunia II, Perang Dingin, pasca Perang Dingin, sampai di masa Jepang melakukan modernisasi militer hingga revisi terakhir aliansi keamanan AS-Jepang tahun 2006 - 2012. Dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa hubungan aliansi AS-Jepang mengalami pasang surut, tetapi pada akhirnya kesepakatan SCC 2012 menandai hubungan AS-Jepang semakin erat. Akan dijelaskan pada bab ini perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang. Bab ini berisi bentuk perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang; jumlah kekuatan, teknologi kekuatan, dan penggunaan kekuatan militer.

3.1 Bentuk Perubahan Kebijakan Pertahanan dan Keamanan Jepang

2006 – 2012 Menurut Stephen Biddle dalam bukunya Military Power: Explaining Victory and Defeat In Modern Battle 2004, untuk mengukur kapabilitas militer suatu negara dapat dilihat dari tiga cara. Pertama, dengan melihat jumlah kekuatan militer, suatu negara tentu dengan mudah diidentifikasi kapabilitas militernya dengan melihat secara langsung jumlah kekuatan militernya. Kedua, indikator teknologi militer. Negara dengan kapabilitas militer yang besar adalah dengan teknologi militer yang tinggi dan canggih, bukan sekedar jumlah tetapi juga kualitas teknologi militernya. Ketiga, doktrin tujuan dari penggunaan kekuatan militer. Kapabilitas militer suatu negara dapat diukur dengan doktrin tujuan dari penggunaan kekuatan militer tersebut Biddle 2004. Kemudian indikator – indikator ini akan dibahas secara detail dalam beberapa sub-bab berikut ini.

3.1.1 Kekuatan Militer Jepang

Jepang mengalami peningkatan jumlah pasukan militer semenjak kekuatan pertahanannya dibangun kembali pasca kekalahannya dalam Perang Dunia II. Sedikit berbeda dengan pasukan militer di negara lain, dibentuknya pasukan bernama Japan Self Defense Force atau JSDF pada tahun 1954 sebatas hanya pasukan bela diri bukan sepenuhnya militer. Pasukan bela diri ini terdiri dari 165.000 pasukan. Pada doktrin National Defense Program Guidelines NDPG 1976, ditambah pasukan bela diri baru jsekitar 25.000 pasukan sehingga totalnya menjadi sekitar 190.000 pasukan. Akan tetapi pasca Perang Dingin hingga sekarang, jumlah pasukan bela diri Jepang menurun. Pada tahun 2012 Jepang hanya mempunyai pasukan darat yang terdiri dari personel aktif yang berjumlah sekitar 150.000 pasukan, dan pasukan cadangan yang berjumlah sekitar 8.500 pasukan Japan Ministry of Defense 2012. Menurut analisa dalam skripsi ini, peningkatan jumlah terjadi pada masa Perang Dingin, dan mulai mengalami penurunan, setelah berakhirnya Perang Dingin, dikarenakan perubahan kebijakan pertahanan dan keamanan Jepang lebih diarahkan untuk menciptakan pasukan yang lebih efektif dan efisien, Jepang melakukan peningkatan kualitas terhadap kekuatan Japan Self Defense Force atau JSDF pada masa pasca Perang Dingin, yaitu melalui kebijakan Japan Defense Build Up Program pada NDPG 1995 . Jepang lebih mefokuskan pada peningkatan kualitas pertahanannya, khususnya pada kekuatan maritim dan udaranya. Kemudian melakukan efisiensi terhadap kekuatan daratnya dengan melakukan pengurangan persenjataannya, khususnya Tank Penyerang Utama atau Main Battle Tank dan artileri yang dimilikinya. Pengurangan jumlah alutsista dari tahun 1976 hingga masa pasca Perang Dingin, sampai masa awal pembentukan Kementerian Pertahanan serta pada akhirnya pada tahun 2012 merupakan bentuk program baru Jepang untuk lebih meningkatkan kualitas militernya Karismaya 2013. Berikut ini grafik yang menjelaskan jumlah pasukan bersenjata dan senjata militer yang dimiliki Jepang dari masa 1976 sampai tahun 2012. Grafik 1: Jumlah Pasukan Angkatan Darat Jepang dari beberapa periode Sumber: Website Kementerian Pertahanan Jepang, www.mod.jp.go diakses pada 10 Oktober 2014 Pada grafik di atas menjelaskan jumlah pasukan militer Jepang dari awal doktrin militer pada NDPG pertama di tahun 1976 sampai NDPG terbaru di tahun 2012. Pada NDPG 1976, jumlah pasukan militer pasukan bela diri pada saat itu Jepang yang terbanyak, dengan jumlah hampir 180.000 pasukan utama dan tidak ada pasukan cadangan karena pada saat itu belum ada pembagian pasukan utama dan cadangan. NDPG merupakan doktrin militer awal Jepang pasca kekalahan Perang Dunia II, dimana doktrin ini menakankan pada jumlah pasukan dan persenjataan, tidak heran jumlah pasukan militer Jepang hampir 180.000 pasukan Japan Ministry of Defense 2012. Kemudian pada NDPG selanjutnya Jepang mengurangi jumlah pasukan militer dikarenakan mulai berdatangannya pasukan aliansi militer dari AS. Sampai pada NDPG 2012, pasukan utama militer Jepang berjumlah 155.000 pasukan dan pasukan cadangan berjumlah 15.000 pasukan. 50000 100000 150000 200000 NDPG 1976 NPDG 1995 NDPG 2004 NDPG 2010 NDPG 2012 Pasukan Utama Pasukan Cadangan pasukan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

4 102 81

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

2 84 123

Studi Pelaksanaan Program SRI (System of Rice Intensification) Petani Pemula dan Petani Berpengalaman(Studi Kasus: Desa Aras, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara)

0 40 81

ENGARUH PERBEDAAN SISTEM TANAM KONVENSIONAL DENGAN SRI (System of Rice Intensification ) TERHADAP DOMINANSI GULMA DAN HASIL TANAMAN PADI

3 31 15

Motivasi petani dalam menerapkan metode SRI (System of Rice Intensification): studi kasus di Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya

0 10 118

KARAKTER MORFOLOGI PADI PADA PERTANAMAN DENGAN PENDEKATAN SRI (System of Rice Intensification) Morphological characters of rice under System of Rice Intensification

0 0 11

Kajian Peran Serta Petani Terhadap Penyesuaian Manajemen Irigasi untuk Usaha Tani Padi Metode SRI (System of Rice Intensification) di Petak Tersier Daerah Irigasi Cirasea, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

0 1 16

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

0 0 10

Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Sikap Petani Dalam Penerapan Padi Sawah SRI (System of Rice Intensification)

0 0 17

Analisis Komparasi Pendapatan Petani Sistem Tanam SRI (System of Rice Intensification) Dengan Petani Sistem Tanaman Legowo (Studi Kasus: Desa Pematang Setrak, Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai)

0 1 46