Adapun  menurut  Goodchild  1990  langkah-langkah  dalam  proses konservasi pelestarian, yaitu:
1. identifikasi tapak, memuat tentang identifikasi lokasi dan batas-batasnya,
2. deskripsi  awal,  memuat  informasi  yang  tersedia  serta  karakter  yang
menonjol, 3.
assessment awal, berisi tentang kondisi, karakter dan general significance dari tapak serta masalah-masalah yang paling mempengaruhinya,
4. penetapan tindakan yang diperlukan dan pelakunya,
5. formulasi  proposal  atau  kebijakan,  yang  memerlukan  survei  dan
assessment lebih rinci, 6.
pelaksanaan proposal atau kebijakan, 7.
pengawasan tapak dan konservasinya, 8.
review, yang meliputi manajemen, pemeliharaan, konservasi dan waktu. Harris  dan  Dines  1988  mengemukakan  beberapa  bentuk  tindakan
pelestarian lanskap sejarah yang umum, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tindakan pelestarian kawasan bersejarah Harris dan Dinnes 1988
No Pendekatan
Definisi Impliksasi
1 Preservasi
Mempertahankan tapak seperti kondisi awal tanpa
melakukan penambahan maupun merusaknya
  Intervensi campur  tangan rendah, melindungi lanskap sejarah tanpa
perusakan   Tanpa membedakan perkembangan
tapak 2
Konservasi Mencegah bertambahnya
kerusakan pada tapak atau elemen tapak
  Melindungi lanskap bersejarah, terkadang melibatkan sedikit
penambahan atau pergantian   Pemakaian teknologi dan adanya
pengujian keilmuan 3
Rehabilitasi Meningkatkan standar
modern dengan tetap memperkenalkan dan
mempertahankan karakter sejarah
  Terbatasnya penelitian mengenai sejarah untuk mengetahui elemen
yang sesuai   Adanya kesatuan antara elemen
sejarah modern   Melibatkan tingginya tingkat
intervensi, sehingga semakin menghilangkan lanskap sejarah
4 Restorasi
Mengembalikan seperti kondisi awal tempo dulu
sebisa mungkin   Mengembangkan penelitian
kesejarahan secara luas dan tepat 5
Rekonstruksi Menciptakan kembali
kondisi awal, dimana tapak eksisting sudah tidak lagi
bertahan   Melakukan penelitian mengenai
sejarah dan arkeologi untuk memperoleh ketepatan
  Mengembangkan desain, elemen, dan artefak apabila diperlukan
  Mempertimbangkan tapak museum yang sesuai
6 Rekonstitusi
Menempatkan atau mengembalikan periode
waktu, skala, penggunaan, dan lainnya yang sesuai
  Memperluas penelitian kesejarahan untuk mempertahankan karakter
dan pola yang akan dikembangkan
2.3. Kota Bogor sebagai Kota Pusaka
Pusaka  adalah  peninggalan  masa  lalu  yang  bernilai  sejarah,  pemikiran, kualitas  rencana  dan  pembuatannya,  perannya  yang  sangat  penting  bagi
keberlanjutan  hidup  manusia.  Adapun  Kota  Pusaka  adalah  kota  yang  memiliki kekentalan  sejarah  yang  besar  yang  terwujud  dan  berisikan  keragaman  pusaka
alam,  budaya  baik  ragawi  dan  tak  ragawi,  serta  saujana  Adishakti,  2008. Menurut  Dirjen  PU  2013  yang  dimuat  dalam  buku  Inventarisasi  Program
Pelestarian dan Penataan Kota Pusaka P3KP, Kota Bogor merupakan salah satu kota  yang  ditetapkan  sebagai  Kota  Pusaka.  Kota  Bogor  memiliki  peninggalan
sejarah yang sebagian besar masih terjaga hingga saat ini.
Sebagai Kota Pusaka, strategi utama pengembangan Kota Bogor haruslah berbasis  pada  pelestarian  pusaka  heritage.  Sejarah  Kota  Bogor  yang  sangat
panjang  dimulai  dari  Kerajaan  Padjajaran  hingga  masa  Kolonial  menghasilkan peninggalan-peninggalan  yang  tersebar  di  seluruh  Kota  Bogor.  Beberapa
diantaranya adalah Prasasti Batu Tulis, Istana Bogor, Kebun Raya Bogor, Stasiun, Klenteng,  Gereja,  Masjid,  Rumah    Sakit,  serta  bangunan-bangunan  tua  yang
memiliki  arsitektur  khas  yang  sudah  terdaftar  dalam  Benda  Cagar  Budaya. Berdasarkan  hasil  identifikasi  aset  pusaka  oleh  Direktorat  Jenderal  Penataan
Ruang  tahun  2013,  pengembangan    Kota  Pusaka  di  Kota  Bogor  menjadi  6  sub kawasan yaitu kawasan Kebun Raya Bogor, kawasan Pecinan, kawasan Empang,
kawasan  Pemukiman  Eropa,  kawasan  Plan  Karsten,  dan  kawasan  Pemekaran Barat.
2.4 Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor
Dalam  UU  No.  11  Tahun  2010  Pasal  72  menyatakan  bahwa  batas-batas keluasan  dan  pemanfaatan  ruang  dalam  situs  dan  kawasan  ditetapkan  dengan
sistem  zonasi  berdasarkan  hasil  kajian  yang  pada  pasal  73  ayat  3  terdiri  dari zona inti, zona penyangga, zona pengembangan dan atau zona penunjang.  Selain
itu  dalam  pasal  yang  sama  pada  Ayat  4  dijelaskan  bahwa  penetapan  luas,  tata letak, dan fungsi zona ditentukan berdasarkan hasil kajian dengan mengutamakan
peluang peningkatan kesejahteraan rakyat.
Kebun  Raya  Bogor  KRB  merupakan  sebuah  aset  yang  memiliki  nilai penting  bagi  Kota  Bogor.  Menurut  Wibisono  2012,  KRB  selain  berfungsi
sebagai    ruang    terbuka    hijau    RTH    terbesar    di    Kota    Bogor    dan    pusat penelitian    Botani,    KRB    juga    memiliki    nilai    kesejarahan    dalam  perjalanan
perkembangan  Kota  Bogor.  KRB  memiliki  nilai  penting  yang  berhubungan dengan  ditetapkannya  sebagai  kawasan  yang  perlu  dilestarikan.  Berikut
merupakan  nilai-nilai  penting  yang  terdapat  di  KRB Wibisono, 2012: 1.
Landmark Kota Bogor dan berada tepat di tengah Kota Bogor. 2.
RTH yang penting bagi Kota Bogor yang di dalamnya terdapat berbagai jenis tumbuhan  maupun  hewan  yang  hidup  di  KRB  baik  yang  langka maupun
yang sudah hidup ratusan tahun. 3.
Nilai sejarah sebagai pusat kota pada penerapan konsep Garden City 4.
Nilai sejarah sebagai bagian dari Istana Bogor sejak masa kolonial 5.
Sebagai tempat cikal bakal lembaga penelitian. 6.
Terdapat bangunan dan monumen bersejarah di dalamnya. 7.
KRB merupakan Kebun Raya tertua di Asia Tenggara.
Karena  keberadaan  KRB  yang  memiliki  nilai  penting  dan  nilai  sejarah, maka  sesuai  UU  No.  11  Tahun  2010  Pasal  73  ayat  3  KRB  membutuhkan  suatu
kawasan penyangga. Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang dalam Program Penataan  dan  Pelestarian  Kota  Pusaka  P3KP  2013,  KRB  ditetapkan  sebagai
pusat Kota Pusaka di Kota Bogor terutama dikaitkan dalam Program Kota Pusaka. Karena penetapan tersebut, maka dalam upaya pelestariannya, KRB memerlukan
kawasan yang mampu menyangga keberadaannya.
Kawasan  penyangga  memiliki  peranan  penting  untuk  melindungi  KRB dari ancaman pembangunan yang dapat mengurangi nilai sejarah KRB. Kawasan
penyangga  KRB  juga  telah  ditetapkan  sebagai  kawasan  yang  perlu  dilestarikan sesuai  dengan  Rencana  Tata  Bangunan  dan  Lingkungan  RTBL  Kota  Bogor.
Kawasan  penyangga  KRB  meliputi  kawasan  sekitar  KRB  yang  berada  di  Jl. Sudirman, Jl. Sawojajar, Jl. Dewi Sartika, Jl. Kapten Muslihat, Jl. Pengadilan, Jl.
Jalak  Harupat,  Jl.  Paledang,  Jl.  Ir.H.  Juanda,  Jl.  R.  Saleh  Bustaman,  Jl.  Otto Iskandardinata, Jl. Pajajaran, serta kawasan komplek IPB dan Baranangsiang.
III. METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian  ini  dilakukan  di  kawasan  sekitar  Kebun  Raya  Bogor  yang berada  di  sebagian  Kecamatan  Bogor  Tengah  dan  Bogor  Timur  Gambar  2.
Penetapan  tapak  berdasarkan  Rencana  Penataan  Kawasan  Pusaka  RPKP  Kota Bogor  yang  terbagi  menjadi  dua  zona  yaitu  A  dan  B.  Zona  A  berada  di  Jl.
Sudirman, Jl. Sawojajar, Jl. Dewi Sartika, Jl.Kapten Muslihat, Jl. Pengadilan dan Jl. Jalak Harupat. Zona A terbagi menjadi 4 sub zona  yaitu sub zona A1, A2, A3,
dan A4.
Untuk Zona B berada di Jl. Kapten Muslihat, Jl. Paledang, Jl. Ir.H. Juanda, Jl.  R.  Saleh  Bustaman,  Jl.  Otto  Iskandardinata,  Jl.  Pajajaran  serta  kawasan
komplek IPB dan Baranangsiang. Zona B sendiri terbagi menjadi 4 sub zona yaitu sub zona B1, B2, B3 dan B4. Waktu penelitian dan penyusunan skripsi dilakukan
pada bulan Maret hingga Agustus 2015.
Peta Kota Bogor Peta Kawasan Bersejarah di Kota Bogor
Peta kawasan penyangga KRB
Gambar 2 Lokasi tapak
Sumber:  Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka P3KP - Kota Bogor Tahun 2013