Analisis Lanskap Sejarah Perkembangan Kota Bogor
Menurut Sarilestari 2009 batas-batas fisik kerajaan Pakuan-Padjajaran adalah sebagai berikut:
Sebelah Barat : berupa benteng alam, yaitu dan puncak tebing Cipaku
yang curam sampai lokasi Stasiun Kereta Api Batutulis, dan terus membentang sepanjang jalur rel kereta api
sampai tebing Cipakancilan setelah melewati lokasi Jembatan Bondongan di Kampung Cincaw.
SebelahTimur : berupa benteng yang membentang sejajar dengan Jalan
Suryakancana,yaitu dari setelah perpotongan dengan Jalan Suryakancana sampai ke Gardu Tinggi, selanjutnya benteng
tersebut mengikuti puncak Lembah Ciliwung melintasi pertemuan antara Jalan Siliwangi dengan jalan Batutulis,
dan berlanjut sepanjang puncak Lereng Ciliwung melewati Komplek Perkantoran PAM hingga memotong Jalan
Pajajaran.
Sebelah Utara : berupa tebing terjal, yaitu dari ujung Iembah Cipakancilan
Kampung Cincau tersambung dengan tebing gang beton sampai memotong Jalan Suryakancana.
Sebelah Selatan : berupa benteng yang membentang dari setelah
perpotongan dengan Jalan Pajajaran menembus Jalan Siliwangi terus memanjang sampai di Kampung Lawang
Gintung.
Pintu gerbang Pakuan terletak pada bagian utara yang berlokasi di Jembatan Bondongan, dan selatan yang berlokasi di Jalan Siliwangi, Bantar
Peuteuy depan Komplek Perumahan LIPI. Gambar 10
Gambar 10 Wilayah Masa Kerajaan Pakuan-Padjajaran 1482 -1579
Sumber : Direktorat Jendral Penataan Ruang 2013
Menurut Drs. Saleh Danasasmita disebutkan hubungan antara Pakuan, Pajajaran, Gunung Batu dan Kampung Balai sekitar Ciampea. Tempat
tersebut erat kaitannya dengan ditemukannya pohon pakujajar. Pohon pakujajar ditengarai sebagai asal usul nama Pakuan sebagai Ibukota Kerajaan Pajajaran.
Sumber sebagai asal usul nama Pakuan dari pohon pakujajar dapat diperiksa pada sebuah naskah Carita Waruga Guru yang ditulis sekitar tahun 1750 dan
berhuruf serta berbahasa Sunda Kuno. Naskah tersebut menyebutkan pohon pakujajar yang tumbuh di sekitar lokasi sekitar lokasi kerajaan yaitu di
sekitar lahan Makam Mbah Dalem, pintu gerbang kerajaan Pajajaran di Kampung Bantar Peuteuy dan di Gunung Batu sendiri.
4.2.2 Bogor Pada Masa Kolonial I 1600-1754
Pada tahun 1619, Kerajaan Banten hengkang dari Sunda Kelapa yang kemudian dirubah namanya menjadi Batavia oleh Belanda. Hal ini berdampak
pada Bogor yang semula berfungsi sebagai pusat orientasi Kota Batavia, pada masa ini berubah menjadi wilayah terbelakang hinterland pada tahun 1619.
Tahun 1659 terjadilah perjanjian antara VOC dengan Kerajaan Banten, tentang sungai Cisadane sebagai batas-batas kekuasaan antara kedua belah pihak, sebelah
sungai Citarum diserahkan Mataram kepada VOC dengan demikian Bogor termasuk yang dikuasai VOC.
Kondisi Fisik Bogor pada Masa Kolonial I :
Setelah mengadakan tiga kali ekspedisi, pada tahun 1687, Letnan Tanujiwa mendirikan Kampoeng Baroe di Parung Angsana. Kampung inilah yang
menjadi cikal bakal berkembangnya wilayah Buitenzorg. Kampung lain yang didirikan oleh Tanuwijaya antara lain Parakan Pandjang, Parung Koedjang,
Panaragan, Bantar Djati, Sempoer, Baranang Siang, Paroeng Banteng, Cimahpar. Kampoeng Baroe yang merupakan tempat kedudukan Tanujiwa dijadikan sebagai
pusat pemerintahan bagi kampung-kampung lainnya Sarilestari,2009
Pada tahun 1744, yaitu dari tanggal 20 Agustus sampai September, Gubemur Baron Van Imhoff mengadakan peninjauan. Beliau menaruh perhatian
pada Kampoeng Baroe yang dapat dikembangkan menjadi daerah pertanian dan tempat peristirahatan Gubemur Jenderal. Selanjutnya pada tahun 1745, Baron
mengajukan petisi kepada Dewan Perwakilan Resmi Pemerintahan Hindia Belanda yang berisi:
1. Daerah Kampoeng Baroe diubah menjadi tempat peristirahatan
Gubernur Jenderal dan Staf VOC. 2.
Menjadikan daerah tersebut sebagai daerah pertanian dan perkebunan, serta sebagai contoh daerah lain.
3. Merencanakan perubahan perilaku masyarakat yang dianggap malas
pada waktu itu, menjadi masyarakat yang mempunyai kemampuan atau keahlian seperti ambtenar pegawai negen, ahli pertanian, ahli perkebunan
dan sebagainya.
Baron Van Imhoff cenderung pada liberalisme Perancis. Beliau penganut setia paham romantisme ajaran Rosseau, yang menganjurkan manusia kembali
kepada alam. Pada waktu itu, mode para pencari kewajaran alami adalah dengan membangun villa sederhana, mungil, dan serasi dengan alam sekitar. Villa ini
disebut Sans Souci istilah Perancis atau istilah Belanda nya Buitenzorg yang berarti tanpa rasa gundah Gambar 11
Gambar 11 Bogor pada Masa Kolonial I 1600-1754 awal
Sumber : Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2013
Tahun 1745 sembilan buah kampung digabung menjadi satu pemerintahan yang dikepalai seorang demang bupati. Kampung tersebut antara lain Tjisaroea,
Pondok Gede, Tjiawi, Tjiomas, Tjitdjeroek, Sindang Barang, Balaoboer, Darmaga dan Kampoeng Baroe. Gabungan kampung ini disebut sebagai Regentschap
Kampoeng Baroe, dan kemudian dikenal sebagai Regentschap Buitenzorg Danasasmita, 1983 dalam Sarilestari, 2009. Regentschap Buitenzorg menjadi
cikal bakal lahirnya Kabupaten Bogor terhitung sejak tahun 1754-1872. Sedangkan Kota Bogor itu sendiri mulai terbentuk dari wilayah Kelurahan
Babakan, Empang, dan Paledang Wibisono, 2012.
Pada tahun 1745 dibangun bangunan militer di Jalan Sudirman, jalan yang pada masa tersebut merupakan akses utama menuju wilayah Buitenzorg.
Bangunan militer tersebut berfungsi sebagai pos penjagaan di pintu masuk utama Gambar 12.
Gambar 12 Bogor pada Masa Kolonial I 1600-1754 akhir
Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang
4.2.3 Bogor Pada Masa Kolonial II 1754 - 1845
Pada tahun 1754, Bupati Wiranata memindahkan pusat pemerintahan yang semula berlokasi di Kampoeng Baroe di dalam Kebun Raya Bogor saat ini,
dipindahkan ke Sukahati, yaitu sebuah tempat yang berada di sebelah timur Cisadane dekat muara Cipakancilan. Lokasi tersebut merupakan daerah yang
berada di dalam kawasan Buitenzorg, serta memiliki kolam besar atau empang dan lembah di depannya. Pemindahan ini disertai surat keputusan Gubernur
Jendral Jacob Mossel pada tahun 1755. Kemudian pada tahun 1759
–1761 Gubernur Jenderal Jacob Mossel membangun Istana Buitenzorg.
Kondisi Fisik Bogor pada Masa Kolonial II: Pada tanggal 28 Oktober 1763 dikeluarkan akte resmi pembentukan
Buitenzorg dengan menyatukan kesembilan kampoeng tersebut. Sekitar tahun 1770, Sukahati mulai dikenal dengan sebutan Empang, dan diresmikan pada tahun
1815 Haan 1912 dalam Sarilestari 2009. Soekahati saat itu digambarkan sebagai tempat orang-orang Eropa yang sering memancing di sungai kecil
Cipakancilan. Soekahati juga memiliki kolam besar atau empang dan lembah di depannya.Wilayah Kampoeng Baroe ini terus berkembang dengan mendatangkan
orang dari Jawa Tengah, termasuk orang-orang Cina Dirjen PU, 2013. Pemindahan pusat pemerintahan membuat kawasan tersebut menjadi ramai,
sehingga muncul pasar di Kampoeng Baroe yang dinamakan Pasar Bogor sampai saat ini. Pertumbuhan pasar ini kemudian mempopulerkan nama Bogor sehingga
akhirnya dipakai pada masa-masa selanjutnya.
Pada tahun 1808-1811, Gubernur Jenderal Daendels membuka babak baru perkembangan Buitenzorg dengan membangun jalan yang menghubungkan
antara Anyer dan Panarukan yang membelah wilayah Bogor dari Utara ke Selatan. Jalan tersebut dinamakan Jalan Raya Daendels Jalan Raya Pos atau
Groote Postweg. Jalan yang digunakan oleh Daendels adalah jalan kuda yang memang sudah digunakan penduduk pribumi sebelumnya. Karena Istana
Buitenzog dibangun dengan posisi tegak lurus terhadap jalan kuda tersebut, Groote Postweg yang melalui wilayah Bogor dibuat melingkari Istana Buitenzorg.
Groote Postweg menjadi jalur utama transportasi, terutama untuk mengangkut hasil perkebunan.
Dalam masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels 1808-1811, tempat peristirahatan Buitenzorg menjadi istana resmi Gubernur Jenderal.
Walaupun pusat pemerintahan tetap berada di Batavia, sebagian besar waktu Gubernur Jenderal dihabiskan di Buitenzorg, termasuk pada saat melakukan
perundingan perundingan dengan Dewan Hindia Belanda De Stichting van Buitenzorg, 1920 dalam Sarilestari 2009.
Ketika VOC bangkrut, wilayah nusantara dikuasai oleh Inggris di bawah kepemimpinan Gubernur Jendral Thomas Rafless. Gubernur Jendral Thomas
Rafless merenovasi Istana Bogor dan dengan bantuan para ahli botani, W. Kent dibuat halaman istana menjadi taman bergaya Inggris English Landscape
Garden. Komponen taman Inggris ini mencakup kolam, hamparan rumput yang luas, latar belakang pepohonan, serta arsitektur picturesque sebagai titik fokal
yang pencapaiannya dirancang menurut sekuens tertentu. Pada masa pemerintahan Gubemur Jenderal Inggris, Buitenzorg ditetapkan sebagai pusat
administrasi keresidenan yang membawahi Kabupaten Buitenzorg, Cianjur, dan Sukabumi.
Masa kependudukan Inggris terhadap Bogor berlangsung pada tahun 1811-1813 Wibisono, 2012. Lalu pada akhirnya wilayah nusantara dikembalikan
oleh Inggris kepada Belanda, untuk memperingati peristiwa tersebut di Buitenzorg didirikan pilar Pabaton atau Witte Paal di Jalan Sudirman, berhadap-hadapan
dengan Istana Buitenzorg.
Pada tahun 1817, pembangunan Kebun Raya Bogor dicanangkan oleh seorang ahli biologi asal Jerman bernama Prof. Dr. C. G. K. Reinwardt yang
berada di Indonesia pada awal abad ke-19. Reindwardt menganggap eksplorasi tumbuhan dan masalah pertanian juga merupakan tugasnya di Hindia Belanda.
Kemudian ia menulis surat kepada Komisaris Jenderal G.S.G.P. van der Capellen yang mengemukakan keinginannya untuk meminta sebidang tanah yang akan
dijadikan kebun tumbuhan yang berguna, sebagai tempat pendidikan dan koleksi tumbuhan. Dan pada tanggal 18 Mei 1817, Prof. Dr. C. G. K. Reinwardt
membangun sebuah kebun tanaman tropis yang dilengkapi dengan sebuah gedung herbarium sebagai pusat penelitian tumbuhan tropis dengan nama
’s Lands Plantentuin te Buitenzorg Mamiri, 2007. Berikut Bogor pada masa kolonial II
dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Bogor pada Masa kolonial II 1754-1845
Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2013
4.2.4 Bogor Pada Masa Kolonial III 1845-1904
Pada tanggal 8 Juli 1845 dikeluarkan Surat Keputusan tentang zoning kota berdasarkan Etnis Wijk. Peraturan tersebut dikenal dengan istilah Wijkenstelsel
dan Passenstelsel. Wijkenstelsel merupakan peraturan yang menginstruksikan bahwa orang-orang timur asing harus bertempat tinggal pada wilayah tertentu
sesuai dengan ras dan komunitasnya. Orang-orang Cina atau Arab tidak boleh tinggal dekat dengan warga pribumi. Sedangkan Passenstelsel merupakan
peraturan surat jalan, maksudnya adalah jika orang-orang timur asing mau keluar dari kampung tempat tinggalnya maka harus izin dahulu untuk mendapat surat
jalan.
Aturan-aturan ini yang akhirnya membuat perkampungan etnis atau ethnic quarter di kota-kota di nusantara. Karena adanya peraturan ini, maka daerah-
daerah kota yang berkembang hanya daerah orang Eropa yaitu daerah sebelah barat jalan raya mulai dari Pilar Pabaton sampai dengan Istana Bogor dan daerah
Paledang, dan daerah Orang Cina yaitu daerah sepanjang Jl. Surya Kencana sampai tanjakan Empang. Gambar 14
Gambar 14 Pembagian Kawasan Pemukiman Berdasarkan Etnis pada Masa Kolonial III
Sumber : diolah dari Direkorat Jenderal Penataan Ruang 2013
Kondisi Fisik Bogor Pada Masa Kolonial III : Pada tahun 1870 munculnya Undang-Undang Agraria yang berdampak
pada perkembangan ekonomi di Buitenzorg. Batas Buitenzorg berdasarkan Dokumen Keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 1 Mei 1871
adalah Sarilestari, 2009 :
Sebelah Utara :Jalan dari Pilar Pabaton sampai Jembatan Cipakancilan
Sebelah Barat :Jembatan Cipakancilan sampai Jembatan di Jalan Kecil
Batutulis. Sebelah Selatan
:Jalan kecil Batutulis sampai Jalan Besar jalan dan batas- batas persilangan Sukasari sampai Sungai Ciliwung
Sebelah Timur : Sungai Ciliwung sampai persilangan Pilar
Pada tahun 1872, mulai ditetapkan sistem perdagangan pasar, kawasannya dipusatkan di kompleks pecinan dan sekitar kawasan asrama kavaleri pasar
Bogor sekarang, pada masa itu juga dibuka jalan kereta api Preanger Lijn melewati kota Bogor, dan pada tanggal 31 Januari 1873, dibuka jalur KA Jakarta-
Bogor yang mempengaruhi kegiatan arus lalu lintas penumpang dan barang di Bogor. Adanya stasiun kereta api di Bogor juga memicu pertumbuhan kota ke
arah barat.
Pada tahun 1888 dibangun Gedung Algemeene Secretarie sebagai kantor pusat pemerintahan umum di Buitenzorg sehingga mempunyai fungsi sebagai kota
Kawasan EropaRumah
Peristirahatan
Kawasan
Kampong Baroe Kawasan
Pecinan
Pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang dipindahkan dari Batavia Ruiter, 1918 dalam Sarilestari, 2009. Dari Morfologi dapat dilihat bahwa pada masa itu,
setelah adanya jalur kereta api, pertumbuhan kota ke arah barat mulai dibuka, misalnya dengan adanya perkebunan di sekitar Stasiun. Kemudian dengan
ditetapkan adanya kawasan pasar, kawasan pecinan yang sudah ada sejak tahun 1800-an mulai berkembang dengan pola kawasan pertokoan yang memanjang di
Jalan Surya Kencana. Pada masa itu, bangunan-bangunan penting terpusat di jalan-jalan utama, Jalan Sudirman, Jalan Kapten Muslihat dan Jalan Paledang
Gambar 15
Gambar 15 Bogor pada Masa Kolonial III 1845-1904
Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2013
4.2.5 Bogor Pada Masa Kolonial IV 1905-1942
Pada tahun 1905 Buitenzorg secara resmi lepas dari Batavia dan pada tahun 1941 diberikan otonomi sendiri berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal
Hindia Belanda No.208. Kondisi Fisik Bogor Masa Kolonial IV :
Geemente Bogor tercatat memiliki luas wilayah 22 km persegi yang terdiri atas dua distrik dan tujuh desa dan diproyeksikan dapat menampung penduduk
sebanyak 30.000 jiwa. Gemeente ini sendiri dipimpin oleh seorang Burgemeenter dan corak pemerintahan ini berlangsung sampai dengan masa Pendudukan Jepang.
Setelah menjadi Gemeente, terjadi banyak perubahan dibidang administratif pemerintahan dan perkembangan fisik. Perkembangan selanjutnya
adalah direncanakannya daerah perumahan di sebelah utara dan timur oleh
Ir.Thomas Karsten pada tahun 1917. Perkembangan kota yang direncanakan luasnya hampir setengah dari luas kota eksisting pada masa itu. Perkembangan ke
arah timur dilakukan untuk mencegah perkembangan kota yang linear yang terpusat di Groote Postweg Gambar 16. Thomas Karsten merencanakan
Buitenzorg memiliki bentuk desain kota yang simetris dan rapi dengan Istana dan Kebun Raya sebagai pusat atau point dari Buitenzorg pada masa itu Wibisono,
2012. Permasalahan utama dalam perancangan perluasan kota yang dilakukan Karsten adalah untuk merancang untuk tiga ras penghuni kota yang berbeda
secara karakter, kebutuhan, dan pola hidup. Ketiga ras tersebut juga memiliki level yang berbeda dalam tingkatan sosial P3KP, 2013.
Gambar 16 Bogor pada Masa Kolonial IV 1905-1942
Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2013
Dari data peta lama pada tahun 1920 Gambar 17, diketahui bahwa area perluasan belum direalisasikan, dan area Kebun Raya masih belum diperluas dan
belum memiliki batas jalan sebelah timur. Sedangkan pada peta tahun 1946 Gambar 18 terlihat bahwa perluasan Kebun Raya Bogor dan perumahan sudah
selesai. Dari bukti peta dapat disimpulkan, meskipun rencana perluasan dibuat pada tahun 1917, tetapi pembangunan dilakukan antara tahun 1920-1946.
Gambar 17 Peta Buitenzorg tahun 1920
Sumber : Disbudpar Kota Bogor 2015
Gambar 18 Peta kawasan Kebun Raya Bogor dan Sempur tahun 1946
Sumber: Disbudpar Kota Bogor 2015
4.2.6 Bogor Pada Masa Setelah Kemerdekaan
Setelah periode masa kolonial, tepatnya setelah Indonesia merdeka, perkembangan Kota Bogor semakin menuju arah perkotaan. Periode ini terbagi
menjadi tiga periode berdasarkan iklim politik pemerintahan yang berlaku pada masanya yang akan menentukan corak perkembangan Kota Bogor Wibisono,
2012. Periode pertama yang diacu dalam Wibisono 2012 dimulai sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 hingga 1965. Lalu periode
kedua dimulai tahun 1965 hingga 1995 dan periode ketiga dimulai sejak 1995 hingga sekarang.
1. Periode pertama 1945-1965
Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950, Pemerintahan di Kota Bogor Gemeente Buitenzorg diubah namanya menjadi Kota Besar Bogor. Lalu
pada tahun 1957 berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor.
Kondisi Fisik Periode Pertama Masa Kemerdekaan : Pada tahun ini, Bogor sedang merealisasikan pembangunan perumahan di
daerah bagian selatan seperti daerah Sempur, Kedunghalang, Perumahan Riau dan Kompleks Kehutanan di Bondongan, serta sebelah barat yaitu daerah Pasir
Kuda dan Ciomas.
Perkembangan ini membentuk Kota Bogor memiliki pola penggunaan Gambar 19 :
a. Di tengah kota terdapat KRB dan Istana Bogor yang keduanya merupakan
lanskap tertua dan landmark Kota Bogor pada masa tersebut. b.
Pada tepi jalan yang mengelilingi KRB terdapat bangunan-bangunan pemerintahan umum.
c. Kawasan perdagangan terdapat di tiga lokasi yaitu, di bagian selatan
sepanjang jalan ke luar kota Jl. Suryakencana, di bagian barat sekarang Jembatan Merah, dan di bagian barat laut sekarang Jl. Merdeka.
d. Kawasan pemukiman terdapat hampir di seluruh wilayah Kota Bogor, namun
di sebelah barat terdiri atas bangunan yang lebih tua. e.
Terdapat pula bangunan-bangunan seperti Pabrik Pembuatan Ban Good Year, Institut Pertanian Bogor IPB, Rumah Sakit PMI, Rumah Sakit Jiwa dan
Masjid Empang. Berdasarkan karakteristik fisiknya, bentuk Kota Bogor pada periode pertama
menjadi semi kosentrik dengan titik pusat di sekitar Kebun Raya Bogor.
Gambar 19 Kota Bogor Pada Periode I Masa Kemerdekaan 1945-1965
Sumber: Diolah dari Bappeda dan Sarilestari 2009
2. Periode kedua 1965-1995
Periode kedua Masa Kemerdekaan dimulai sejak pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor 1965 sampai menjelang perluasan wilayah Kotamadya
Daerah Tingkat II Bogor 1995 Sarilestari, 2009. Kondisi Fisik Periode Kedua Masa Kemerdekaan:
Pembentukan Kotamadya daerah Tingkat II dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 serta Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974. Luas Kotamadya Bogor adalah 2.156 Ha dengan 5 Kecamatan kota. Kecamatan tersebut yaitu, Kecamatan Bogor Utara Lingkungan Bantarjati,
Babakan, Tanah Sareal; Kecamatan Bogor Selatan Batutulis, Bondongan, dan Empang; Kecamatan Bogor Timur Lingkungan Sukasari, Babakan
Pasar, dan Baranang Siang; Kecamatan Bogor Barat Lingkungan Ciwaringin, Panaragan, Menteng, dan Kebon Kelapa; dan Kecamatan Bogor
Tengah Lingkungan Pabaton, Paledang dan Gudang.
Adapun terdapat 16 lingkungan dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:
a. Sebelah Utara
: Sungai Cipakancilan dan Gang Masjid; b.
Sebelah Timur : Sungai Ciater;
c. Sebelah Selatan
: Sungai Cipaku dan Cisadane; d.
Sebelah Barat : Sungai Cisadane.
Komponen pembentuk Kota Bogor pada periode ini meliputi perumahan, fasilitas perkantoran, perdagangan dan jasa, industri dan jaringan jalan.
Gambar 20. Berdasarkan karakter fisiknya, Kota Bogor pada periode ini menunjukkan pola kosentrik dengan titik pusat di sekitar lokasi Balaikota
Bogor.
Gambar 20 Kota Bogor Pada Periode II Masa Kemerdekaan 1965-1995
Sumber: Diolah dari Bappeda dan Sarilestari 2009
3. Periode ketiga 1995-sekarang
Pada periode ini, sejak tahun 1995 Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor mengalami perluasan wilayah dari 2.159 Ha menjadi 11.850 Ha. Namanya
pun diubah menjadi Kota Bogor berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kota Bogor bertambah menjadi 6
kecamatan dan 68 kelurahan Gambar 21.
Gambar 21 Kota Bogor Pada Periode III Masa Kemerdekaan 1995-sekarang
Sumber: Bappeda 2015
Adapun batas administrasinya sebagai berikut: a.
Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong
Gede dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor; b.
Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan
Ciawi, Kabupaten Bogor; c.
Sebelah Selatan : Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan
Ciawi, Kabupaten Bogor; d.
Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Darmaga dan Kecamatan
Ciomas, Kabupaten Bogor. Pola penggunaan lahan Kota Bogor didominasi oleh pemukiman sekitar
70,01 dari luas keseluruhan kota. Pemukiman tersebut berkembang secara linear mengikuti jaringan jalan yang ada sehingga berpotensi meningkatkan laju
perkembangan wilayah Kota Bogor. Saat ini, struktur Kota Bogor berbentuk kosentrik dengan titik pusat di sekitar lokasi Balaikota.
Dilihat dari
periode pembentukanya,
Kota Bogor
mengalami perkembangan struktur, elemen dan fungsinya sejak Masa Pajajaran hingga saat
ini Tabel 9. Perkembangan Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 22. Perkembangan pembangunan di Kota Bogor semakin pesat terutama di
daerah sekitar Kebun Raya Bogor. Oleh karena itu, penetapan kawasan penyangga seperti yang diusulkan oleh Wibisono 2012 dibutuhkan guna melindungi
kawasan tersebut. Selain itu, saat ini pemerintah telah menetapkan RTBL untuk daerah sekitar Kebun Raya Bogor Gambar 23.
Dari Gambar 23 dapat dilihat kawasan RTBL mencakup hampir sebagian besar kawasan penyangga yang diusulkan oleh Wibisono 2012. Wibisono 2012
menetapkan konsep pelestarian pada kawasan penyangga Kebun Raya Bogor yang juga mencakup kawasan RTBL. Konsep pelestarian ini disesuaikan dengan
kebutuhan dan fungsi area-area tersebut berdasarkan RTRK yang telah dibuat oleh pemerintah. Pelestarian yang diterapkan pada area sekitar Kebun Raya Bogor
adalah preservasi, konservasi dan revitalisasi. Bentuk pelestarian preservasi diperuntukan bagi elemen yang sejak tempo dulu fungsi dan bentuk elemennya
tidak berubah, sehingga kondisi aslinya masih bisa tetap terjaga dan dipertahankan nilai sejarahmya. Bentuk pelestarian konservasi diperuntukan pada
area yang memiliki karakteristik khas. Dan bentuk revitalisasi diperuntukan bagi area dengan fungsi dapat berubah sesuai penggunaanya saat ini.
Pada kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, letak elemen lanskap yang terbentuk pada masa perkembangannya tidak mengalami perubahan tata letak
hingga saat ini. Elemen-elemen tersebuut berupa Istana Bogor, Kebun Raya Bogor, bangunan pemerintahan, bangunan perkantoran, bangunan sekolah,
bangunan peribadatan, bangunan komersil, bangunan rumah sakit dan bangunan militer.
Tabel 9 Perkembangan Bentuk dan Fungsi Kota Bogor No Periode
Nama Kota Struktur
Elemen Fungsi Kota
1 Masa
Pajajaran 1482-1579
Pakuan Bentuk kota linier
memanjang dari arah Barat Laut ke Tenggara
Komponen fisik kota masih sederhana
Benteng alam berupa tebing dan sungai terjal
Pintu Gerbang Utara dan Selatan
Keraton Pusat pemerintahan
Alun-alun Tajur Agung kebun
Bukit Badigul tempat peribadatan
Leuwi Sipatahunan Pusat Kerajaan Pajajaran
2 Masa
Kolonial I 1600-1754
Kampung Baru 1687
Pusat pemerintahan bagi kampung-kampung lainnya
Buitenzorg 1745
Komponen fisik kota masih sederhana
Villa peristirahatan Bangunan Militer
RS Militer Tempat peristirahatan
Gubernur Jenderal dan staf VOC
Daerah Pertanian dan perkebunan
3 Masa
Kolonial II 1754-1845
Buitenzorg Wilayah Buitenzorg meluas
ke daerah Sukahati Komponen fisik kota
hampir lengkap Empang sebagai pusat
pemerintahan Istana Buitenzorg
Taman bergaya Inggris English Landscape Garden
Pasar Bogor Pusat pemerintahan
pindah ke Empang Pusat administrasi
keresidenan
Tabel 9 Perkembangan Bentuk dan Fungsi Kota Bogor lanjutan No Periode
Nama Kota Struktur
Elemen Fungsi Kota
Jalan Raya Daendels Groote Postweg
Witte Paal Kebun Raya Bogor
4 Masa
Kolonial III 1845-1904
Buitenzorg Struktur kota mengadopsi
konsep Garden City Howard, 1898:
Pola kota berbentuk setengah lingkaran dan
radial Berukuran kecil
Dikelilingi oleh ruang terbuka dan permanent
belt berupa lahan pertanian
Adanya pembagian zona etnis yang terbagi menjadi
kawasan Eropa, kawasan Cina dan kawasan Arab.
Komponen fisik kota sudah lengkap
Perkantoran Departemen pertanian dan
pendidikan Lembaga-lembaga penelitian
pertanian Perumahan
Gereja Stasiun KA
Jalur Kereta Api Batavia- Buitenzorg
Jalan Militer Pasar
Rumah Sakit dan fasilitas umum lainnya
Industri Sekolah
Sebagai kota
Pusat pemerintahan Hindia Belanda
5 Masa
Kolonial IV 1905-1942
Buitenzorg Geemente Bogor dengan
luas 22 km
2
Terdiri atas dua distrik dan tujuh desa
Perumahan di arah timur Fungsi desentralisasi kota
sudah modern
Tabel 9 Perkembangan Bentuk dan Fungsi Kota Bogor lanjutan No Periode
Nama Kota Struktur
Elemen Fungsi Kota
Perluasan kota ke arah timur oleh Thomas Karsten
Buitenzorg Masa
Penjajahan Jepang Tahun
1942 Kedudukan pemerintahan
melemah Nama-nama lembaga
pemerintahan berubah
6 Masa
Kemerdekaan 1945-
sekarang Kota Besar
Bogor 1950
Kota Praja 1957
Semi kosentrik dengan titik pusat di tengah kota
Fasilitas kota sudah lengkap
Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor KRB
Bangunan pemerintahan umum
Rumah Sakit Kawasan perumahan
mendominasi Institut Pertanian Bogor
IPB Tempat peribadatan
Pabrik Goodyear Jaringan jalan berbentuk
radial Realisasi pembangunan
perumahan Sebagai lingkungan fisik
tempat tinggal
Kotamadya Daerah Tingkat
II Bogor 1965
Kosentrik dengan titik pusat di temgah kota
Fasilitas kota semakin lengkap
Perumahan 55,55 Pemerintahan dan
perkantoran 24 buah Perdagangan dan Jasa
1,51 Sebagai lingkungan fisik
tempat tinggal
Tabel 9 Perkembangan Bentuk dan Fungsi Kota Bogor lanjutan No Periode
Nama Kota Struktur
Elemen Fungsi Kota
Terdiri atas 5 kecamatan dan 16 lingkungan
Kawasan terbangun 86,067
Industri 0,89 Pembangunan Jalan Tol
Jagorawi dan Jalan Raya Pajajaran
Kota Bogor 1999
Kosentrik dengan titik pusat ditengah kota
Fasilitas kota semakin lengkap
Terdiri atas 6 kecamatan dan 68 kelurahan
Fasilitas transportasi sudah lengkap
Jaringan jalan Memiliki banyak objek dan
daya tarik wisata Dikelilingi oleh bentangan
pegunungan Pengembangan Sistem
Pusat Pelayanan Pengembangan Sistem
Transportasi Pengembangan Utilitas
Kota Sumber: Modifikasi Data Olahan, Bapeda Kota Bogor 2015, dan Sarilestari 2012
Gambar 22 Perkembangan Kota Bogor Masa Kerajaan sampai Masa Kemerdekaan
Sumber: Diolah dari Bappeda dan Sarilestari 2009
Pakuan-Pajajaran Tahun 1482-1579
Cikal bakal Buitenzorg Tahun 1600-1754 Awal
Buitenzorg Tahun 1600-1754 Akhir
Buitenzorg Tahun 1754-1845
Buitenzorg Tahun 1845-1904
Buitenzorg Tahun 1905-1942
Kota Besar Bogor Periode 1 1945-1965
Kotamadya D.T II Bogor Periode 2 1965-1995
Kota Bogor 1995-sekarang
Gambar 23 Peta Overlay Kawasan Penyangga dan Kawasan RTBL Sumber: Bappeda dan Wibisono 2012