Fungsinya ini sebenarnya dapat menekan Kebun Raya Bogor yang letaknya berada di wilayah pusat kota. Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa di
wilayah pusat kota ini dengan perencanaan kawasan yang terpadu dengan pola cluster. Tekanan yang diakibatkan oleh fungsi sebagai pusat kota ini dapat
diredam dengan upaya berupa adaptive use terhadap fungsi penggunaan baru dengan nilai-nilai kesejarahan pada kawasan penyangga Kebun Raya dengan
kekhasan karakteristiknya masing-masing.
Gambar 5 Peta Rencana Penetapan Kawasan Strategis Kota Bogor
Sumber: Bappeda Kota Bogor
Gambar 6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor tahun 2011-2031
Sumber: Bappeda Kota Bogor
4.1.5.
Penggunaan lahan
Penggunaan lahan pada wilayah Kota Bogor dengan luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 Ha, secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 dua
bagian yaitu Kawasan Terbangun dan Kawasan Belum Terbangun. Kawasan Terbangun dengan luas total sebesar 4.411,86 ha atau sekitar 37,23 dari luas
total Kota Bogor, yang berupa lahan perdagangan, permukiman, perumahan terencana, komplek militer, istana, industri, terminal, dan gardu. Kawasan
terbangun di wilayah Kota Bogor didominasi oleh kawasan permukiman 3.135,79
Ha 26,46, yang di dalamnya terdapat fasilitas kesehatan, pendidikan, peribadatan, serta perkantoran.
Lalu Kawasan Belum Terbangun dengan luas total sebesar 7.438,14 ha atau sekitar 62,77 dari luas total Kota Bogor, yang berupa Situ, Sungai, Kolam,
RTH, Tanah Kosong Non RTH, dan Lain-Lain yang tidak teridentifikasi. Kawasan Belum Terbangun di Kota Bogor didominasi oleh RTH seluas 6.088,58
ha atau 51,38, yang didalamnya terdapat hutan kota, jalur hijau jalan, jalur hijau SUTET, kawasan hijau, kebun raya, lahan pertanian kota, lapangan olah raga,
sempadan sungai, TPU, taman kota, taman lingkungan, taman perkotaan, dan taman rekreasi.
Adapun pada kawasan sekitar Kebun Raya Bogor, penggunan lahan pada tahun 2008 berdasarkan RTRW tahun 2011-2031 terdiri dari area pemerintahan,
pendidikan, perdagangan, permukiman, RTH, kesehatan, jasa, transportasi, dan militer Gambar 7.
Gambar 7 Peta Penggunaan Lahan Kota Bogor Sumber: Bappeda
4.1.6. Program Kota Pusaka di Kawasan Sekitar Kebun Raya Bogor
Berdasarkan RTBL Kota Bogor, kawasan sekitar Kebun Raya Bogor dibagi menjadi dua zona besar yaitu zona A dan zona B. Zona A terbagi menjadi 4
sub zona berdasarkan fisik dan fungsional. Secara fisik antara lain morfologi sub zona dan polapattern sub zona, dan secara fungsional antara lain kesamaan
fungsi, karakter eksisting ataupun karakter yang ingin diciptakan serta kesamaan dan potensi pengembangan. Sub zona tersebut terbagi menjadi 4 area yaitu
Gambar 8;
Sub zona A1 Kawasan Sudirman, Juanda dan Jalak Harupat Sub zona A2 Kawasan Militer
Sub zona A3 Kawasan Sawojajar dan Dewi Sartika
Sub zona A4 Kawasan Pengadilan dan Dewi Sartika
Gambar 8 Zona A kawasan sekitar Kebun Raya Bogor Zona B sendiri terdiri dari 4 sub zona yang terbagi berdasarkan aspek fisik
dan fungsional. Sub zona tersebut terbagi menjadi 4 area yaitu Gambar 9: Sub zona B1 Kawasan Juanda-Kapten Muslihat dan Paledang
Sub zona B2 Kawasan Juanda-Paledang-Otto Iskandardinata Sub zona B3 Kawasan Pajajaran-Otto Iskandardinata
Sub zona B4 Kawasan Pajajaran
Gambar 9 Zona B kawasan sekitar Kebun Raya Bogor
4.2. Analisis Lanskap Sejarah Perkembangan Kota Bogor
Pembagian masa sejarah Kota Pusaka Bogor berdasarkan Direktorat Jenderal Penataan Ruang 2013, dibagi berdasarkan adanya peristiwa-peristiwa
sejarah penting yang membawa pengaruh penting bagi perkembangan kota, terutama secara fisik. Pembagian sejarah tersebut terbagi dalam 5 masa sebelum
kemerdekaan dan 3 periode setelah kemerdekaan berdasarkan beberapa kajian yang telah dilakukan yakni;
4.2.1 Masa Kerajaan Pakuan-Padjajaran 1482 -1579
Wilayah Bogor diketahui sebagai Ibukota Kerajaan Padjajaran-Pakuan pada abad ke 8. Nama wilayah Bogor pada masa Kerajaan Pakuan-
Padjadjaran adalah Dayeuh yang diperintah oleh seorang rajanya yang paling terkenal, yaitu Sri Baduga Maharaja atau yang diyakini pula sebagai Prabu
Siliwangi yang memerintah sejak tanggal 3 Juni 1482 dan dianggap sebagai tahun lahirnya Bogor.
Pada tahun 1579, terjadi penyerangan antara penguasa Banten dan Pakuan yang menyebabkan masa ini dianggap sebagai masa berakhirnya Pakuan.
Akibatnya, rantai sejarah keberadaan wilayah ini dapat dikatakan hilang sama sekali. Setelah tahun 1579, tidak ada keterangan tertulis lagi mengenai peristiwa
yang terjadi di wilayah tersebut Missing Link sampai adanya ekspedisi oleh Scipio dan rombongannya pada tahun 1687, Adolf Winkler pada tahun 1690
dan Abrahan Van Riebeck pada tahun 1703, 1704, dan 1709. Dari laporan- laporan ekspedisi tersebut diketahui beberapa batas kerajaan Pakuan
Pajajaran, seperti bahwa wilayah alun-alun Empang ternyata merupakan alun-alun bekas luar jaman Pakuan, dan letak- letak gerbang masuk kerajaan Sarilestari,
2009. Kondisi Fisik Masa Kerajaan Pakuan-Padjajaran :
Wilayah ini diapit oleh Sungai Cisadane dan Sungai Cipakancilan. Sungai Cisadane, Cipakancilan, dan Ciliwung sudah ada sejak masa kerajaan, dimana
Sungai Cipakancilan menjadi bagian utama dari kerajaan tersebut Wibisono, 2012. Komponen fisik kota yang terdapat dalam Pakuan terletak di dalam dan di
luar benteng Pakuan. Elemen kota yang terdapat di dalam benteng yaitu Keraton dan Alun-alun dalam Kotaraja. Keraton Kerajaan Pajajaran merupakan bangunan
megah, indah, dan dihiasi oleh 330 tiang kayu dengan tinggi ± 9,14 m. Keraton ini terletak di sekitar Batutulis, yaitu dimulai dari Jalan Batutulis sebelah barat,
Gang Amil sebelah selatan, bekas parit yang telah menjadi perumahan saat ini sebelah timur, dan Benteng Batu yang ditemukan oleh Scipio 1687 sebelum
tempat prasasti Batutulis sebelah utara bagian selatan Gang Balekambang Sarilestari, 2009.
Sedangkan elemen kota yang terdapat di luar benteng diantaranya Bukit Badigul, Tajur Agung, dan Alun-alun luar Kotaraja. Pada masa tersebut,
alun-alun luar memiliki fungsi sebagai medan latihan keprajuritan bagi para laskar Pajajaran. Seluruh kegiatan acara keramaian umum di luar protokol
juga dilaksanakan di alun-alun ini. Lalu pada akhirnya alun-alun tersebut menjadi palagan medan pertempuran saat melawan laskar Banten yang ingin
menguasai wilayah Pajajaran di Pajajaran ditahun 1579 Danasasmita 1983 dalam Wibisono 2012.