Partisipasi Responden Dalam Organisasi Dan Politik

untuk mencari “makan” ternyata tidak membaca media cetak, dan menyatakan lebih terbantu oleh beragam tayangan TV dan siaran radio. Selengkapnya mengenai gambaran prilaku responden dalam membaca media cetak dapat dilihat dalam tabel berikt ini. Tabel 12. Prilaku Responden dalam Membaca Koran dan Majalah Tipe akses membaca media cetak Frequency Percent Koran: ya, berlangganan di rumah 16 19.8 ya, membaca di kantor atau tempat aktivitas 6 7.4 ya, membaca di warung 25 30.9 ya, membaca eceran hari-hari tertentu 12 14.8 tidak membaca 22 27.2 Total 81 100.0 Majalah: ya, berlangganan di rumah 6 7.4 ya, membaca di kantor atau tempat aktivitas 2 2.5 ya, membaca di warung 7 8.6 ya, membaca eceran hari-hari tertentu 16 19.8 tidak membaca 50 61.7 Total 81 100.0 Sumber: Diolah dari Kuesioner Penelitian, 2008 4. 4. Partisipasi Responden Dalam Organisasi Dan Politik Aktivitas sosial dan partisipasi dalam politik secara teoritis mewarnai referensi dan pilihan dalam pemberian suara dalam pemilu. Karena keikutsertaan dalam organisasi sosial, partai politik, dan organsisasi keagamaan dapat mempengaruhi pragmatisme, primordialime, rasionalitas, dan demokratisnya seseorang dalam memberikan pilihan dan menawarkan pertimbangan-pertimbangan yang menentukan kebijakan dan keputusan politik. Universitas Sumatera Utara Selain itu, aktivitas sosial dan politik menyebabkan seseorang skeptis ataupun optimis terhadap pilihan politiknya, karena pengalamannya merupakan pedoman untuk menetapkan pilihan politik. Berdasarkan paparan tersebut diatas, ternyata sebagaian besar responden bukanlah anggota dari berbagai organisasi yang dalam formasi sosial politik Indonesia merupakan basis pembangun struktur kekuatan politik. Rendahnya aktivitas responden dalam beragam aktivitas sosial, politik, keagamaan, seni dan budaya, asosiasi profesi, serikat buruh, maupun LSM secara teoritis menunjukkan prilaku pemilih yang masih bersifat parochyal political participant. Tabel 13. Keikutsertaan Responden dalam Organisasi atau Perkumpulan . No Jenis Organisasi atau perkumpulan Bukan anggota Anggota, tapi tidak aktif Anggota aktif 1. Organisasi keagamaan misalnya dalam Islam ada NU, Muhammadiyah, majlis taklim, remaja mesjid; kalau dalam Kristen ada GBKP, HKBP, Methodist, HKI, GKPS, dan sebagainya 25 30,9 12 14,8 44 54,3 2. Organisasi olahraga, seperti klub sepakbola, senam, bela diri, dll 6782,7 5 6,2 9 11,1 3. Organisasi sosial, seperti karang taruna, dharma wanita, PKK, organisasi marga, dll 57 70,3 8 9,9 16 19,8 4. Perhimpuan seni dan budaya, seperti seni suara, seni lukis, seni tari, dan lain-lain 72 88,9 4 4,9 5 6,2 5. Organisasi profesi, seperti ikatan dokter, PGRI, pengacara, dll 78 96,3 2 2,5 1 1,2 6.. Serikat pekerjaburuh, serikat tani, serikat dagang 71 87,6 3 3,7 7 8,6 7. Lembaga Swadaya Masyarakat 71 87,6 4 4,9 6 7,4 8. Partai politik 72 88,9 4 4,9 5 6,2 Sumber: Diolah dari Kuesioner Penelitian, 2008 Kalau kita perhatikan tabel diatas tergambar bahwa keikutsertaan dari responden sebagai anggota aktif yang paling banyak adalah dalam organisasi keagamaan 54,3 dan organisasi sosial 19,8 . Sedangkan aktif dalam LSM dan Universitas Sumatera Utara partai politik cukup sedikit yaitu masing-masing 16 orang 7,4 dan 5 orang 6.2 . Gambaran ini memberikan arti bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat untuk pengembangan demokrasi ternyata masih sangat rendah, maka tidak heran kalau elite politik di Kabupaten Karo kurang tersambung kebijakan publik dan putusan politiknya dengan aspirasi masyarakatnya. Pernyataan ini berhubungan dengan semakin rendahnya partisipasi dan aktivitas masyarakat dalam berbagai organisasi, kelembagaan dan partai politik maka akan semakin jauh penafsiran dari elite politik terhadap pikiran dan kepentingan pemilihnya. Sedikitnya anggota masyarakat yang terlibat dalam aktivitas sosial dan politik berkorelasi pula dengan tingginya kerahasiaan dan belum pastinya pilihan pemilih dalam menentukan partai politik yang dicoblos dalam pemilu 2004. Secara teoritis, aktifnya anggota masyarakat dalam berbagai kelembagaan sosial dan partai politik semakin meningkatkan komunikasi dengan elit politik, semakin mudah mengakses informasi dan rencana kebijakan publik yang akan digodok oleh pemerintah dan dewan perwakilan rakyat daerah DPRD Kabupaten Karo. Rendahnya keikutsertaan masyarakat Kabupaten Karo yang diwakili oleh responden penelitian dari kecamatan Brastagi dan Kabanjahe ini dalam kelembagaan sosial, profesi dan partai politik menyebabkan berkurangnya kontrol publik yang memberi peluang pada elite untuk lebih memprioritaskan kepentingan politik dan partainya saja. Hal ini terbukti dari kasus-kasus yang mengemuka di Kabupaten Karo yang terjadi akibat kurang harmonisnya birokrasi pemerintahan dengan lembaga Universitas Sumatera Utara legislatif. Dalam hal ini seringkali anggota legislatif lebih mengutamakan kepentingan kelompok dan partai politiknya dengan memanfaatkan peluang otoritas yang tertafsirkan dari kewenangan DPRD dalam implementasi otononomi daerah kebijakan publik lainnya. Leluasanya anggota DPRD dalam menafsirkan bentuk hubungan dan dukungan yang kondusif ataupun depresif kepada birokrasi pemerintahan sesungguhnya terkondisi oleh rendahnya mekanisme kontrol masyarakat, karena pemilihan anggota DPRD bukan langsung dipilih oleh voter berkorelasi langsung dengan kurang termanifestasikannya fungsi partai politik sebagai instrumen artikulasi kepentingan dan wadah komunikasi politik antar elite dan pemilihnya. 4. 5. Pengetahuan Responden Tentang Sistem Pemilu Dasar sistem politik di Indonesia tahun 2004 berorientasi pada UU Politik yang ditetapkan. Adapun kelima UU politik tersebut yaitu UU Nomor 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, UU Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu, UU Nomor 22 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden secara Langsung, UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Susunan dan kedudukan DPR, DPRD, DPD dan MPR, serta UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitud. Pada bulan September 2003, Departemen Kehakiman dan Ham telah mensyahkan 50 partai politik sebagai badan hukum. Dan pada tanggal 10 Desember 2003, maka dari 50 parpol yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum, setelah Universitas Sumatera Utara diverifikasi kelengkapan persyaratannya sebagai peserta pemilu, ternyata yang lolos sebagai Partai Politik peserta Pemilu yang akan dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004 tinggal 24 Parpol. Dalam kaitan ini ada 6 Partai Politik peserta Pemilu tahun 1999 yang lolos karena memenuhi syarat threshold perolehan suara dan kursi, yaitu Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia PDI-P, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan PPP, Partai Kebangkitan Bangsa PKB, Partai Amanat Nasioanal PAN , dan Partai Bulan Bintang PBB. Selanjutnya bertambah 18 partai baru diantaranya Partai Pelopor, Partai Damai Sejahtera PDS, Partai Patriot Pancasila, Partai Demokrat, Partai Buruh Sejahtera Indonesia, Partai Keadilan Sejahtera PKS, Partai Bintang Reformasi PBR Partai PNBK, PKPI, PKPD, Partai Persatuan Daerah, dan sebagainya. Kegiatan sosialisasi melalui media, pelatihan pemilih oleh berbagai lembaga LSM, Perguruan Tinggi, Ormas, Lembaga Keagamaan sehingga pengetahuan pemilih tentang teknis pelaksanaan Pemilu akan lebih baik. Kegiatan ini diyakini akan mampu mengatasi keruwetan dan kerumitan sistem pencoblosan dalam sistem pemilu tahun 2004 lalu. Tetapi karena waktu yang mepet, kegiatan sosialisasi menjadu minim sehingga pengetahuan pemilih terhadap tatacara pemberian suara menjadi rendah. Kesulitan teknis dalam pelaksanaan pemilu, dapat dilihat dari pemahaman sebagian besar responden tentang sistem pemilu. Soal-soal sederhana seperti tatacara pencoblosan, misalnya masih ada 5 orang 6,2 responden menjawab tidak tahu. Bahkan ada 40 orang 49,4 responden yang menganggap Universitas Sumatera Utara tatacara pemberian suara masih sama seperti Pemilu sebelumnya 1999, dimana mereka hanya mencoblos tanda gambar saja. Fakta tersebut ternyata masih lebih tinggi dari tatacara pemberian suara yang tepat dalam Pemilu 2004 lalu, dimana hanya 30 orang 37,0 responden yang melakukan pencoblosan tanda gambar partai dan nama calon legislatif. Tabel 14. Pengetahuan Responden tentang Tata Cara Pemberian Suara pada Pemilu 2004 lalu Tatacara pemberian suara Frequency Percent Mencoblos tanda gambar 40 49.4 Mencoblos nama calon yang diajukan partai 6 7.4 Mencoblos tanda gambar dan nama calon yang diajukan partai 30 37.0 tidak tahu 5 6.2 Total 81 100.0 Sumber: Diolah dari Kuesioner Penelitian, 2008 Perubahan tatacara Pemilu 2004 lainnya sesuai dengan UU Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu diantaranya perubahan daerah pemilihan. Dulunya adalah wilayah admistratif pemerintahan daerah propinsi untuk menentukan anggota DPR, kabupatenkota untuk untuk menetapkan anggota DPRD Propinsi, dan kecamatan untuk menghasilkan anggota DPRD KabupatenKota. Untuk Pemilu 2004, sesuai dengan UU Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu dalam pasal 46 disebutkan daerah pemilihan DPR adalah propinsi atau bagian-bagian dari propinsi yang disesuaikan dengan alokasi kursi DPR, daerah pemilihan DPRD Propinsi adalah kabupatenkota atau gabungan dari gabungan dari kabupatenkota,serta daerah pemilihan DPRD KabupatenKota adalah Kecamatan atau gabungan dari Kecamatan. Universitas Sumatera Utara Konsekuensi teknis dari pembentukan daerah pemilihan berhubungan dengan koordinasi antara penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum KPU, dan koordinasi internal pengurus partai politik untuk dapat memperoleh kursi di daerah pemilihan yang ditetapkan oleh KPU. Sedangkan konsekuensi sosial politiknya adalah pemilih dapat langsung mencoblos nama dari calon anggota legislatif yang diusulkan oleh partain politik, dimana prinsip proporsional daftar terbuka meskipun sulit dapat mendudukkan anggota legislatif secara langsung bila suara yang memilihnya memenuhi bilangan pembagi perolehan kursi di daerah pemilihannya. Relasinya, calon anggota legislatif harus populer atau dikenal oleh banyak pemilih, dan bila terpilih loyalitas calon anggota legislatif seharusnya lebih berorientasi kepada kepentingan pemilihnya dibandingkan loyalitasnya kepada partai politik yang mengusulkannya. Namun, karena sistem pemilu ini belum tersosialisasi dengan baik, dan jarak waktu Pemilu yang pendek, serta pemilih belum memahami secara baik tradisi demokrasi baru ini, serta kurangnya caleg yang populer selama ini, akibatnya sebagian besar caleg yang diusulkan dengan otoritas yang determinan dikelolal pengurus partai politik belum dikenal oleh pemilih. Tabel 4. 13 berikut ini, memberikan gambaran tingkat keingintahuan atas rekam jejak track record dan figur-figur dari para calon anggota legislatif yang diajukan oleh partai politik dalam Pemilu 2004 lalu. Universitas Sumatera Utara Tabel 15. Pentingnya Mengetahui Nama-nama Calon dan Latar Belakang Calon yang Diajukan oleh Partai Politik dalam Pemilihan Anggota DPR, DPRD Propinsi Sumatera Utara dan DPRD Karo Publikasi rekam jejak dan figur Caleg Pemilu 2004 Frequency Percent Sangat penting 50 61.7 Penting 20 24.7 Biasa saja 6 7.4 Tidak penting 3 3.7 Tidak tahu 2 2.5 Total 81 100.0 Sumber: Diolah dari Kuesioner Penelitian, 2008

4. 6. Bentuk Komunikasi Politik