Pemilihan Umum yang Demokratis

demokrasi terpimpin 1959-1966, dan demokrasi Pancasila 1966-1997, dan demokrasi pasca ode baru 1998 – sekarang. 2. 2. Pemilihan Umum yang Demokratis Beberapa kriteria musti dipenuhi agar pemilu dapat disebut demokratis USIS, annotated: 16-17. Pertama, pemilu harus kompetitif. Ini artinya pemilu harus diikuti oleh beberapa partai politik yang bebas dan otonom. Partai yang berkuasa maupun partai-partai oposisi memperoleh hak-hak politik yang sama seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul, bergerak, atau mengkritisi program- program yang diajukan oleh partai-partai lain. Partai oposisi juga dapat melakukan kritik secara terbuka mengenai pemerintah, kebijakan-kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah, bahkan mengenai ideologi partai-partai lain sekalipun. Kedua, pemilu harus diselenggarakan secara berkala. Ini artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur dengan jarak waktu yang jelas, misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun sekali. Pemilihan berkala merupakan sebuah mekanisme lewat mana pejabat yang terpilih bertanggungjawab pada para pemilihnya dan memperbarui mandat yang diterimanya pada pemilihan yang lalu. Pemilih dapat memilih kembali pejabat yang bersangkutan jika cukup puas dengan kerja selama masa jabatannya, tetapi dapat juga menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggungjawab, lebih mewakili kepentingan, suara atau aspirasi mereka. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan ataupun kelompok yang kalah Universitas Sumatera Utara dapat memperbaiki diri dan mempersiapkan diri lagi untuk bersaing dalam pemilu berikut. Ketiga, pemilihan haruslah inklusif. Ini artinya tidak boleh ada orang atau kelompok orang dengan dasar pengelompokan apapun misalnya ras, suku, jenis kelamin, lokalitas, kondisi fisik, aliran ideologis, dsb. yang dapat diabaikan haknya sebagai pemilih ataupun dipilih. Semua warga negara dari kelompok manapun berhak untuk ikutserta dalam pemilu sehingga hasil pemilu dapat merefleksikan kondisi keaneka-ragaman dan perbedaan-perbedaan yang terdapat di dalam masyarakat. Keempat, pejabat, pemimpin, atau wakil-wakil yang dihasilkan lewat pemilu haruslah definitif. Ini artinya mereka yang terpilih dalam pemilu memegang kekuasaan yang sesungguhnya, bukan sekedar lambang atau semata-mata pemimpin atau pejabat boneka. Dua hal penting lain tentang pemilihan yang perlu diperhatikan dalam demokrasi. Pertama, pemilihan mestinya tidak terbatas pada memilih kandidat saja. Pemilihan dapat juga diselenggarakan untuk memutuskan sebuah kebijakan ataupun pilihan politik yang krusial atau kontroversial yang dihadapi oleh sebuah pemerintahan di sebuah negara. Pemilihan dimana pemilih diminta untuk membuat keputusan sedemikian disebut referendum. Salah satu contoh referendum yang pernah dilakukan di Timor Timur, dimana rakyat Timor Timur diminta untuk memutuskan apakah mereka akan tetap bergabung dengan Indonesia atau melepaskan diri lalu memerdekakan sebagai suatu Negara baru. Kedua, pemilihan yang demokratis semestinya dapat menciptakan suasana dimana perseorangan atau kelompok- Universitas Sumatera Utara kelompok dapat bersaing secara fair dan terbuka. Yang kalah dapat menerima kekalahan dengan kerelaan, menerima hasil pemilihan dengan besar hati, dan mentolerir keberadaan saingannya dalam posisi atau jabatan yang diperebutkan melalui pemilu. Kelompok yang kalah bisa menjadi oposisi yang setia; dan kesetiaan mereka ditujukan “… pada keabsahan fundamental negara dan pada proses demokrasi itu sendiri”. USIS: 17 Selanjutnya hasil Pemilu yang demokratis menggambarkan pemenang yang tidak meniadakan atau menindas kelompok yang dikalahkannya. Kelompok yang menang harus dapat mentolerir keberadaan dan mengakui peran-peran dari orang- orang atau kelompok-kelompok yang dikalahkannya. Untuk menciptakan suasana sedemikian maka pemilu harus dilaksanakan secara bebas, jurdil, dan akuntabel. Pemilihan umum berkala memungkinkan kelompok-kelompok yang kalah dan yang menang untuk kembali bersaing memenangkan mandat rakyat untuk memimpin atau memerintah pada periode berikutnya.

2. 3. Prilaku Pemilih