C. Asam Lemak Jenuh Rantai Medium
Berdasarkan struktur kimianya, lemak terdiri dari lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Lemak jenuh adalah suatu jenis lemak dimana antara atom
karbon penyusunnya tidak ada ikatan rangkap, sedangkan lemak tidak jenuh adalah apabila diantara atom karbon penyusunnya terdapat satu atau lebih
ikatan rangkap. Lemak jenuh biasanya bersumber atau berasal dari hewani misalnya daging, susu, telur dan lain-lain. Sedangkan lemak tidak jenuh
biasanya sumbernya adalah nabati misalnya minyak jagung, kedelai, kanola, bunga matahari dan lain-lain. Namun demikian sumber lemak jenuh pun biasa
juga didapat dari minyak kelapa dan minyak biji sawit. Dinyatakan oleh Thampan 1998, bahwa lemak jenuh kelapa 91,6 , biji sawit 84,3, sawit
41,5, jagung 13,9 , kedelai 14 , safflower 9,2 dan sunflower 12,6 . Lebih lanjut dinyatakan bahwa lemak jenuh minyak kelapa didominasi oleh
lemak jenuh berantai medium sekitar 63 – 67 dari total asam-asam lemak atau sekitar 69 – 72 dari total asam lemak jenuh. Dilaporkan juga bahwa
minyak kelapa kadang-kadang disebut sebagai asam laurat, sebab sekitar 49- 52 dari asam-asam lemak adalah asam laurat.
Peranan minyak jenuh di perdagangan tingkat dunia pernah mengalami kemerosotan bahkan menjadikan suatu momok yang menakutkan untuk
kesehatan konsumen. Hal tersebut sengaja dikondisikan oleh negara-negara penghasil minyak jagung ataupun minyak kedelai sebagai kampanye negatif
karena di negaranya tidak tumbuh kelapa. Minyak kelapa dan minyak sawit yang disebut tropical oil oleh American Soybean Association didiskreditkan
bahwa mengandung banyak lemak jenuh yang dapat menimbulkan penyakit penyempitan pembuluh darah ataupun penyakit jantung. Sehingga penduduk
khususnya di Amerika Serikat dan umumnya dunia diarahkan untuk menggunakan minyak kacang kedelai ataupun minyak jagung dan tidak boleh
menggunakan minyak kelapa ataupun sawit. Minyak jagung ataupun minyak kedelai termasuk sumber atau
didominasi lemak tidak jenuh yang tidak stabil terhadap oksidasi dan ketengikan. Supaya stabil minyak tersebut dihidrogenasi parsial sehingga
membentuk transfat. Pihak yang diuntungkan dalam perang dagang tersebut
adalah industri minyak kedelai dan minyak jagung, sementara itu penduduk Amerika sendiri menjadi korban munculnya berbagai macam penyakit
degeneratif akibat transfat misalnya penyakit jantung, penyempitan pembuluh darah, diabetes, obesitas dan lain-lain.
Penelitian yang dilakukan terhadap penduduk Pulau Pukapuka dan Pulau Tokealu di daerah Pasifik yang sudah bertahun-tahun kebiasaan dalam
menu dietnya banyak mengkonsumsi kelapa, penduduknya tidak pernah mengalami berbagai penyakit degeneratif. Namun setelah penduduknya
berpindah ke Selandia Baru, mereka mengubah pola makannya dengan menerapkan pola makan ala Barat, sehingga kemudian penyakit-penyakit
degeneratif ditemukan pada penduduk tersebut Fife, 2001. Faktanya kelebihan lemak jenuh dari pada minyak tidak jenuh adalah
minyak jenuh tidak mempunyai satu atom hidrogen yang hilang ataupun tidak mempunyai ikatan rangkap. Hal tersebut berarti minyak atau lemak tidak
jenuh lebih mudah terserang oksidasi ataupun mudah terbentuk radikal bebas, sementara itu lemak jenuh lebih stabil dan tidak terbentuk radikal bebas.
Namun demikian, lemak jenuh yang berasal dari hewani umumnya juga dapat menimbulkan berbagai penyakit, misalnya kolesterol, penyempitan pembuluh
darah, jantung dan lai-lain. Namun juga tidak semua lemak jenuh dapat menimbulkan penyakit yang tidak diinginkan tersebut.
Baik lemak jenuh maupun tidak jenuh tersusun atas beberapa asam lemaknya. Tergantung dari panjang dan pendeknya rantai atom karbon, asam-
asam lemak tersebut ada yang berantai pendek, medium dan panjang. Menurut Kabara 2000 bahwa lemak jenuh terdiri dari lemak jenuh berantai
pendek atau short chain fatty acid - SCFA atau short chain trigliseride-SCT yaitu yang mempunyai atom karbon 2 sampai dengan 6 C2 – C6, lemak
jenuh berantai medium atau medium chain fatty acid - MCFA atau medium chain trigliseride
-MCT C8 – C12, dan lemak jenuh berantai panjang atau long
chain fatty acid - LCFA atau long chain trigliseride-LCT 14-24. Sementara itu Enig 2000, menggolongkan asam-asam lemak jenuh menjadi
SCFA yaitu asam propanoat C3, asam butirat C4 dan asam kaproat C6; MCFA yaitu asam kaprilat C8, asam kaprat C10 dan asam laurat C12:
serta LCFA yaitu asam miristat C14, asam palmitat C16, asam stearat C18, asam arahidat C20, asam behenat C22 dan asam lignoserat C24.
Beberapa hasil penelitian tentang MCT sudah dipublikasikan di berbagai jurnal di seluruh dunia. Beberapa contoh hasil penelitian tentang
MCT dapat diuraikan seperti berikut ini. Hasil penelitian Johnson et al 1990 menyebutkan bahwa MCT dipergunakan atau dicerna dan didistribusikan
lebih cepat dan lebih lengkap dibanding LCT sehingga MCT tidak disimpan dalam bentuk lemak di tubuh. Dinyatakan oleh Fife 2001 bahwa karena
MCT mempunyai berat molekul lebih kecil dibanding dengan LCT sehingga MCT hanya memerlukan sedikit energi dan sedikit enzim untuk memecahkan
MCT tersebut untuk dapat dicerna. Thampan 1998 menyatakan bahwa oleh karena MCT mudah dipecahkan selama pencernaan, maka enzim-enzim
pankreatik untuk mencerna lemak tidak diperlukan sebagai yang utama, sehingga sedikit mengurangi ketegangan pankreas dan sistem pencernaan
Lebih jauh Johnson et al 1990 menyatakan bahwa dengan dosis yang sama pasien akan menerima energi lebih cepat dan lebih banyak dari MCT
daripada dari LCT. Disebutkan juga bahwa kecepatan metabolisme MCT dapat berubah dengan mencampur dosis dengan LCT, sehingga disarankan
menjadi pengatur metabolisme MCT yang potensial dengan mengatur perbandingan MCT dan LCT dalam dosis. Dengan demikian terapi dapat
dibuat atau dipesan untuk memenuhi keperluan khusus pasien untuk energi
yang segera akan digunakan, kebutuhan asam-asam lemak esensial dan memelihara berat badan.
Hasil penelitian Bach dan Babayan 1982 juga menyatakan bahwa produk MCT dihidrolisis dan diserap ke dalam sel-sel usus secepat glukosa
dan dibawa secara langsung ke hati untuk kemudian secepatnya dioksidasi menjadi energi. Sebaliknya LCT dicerna secara lambat dan hasil proses
pencernaan ditransportasi ke hati melalui limphatik dan sirkulasi sistemik. Konsekuensinya LCT didistribusikan secara sistematik ke semua bagian
perangkat pencernaan sebelum mencapai hati. Sehingga LCT lebih mudah disimpan menjadi lemak dalam jaringan peripheral dibanding dengan SCT
atau MCT.
Pengenalan aktivitas anti mikrobial dari monogliserida asam laurat monolaurin telah dilaporkan sejak tahun 1966 Rethinam et al, 2005.
Selanjutnya dinyatakan bahwa monolaurin dapat menghancurkan protozoa Giardia lamblia, jamur Aspergillus niger dan Candida utilis, ragi
Saccharomyces cerevisiae dan berbagai bakteri patogen termasuk Listeria monocytogenes
, Staphylococcus aureus, Streptococcus agacitiae, Vibrio paranchaemolyticus
dan Heliobacter pylori. Dilaporkan Issac dan Thormar 1992 dan Issac et al 1992 bahwa asam lemak rantai medium MCTMCFA
dan turunannya beraktivitas dengan cara mengganggu membran lemak dari organisme.
Rethinam et al 2005 menyampaikan bahwa asam laurat yang merupakan bagian terbesar dari MCT minyak kelapa digunakan dalam tubuh
untuk melawan penyakit yang sama seperti yang dilakukan oleh turunan asam lemak monolaurin yang tubuh bayi dapatkan dari asam laurat yang diperoleh
dari ASI. Dilaporkan juga selanjutnya oleh Kabara 1978, 1985 dan Enig 1996, 2001 bahwa monogliserida monolaurin adalah senyawa yang dapat
menjaga bayi dari infeksi virus, bakteri, atau protozoa. Thampan 1998 menyatakan bahwa penyerapan kalsium dan
magnesium juga asam-asam amino meningkat ketika bayi diberikan makanan asupan yang mengandung minyak kelapa. Minyak kelapa telah digunakan
untuk meningkatkan penyerapan dan penyimpanan kalsium dan magnesium pada penderita defisiensi mineral tersebut. Hal ini khususnya terjadi pada
penderita penyakit ricket yang melibatkan defisiensi vitamin D dan demineralisasi tulang. Sehingga lebih lanjut dinyatakan oleh Thampan 1998
bahwa minyak kelapa yang mempunyai MCFA tinggi tersebut dapat sangat berguna untuk penderita osteoporosis dalam membantu mempertinggi
penyerapan mineral. D. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan terjadinya defisiensi insulin absolut atau relatif, dan gangguan fungsi insulin
WHO, 1980. Diabetes mellitus adalah salah satu jenis penyakit dari
kelompok penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah hyperglycemia ADA, 2004. Penyakit ini disebabkan oleh
gangguan sekresi insulin sehingga kadar insulin rendah, aktivitas metabolik insulin yang rendah, atau keduanya.
Pada klasifikasi terbaru, ADA 2004 mengelompokan diabetes mellitus ke dalam empat tipe, yaitu diabetes melitus tipe-1, diabetes melitus
tipe-2, diabetes melitus jenis lain, dan diabetes melitus saat hamil. Diabetes melitus tipe-1 atau yang telah dikenal sebagai IDDM Insulin-Dependent
Diabetes Mellitus disebabkan oleh kerusakan sel
β pancreas akibat adanya mekanisme autoimun pada tubuh penderita. Penderita diabetes tipe-1
membutuhkan insulin eksogen untuk mempertahankan hidupnya dan memiliki resiko tinggi terhadap terjadinya ketoasidosis. Diabetes tipe-2 atau
yang telah umum dikenal NIDDM Non Insulin-Dependent Diabetes Mellitus disebabkan oleh penurunan sensitivitas insulin atau sekresi insulin. Tipe-2 ini
umumnya terjadi pada manusia usia dewasa yang mengalami obesitas sehingga meningkatkan gejala resistensi insulin. Melalui pengurangan berat
badan atau pengobatan hiperglekimia secara farmakologis, gejala resistensi insulin dapat diperbaiki. Penderita diabetes tipe-2 dapat memerlukan insulin
eksogen namun tidak tergantung pada insulin eksogen seumur hidup. Diabetes Melitus disingkat DM merupakan gangguan metabolisme
yang kronis dan dapat terjadi secara bawaan yang berhubungan dengan ketidakmampuan sel tubuh untuk mengambil glukosa dari aliran darah ke
dalam sel Votey, 2001. Schersten dan Per 1983 mendefinisikan DM sebagai suatu tingkat kronis peningkatan kadar glukosa darah karena adanya
gangguan penggunaan glukosa. Kedua hal tersebut terjadi karena kekurangan insulin, gangguan fungsi insulin, atau peningkatan faktor yang memiliki
fungsi berlawanan dengan insulin, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
Schersten dan Per, 1983. Penggolongan DM menurut World Health Organization 1980
dibedakan berdasarkan pada tingkat gangguan penggunaan glukosa yang
kemudian dibedakan pada kategori klinis dan statistik. Klasifikasi DM menurut WHO 1980 adalah sebagai berikut ini :
Penggolongan Klinis
1. Diabetes Mellitus a.
Insulin Dependent Diabetes Mellitus IDDM b.
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus NIDDM c.
Diabetes mellitus yang berkaitan dengan nutrisi d.
Tipe lain yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau sindrom tertentu : 1 Penyakit pankreas, 2 Penyakit hormonal, 3 Keadaan
yang disebabkan oleh obat atau zat kimiawi, 4 Gangguan reseptor insulin, 5 Sindrom genetik tertentu, dan lain-lain
2. Gangguan Toleransi Glukosa
a. Tidak gemuk
b. Gemuk
c. Gangguan toleransi glukosa yang berhubungan dengan keadaan atau
sindrom tertentu 3. Diabetes Gestational pada kehamilan
Penggolongan dengan Resiko Statistik Tinggi
Penggolongan ini berdasarkan kepada penderita dengan toleransi glukosa normal tetapi memiliki resiko untuk menjadi diabetes. Penggolongan tersebut
terdiri dari : a. Gangguan toleransi glukosa abnormal sebelumnya
b. Potensial bertoleransi glukosa abnormal Menurut WHO 1980, DM tipe 1 IDDM merupakan gangguan yang
terjadi karena adanya defisiensi absolut insulin atau akibat virus Mumps, Coxsakie B, virus Sitomegali, dan infeksius mononukleus yang diikuti proses
autoimmune . Pada tipe ini ditemukan dua macam bentuk, yaitu immune-
mediated diabetes melitus yang merupakan hasil dari proses autoimmune
dimana antibodi tubuh menyerang dan menghancurkan sel beta pankreas, dan bentuk idiopatik dimana penyebab pastinya belum diketahui.
Dinyatakan lebih lanjut oleh WHO 1980 bahwa DM tipe 2 NIDDM dapat terjadi karena resistensi insulin, yaitu kondisi dimana tubuh gagal untuk
membuat insulin yang cukup atau gagal untuk mempergunakan insulin walaupun jumlah insulin dalam tubuh normal atau bahkan melebihi normal,
yang dikombinasikan dengan defisiensi relatif insulin. DM tipe 2 seringkali dapat dikontrol dengan mengurangi berat badan, meningkatkan kualitas nutrisi
tertentu, dan latihan yang benar Milwicki, 2002. Secara sederhana menurut WHO 1980 dapat dikatakan bahwa DM
disebabkan oleh defisiensi insulin, baik absolut maupun relatif di dalam tubuh. Insulin merupakan suatu hormon protein yang berinteraksi dengan reseptor sel
organ targetnya untuk meningkatkan permeabilitas sel terhadap glukosa, sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel otot dan disimpan sebagai
glikogen serta masuk ke dalam sel jaringan lemak disimpan sebagai trigliserida.
Kekurangan insulin menyebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa di dalam
pembuluh darah hiperglikemia. Milwicki 2002 menyebutkan bahwa umumnnya peningkatan kadar glukosa darah pada penderita DM tipe 1 lebih
tinggi 400 mgdl dari pada penderita DM tipe 2 150-300 mgdl. Bila kadar glukosa darah telah melebihi ambang batas ginjal 180 mgdl, maka glukosa
tidak dapat lagi diserap oleh ginjal dan akan dikeluarkan melalui urine glukosuria. Glukosa merupakan zat yang bersifat hidrofilik larut dalam air
sehingga peningkatan glukosa darah dapat meningkatkan osmotic diuresis dari sel sekitarnya dan akhirnya terjadi dehidrasi intraseluler diikuti dengan
polyuria .
Glukosa di dalam tubuh dapat digunakan bila glukosa dapat masuk ke dalam sel dan dioksidasi. Glukosa yang tidak dapat masuk ke dalam sel
mengakibatkan penggunaan glukosa sebagai energi terhambat dan sel menjadi kekurangan energi. Apabila hal ini terjadi, tubuh akan berusaha mencari
energi dari sumber lain yaitu, oksidasi lemak pada jaringan lemak, dan katabolisme protein Milne, 1989.
Dinyatakan lebih lanjut oleh Milne 1989, bahwa oksidasi lemak menghasilkan energi disertai badan keton. Peningkatan badan keton asam
asetoasetat, aseton, dan asam hidrolisis butirat dalam tubuh dapat menyebabkan adanya ketosis, ketonemia. Badan keton yang terbentuk akan
mengikat ion natrium sehingga kadar ion hidrogen meningkat dan terjadi gangguan keseimbangan elektrolit, asidosis dan diikuti koma serta kematian.
E. Peran VCO dalam Membantu Pencegahan Komplikasi Penyakit