Analisis Penerimaan Analisis Efisiensi

62 penerimaannya dan biaya, untuk mendapatkan data penerimaan dilakukan analisis terhadap penerimaan responden per hektar. Sedangkan untuk mendapatkan data biaya yang dikeluarkan dilakukan analisis biaya.

7.2.1. Analisis Penerimaan

Penerimaan yang diperoleh petani dari usahatani Pisang Ambon hanya berasal dari penjualan Pisang Ambon, sedangkan untuk daun, anakan tidak diperjual belikan dan pisang yang dikonsumsi sendiri diasumsikan tidak ada karena pada kondisi di lapangan petani responden sangat jarang mengkonsumsi Pisang Ambon hasil panen sendiri untuk kebutuhan keluarga. Biasanya pisang yang dikonsusmi untuk keluarga adalah pisang jenis lain yang enak untuk diolah seperti pisang nangka. Dan juga menurut sebagian petani Pisang Ambon sayang jika dikonsumsi sendiri karena harganya mahal. Besarnya penerimaan adalah hasil kali antara jumlah panen yang dihasilkan kg dengan harga per kg Pisang Ambon. Jumlah panen per hektar adalah banyaknya pohon pisang yang ditaman dikurangi besarnya pohon pisang yang gagal panen baik akibat penyakit atau pencurian. Tingkat gagal panen yang dialami petani rata-rata sebesar 15,76 persen sehingga dalam satu hektar dengan jumlah pohon yang ditaman sebanyak 1111 maka akan dihasilkan sebanyak 936 tandan dengan berat rata-rata per tandan 21,93 kg. Berat panen dalam satu hektar yang ada adalah hasil kali antara jumlah tandan yang dihasilkan dengan berat rata-rata per tandan sehingga berat panen per hektar sebesar 20,526.48 kg. Penerimaan yang diperoleh per haktar adalah hasil kali antara berat penen per hektar kg dengan harga rata-rata yang diterima petani yaitu Rp. 1653,33kg sehingga besarnya penerimaan perhaktar selama 12 bulan adalah Rp. 33.937.045,18.

7.2.2. Analisis Biaya

Analisis biaya yang dikeluarkan petani dilakukan dengan menganalisis input yang digunakan untuk usahatani Pisang Ambon meliputi bibit, pupuk, Trichoderma, brongsong, tenaga kerja, alat-alat pertanian. Analisis input yang digunakan juga memperhitungkan biaya input yang hanya dikeluarkan satu kali yaitu pada saat 63 penananman tetapi penggunaannya sampai umur ekonomis pisang, sehingga besarnya nilai input tersebut unutk 12 bulan pertama adalah besarnya nilai input tersebut dibagi umur ekonomis pisang. Umur ekonomis pisang ditetapkan selama 5 tahun hal ini didasarkan dari SPO yang ada dan juga dari keterangan penyuluh.

7.2.2.1. Bibit

Bibit yang digunakan sebagian besar adalah dari tanaman sebelumnya. Dari 30 responden ada beberapa responden yang pernah melakukan pembelian bibit, karena bibit yang tersedia dikebun sendiri tidak mencukupi atau petani ingin menanam jenis pisang yang berbeda dari jenis pisang yang sudah ada sebelumnya. Bibit yang digunakan oleh semua responden berasal dari anakan, belum ada responden yang menggunakan bibit yang berasal dari bonggol maupun dari kultur jaringan. Hal ini disebabkan karena kemudahan dalam mendapatkan dan kebiasaan petani dalam menggunakan bibit yang berasal dari anakan. Bibit yang ditanam berusia antara 2-3 bulan dengan ukuran 50-100cm, dengan ukuran bibit yang ditanam maka dalam dua belas bulan petani responden telah dapat memanen pisang tersebut. Bibit yang digunakan berasal dari kebun petani sendiri maka biaya bibit digolongkan kedalam biaya tidak tunai. Besarnya biaya bibit untuk dua belas bulan adalah harga bibit dibagi umur ekonomis pisang yaitu lima tahun. Harga bibit yang berlaku di Desa Talaga adalah Rp. 1.000bibit. Sehingga nilai pada tahun pertama adalah Rp. 200 bibit. Kebutuhan bibit untuk satu hektar dengan jarak tanam 3 m x 3 m adalah 1.111. Biaya bibit untu satu hektar adalah jumlah bibi yang ditanam 1111 dikali dengan beban bibit untuk tahun pertama yaitu Rp. 200, sehingga biaya bibit per hektar per tahun adalah Rp. 222.000.

7.2.2.2. Pupuk

Pupuk adalah faktor penting bagi pertumbuhan tanaman budidaya, pupuk yang diberikan akan memberikan unsur hara dalam tanah yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman. Pupuk yang biasa digunakan oleh petani responden digolongkan menjadi pupuk organik dan pupuk anorganik buatan. 64 1. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang kambing, yang sebagian besar didapatkan dengan membeli. Hanya 5 responden yang memiliki pupuk kandang sendiri. Semua responden menggunakan pupuk kandang saat melakukan penanaman, tetapi hanya 43,33 persen yang mengulang setiap tahunnya. Pengulangan yang dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan, sebagian besar 46,67 persen petani yang melakukan pengulangan dilakukan sebanyak dua kali per tahun. Pupuk kandang pada dasarnya tidak diperjual belikan, nilai yang dikeluarkan sebatas hanya upah untuk mengumpulkan dan biaya transportasi. Besarnya pupuk kandang yang diberikan tiap lubang tanam pada saat penanaman berbeda-beda. Ukuran yang lazim digunakan adalah per karung dengan ukuran 50 kg, dalam satu karung pupuk kandang berisi sekitar 25-30 kg pupuk kandang. Harga pupuk kandang perkarung adalah Rp. 5000 sehingga harga per kg pupuk kandang adalah Rp. 200. Biasanya petani menggunakan satu karung pupuk kandang untuk 1-5 lubang tanam. Jumlah pupuk kandang per lubang yang diberikan rata-rata adalah 11,87 kg. pupuk kandang yang diberikan pada saat penanaman hanya dilakukan satu kali tetapi penggunannya selama lima tahun. Oleh karena itu besarnya penggunaan pupuk untuk penanaman per tahun adalah besarnya pupuk yang diberikan saat penanaman dibagi umur ekonomis pisang. Sehingga besarnya pupuk kandang yang diberikan pada saat penanaman per tahun adalah sebesar 2,37 kg per lubang. Jumlah pupuk kandang yang diberikan pada saat pemeliharaan sama dengan jumlah yang diberikan pada saat penanaman yaitu satu karung digunakan untuk 1- 5 rumpun pisang. Dalam satu tahun pemupukan diberikan sebanyak dua kali. Besarnya pupuk kandang yang diberikan pada saat pemeliharaan per tahun adalah 26.59 kgrumpun. Total pupuk kandang yang diberikan per tahun adalah jumlah pupuk kandang pada saat penanaman per tahun 2,37 kglubang ditambah jumlah pupuk kandang saat pemeliharaan yaitu 26,59 kgrumpun, sehingga pupuk kandang per tahun adalah sebesar 28,98 kgrumpun. Kebutuhan pupuk kandang untuk satu hektar adalah 28,98 kg dikali jumlah pohon yang ada yaitu 1.111 ada sehingga tiap hektar memerlukan 32.196,78 kg. Biaya yang dikeluarkan untuk 65 pupuk kandang per tahun adalah jumlah pupuk kandang 32.196,78 dikali harga per kg pupuk kandang Rp. 200 sehingga biaya yang dikeluarkan per tahun untuk pupuk kandang adalah Rp. 6.439.356. 2. Selain pupuk kandang petani juga memberikan pupuk anorganik untuk memenuhi kebutuhan nitrogen, fosfor, dan kalium dalam tanah. Pupuk anorganik yang diberikan kepada pisang merupakan bagian dari pemupukan lahan total, karena dalam melakukan pemupukan petani tidak mengkhususkan hanya untuk satu tanaman saja, tetapi pemupukan dilakukan bersamaan antara tanaman sela dengan tanaman pisang. Petani mengkombinasikan berbagai jenis pupuk dengan mencampurkan dalam satu tempat, kemudian baru diberikan kepada tanaman pisang. Kombinasi pupuk yang diberikan bervariasi tiap petani. Pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk melingkar mengitari rumpun pisang dengan jarak antara 30-50 cm dari bonggol pisang. Besarnya pupuk yang digunakan tiap rumpun adalah dua genggam tangan petani yang diperkirakan jumlahnya seberat 150 g. Jumlah masing-masing pupuk yang digunakan merupakan persentase dari total pupuk dalam 150 g. Pupuk anorganik rata-rata dilakukan tiap tiga bulan sekali. Pupuk kimia didapat petani dengan membeli ditoko-toko saprodi pertanian di Desa Talaga atau dengan membeli ke pasar Cianjur. Sebaran petani responden berdasarkan penggunaan pupuk dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Penggunaan Pupuk Tahun 2008 Urea TSP KCl Phoska Harga Rata-rata per kg 1300 2100 1950 2300 Jumlahrumpuntahun g 322,30 104,51 126,09 225,71 Responden yang menggunakan orang 28 11 9 23 Persentase dari 30 orang 93,33 36,67 30,00 76,67 Sumber : Data Primer Diolah 66

7.2.2.3. Trichoderma

Trichoderma merupakan agen hayati yang berfungsi untuk mencegah penyakit tular tanah seperti fusarium. Trichoderma yang digunakan responden merupakan bantuan dari Primatani yang termasuk dalam bantuan PMUK. Penggunaan Trichoderma adalah dicampurkan dengan pupuk kandang yang akan diberikan pada saat penanaman. Dari 30 responden yang ada 26 responden mengaplikasikan Trichoderma. Harga tiap kilogram Thricoderma adalah Rp. 20.000. jumlah Trichoderma yang diberikan petani dalam tiap lubangnya bervariasi. Rata-rata tiap lubang tanam diberikan Trichoderma sebanyak 36,20 g. Penggunaan Trichoderma hanya diawal penanaman, sehingga besarnya penggunaan Trichoderma per tahun adalah jumlah Trichoderma yang diberikan pada saat penanaman dibagi dengan umur ekonomis pisang, besarnya penggunaan Trichoderma per tahun adalah 7,24 g. 7.2.2.4. Brongsong Brongsong adalah plastik pembungkus buah pisang yang terbuat dari plastik polyethilen berwarna biru, plastik ini merupakan bantuan dari Primatani. Plastik ini berfungsi untuk meningkatkan kualitas buah dengan cara membuat buah berukuran menjadi lebih optimal dan kulitnya bersih dari serangan hama kudis buah. Pembungkusan atau pembrongsongan dilakukan pada saat seludang pisang pertama belum terbuka dan jantung pisang sudah mulai merunduk. Plastik dipasang longgar dengan memperhitungkan besarnya buah yang akan dihasilkan kemudian plastik diikatkan pada pangkal tandan. Dari 30 responden terdapat 18 orang responden telah menerapkan pembungkusan pada pisang mereka. Pembrongsongan tidak dilakukan kepada semua buah pisang, karena jumlah brongsong yang terbatas. Rata-rata penggunaan brongsong per hektar tiap tahunnya adalah 152 buah.

7.2.2.5. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan untuk budidaya pisang semua berasal dari tenaga kerja manusia yang dibagi kedalam tenaga kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga. Pemakaian tenaga kerja luar keluarga menimbulkan biaya tunai 67 sedangkan pemakaian tenaga kerja dalam keluarga menimbulkan biaya tidak tunai. Tenaga kerja dalam keluarga yang berperan dalam budidaya pisang sebagian besar adalah kepala keluarga. Kebutuhan tenaga kerja dapat dipenuhi dari Desa Talaga mengingat jumlah penduduk Desa Talaga yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Kebutuhan tenaga kerja tinggi pada saat musim tanam padi. Tingkat upah rata-rata yang dibayarkan untuk tenaga kerja laki-laki rata-rata sebesar Rp 15.000 per hari dan Rp. 10.000 untuk tenaga kerja perempuan per hari yang dihitung selama 5 jam per hari. Petani mulai bekerja mulai pukul 07.00 hingga pukul 12.00 WIB. Petani telah mempunyai buruh yang menjadi langganan yang dipercaya untuk mengelola kebun. Ada beberapa petani yang memiliki buruh tetap yang bertugas mengelola kebun baik tanaman pisang maupun perawatan tanaman lainnya. Tenaga kerja perempuan lebih banyak digunakan untuk mengerjakan pekerjaan penyiangan, sedangkan tenaga kerja laki-laki digunakan untuk pekerjaan diluar penyiangan. Nilai tenaga kerja dihitung dengan satuan hari orang kerja laki-laki HOK laki-laki sehingga untuk perhitungan besarnya tenaga kerja perempuan dikonversi kedalam nilai tenaga kerja laki-laki dengan menggunakan perbandingan upah tenaga kerja untuk laki-laki dan perempuan. Penggunaan tenaga kerja pada saat persiapan dan pembuatan lubang tanam dan penanaman adalah hanya dikelurkan sekali untuk satu umur ekonomis pisang sehingga besarnya biaya yang digunakan untuk persiapan dan pelubangan, dan penanaman per tahun adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada saat pelubangan, penanaman dibagi umur ekonomis pisang. Besarnya tenaga kerja luar keluarga yang digunakan untuk mengolah lahan satu hektar per tahun adalah 179,24 HOK dan tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan adalah sebesar 271,93 HOK.

7.2.2.6. Alat-alat Pertanian

Alat yang sering digunakan dalam budidaya pisang adalah cangkul yang berfungsi untuk membuat lubang tanam, menggemburkan tanah, penyiangan rumput, tetapi dalam penyiangan dengan menggunakan cangkul harus hati-hati karena dapat 68 memotong akar-akar dari pisang. Kored digunakan untuk penyiangan rumput. Sabit digunakan untuk pemotongan jantung, daun. Panugar digunakan untuk membongkar bonggol pisang dan atau mengambil bibit dari rumpun pisang. Peralatan yang dimiliki oleh petani tidak hanya digunakan untuk tanaman pisang, tetapi digunakan untuk mengolah semua lahan yang ditanami selain pisang. Nilai penyusutan per tahun diperoleh dengan menggunakan metode garis lurus dimana peralatan tidak mempunyai nilai sisa pada akhir umur ekonomis. umur ekonomis peralatan yang digunakan berkisar antara 3,8 tahun sampai 6,2 tahun. Total peralatan yang dimiliki petani untuk mengelola lahan satu hektar adalah 22 buah. Nilai penyusutan total untuk semua peralatan per hektar adalah Rp. 111.411,24 dengan nilai penyusutan terbesar diperuntukkan untuk pemakaian cangkul. Jenis dan jumlah peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Jenis dan Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Pisang per Hektar Tahun 2008 Jenis Alat Jumlah Harga Satuan Rp Umur Ekonomis Tahun Penyusutan Per Tahun Rp Cangkul 6 30000 5,3 33.962,26 Kored 5 16100 3,8 21.184,21 Sabit 4 19400 4,4 17.636,36 Panugar 3 23100 6,2 11.177,42 Golok 4 35000 5,1 27.450,98 Total 22 111.411,24 Sumber : Data Primer Diolah

7.2.2.7. Lahan

Lahan yang digunakan untuk penanaman pisang sebagian besar berstatus hak milik 23 responden, sehingga perhitungan biaya untuk lahan diasumsikan bahwa lahan yang digunakan adalah hak milik sehingga akan menimbulkan biaya berupa pajak atas lahan dan biaya pengorbanan untuk lahan. Biaya pengorbanan atas lahan termasuk sebagai biaya karena responden mengorbankan penerimaan dari sewa lahan 69 miliknya karena lebih memilih untuk mengolah lahan tersebut sendiri. Besarnya pajak untuk satu hektar didapatkan dari merata-rata pajak lahan responden yang telah dikonversi kedalam satuan hektar. Besar pajak per hektar per tahun adalah Rp. 310.636,90. Besarnya nilai pengorbanan untuk sewa lahan diperoleh dari dua responden yang lahannya berstatus sewa. Besarnya biaya didapatkan sebesar Rp. 128 m 2 , sehingga besarnya biaya pengorbanan sewa per hektar per tahun adalah sebesar Rp. 1.280.000.

7.2.2.8. Disinfektan

Disinfektan berfungsi untuk mensterilkan alat-alat yang digunakan untuk budidaya pisang. Pensterilan alat dilakukan sebelum dan sesudah alat tersebut digunakan. Disinfektan yang sering digunakan adalah bahan pemutih pakaian seperti bayclin . Pensterilan dilakukan dengan mencampurkan disinfektan secukupnya kedalam air kemudian alat-alat yang akan dan setalah digunakan dicuci menggunakan air yang telah dicampur dengan disinfektan. Harga per liter disinfektan adalah Rp. 10.000. Petani mendapatkan disinfektan dengan membeli di warung-warung kelontong disekitar rumah mereka. Besarnya disinfektan yang dikeluarkan selama satu tahun per hektar adalah sebanyak 0,77 liter, sehingga biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 7700 hatahun. Biaya-biaya yang dikeluarkan petani digolongkan kedalam biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani untuk mendapatkan input, yang termasuk input yang didapat dengan biaya tunai adalah pupuk kandang, Trichoderma, urea, TSP, KCl, phoska, disinfektan, tenaga kerja luar keluarga, brongsong dan pajak. Biaya tidak tunai adalah dalam mendapatkan input petani tidak mengeluarkan uang secara tunai karena input tersebut telah dimiliki oleh petani atau petani memperoleh input tersebut secara cuma-cuma, yang termasuk input tidak tunai adalah tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat, bibit, dan sewa atas lahan sendiri. Total biaya tunai adalah jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan secara tunai. Total biaya tunai yang dikeluarkan per tahun per hektar adalah sebesar Rp. 70 11.298.555,48. Sedangkan total biaya tidak tunai adalah jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan tidak secara tunai. Total biaya tidak tunai per tahun per hektar adalah sebesar Rp. 5.692.521,01. Biaya total adalah penjumlahan dari total biaya tunai dan total biaya tidak tunai. Biaya total yang dikeluarkan selama satu tahun per hektar adalah sebesar Rp. 16.991.076,49. Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang membahas usahatani pisang tetapi belum menerapkan SPO, terdapat beberapa perbedaan pada komponen penyusun biaya. Perbedaan ini ditunjukkan pada Tabel 19, dimana terlihat bahwa petani di Desa Talaga memiliki komponen biaya yang lebih banyak, karena menerapkan SPO. Perbedaaan yang mencolok adalah pada penggunaan pupuk, baik pupuk kandang maupun pupuk kimia. Pada dua penelitian terdahulu yang dijadikan pembanding, tidak terdapat biaya pupuk kimia dan biaya pupuk kandang, hal ini disebabkan karena dalam penelitian tersebut petani memupuk lahannya, tetapi pupuk tersebut hanya ditujukan untuk tanaman budidaya utama. Oleh karena itu biaya pupuk hanya menjadi komponen biaya dari tanaman utama tersebut, sedangkan pupuk yang terserap oleh pisang tidak dihitung sebagai komponen biaya produksi pisang karena pada dasarnya pupuk tersebut bukan ditujukan untuk pisang, sedangkan pada penelitian ini pupuk merupakan komponen biaya yang dikeluarkan untuk pisang, meskipun pemupukan dilakukan secara bersama-sama dengan tanaman budidaya lainnya, tetapi petani responden secara sengaja memberikan pupuk kepada rumpun pisang dan ada tujuan memberikan pupuk tersebut untuk pisang. Pemupukan dilakukan dengan menaburkan pupuk secara melingkar mengitari pohon pisang dengan jarak 30-50 cm dari bonggol pisang. Petani di Desa Talaga memiliki komponen biaya tenaga kerja yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan pada penelitian terdahulu proses budidaya untuk pisang dilakukan ketika petani ada waktu luang setelah mengerjakan tanaman utama adanya perbedaaan sudut pandang terhadap fungsi tanaman. Pada penelitian ini petani menganggap pisang sama seperti tanaman budidaya lainnya, sehingga perhatian yang diberikan terhadap pisang menjadi lebih besar dibandingkan dengan perhatian yang diberikan petani pada penelitian terdahulu. Jika pada penelitian terdahulu aktivitas 71 yang diberikan untuk pohon pisang dilakukan ketika petani ada waktu atau setelah mengerjakan tanaman budidaya yang dianggap utama, pada penelitian ini petani sengaja meluangkan atau memberikan waktu khusus dalam pengelolaan pisang. Apalagi dengan upaya penerapan SPO oleh petani, yang menimbulkan kegiatan- kegiatan baru seperti pemberian pupuk, pemasangan brongsong, pembatasan jumlah daun atau pengintensifan kegiatan-kegiatan yang sudah ada sebelumnya seperti penyiangan, penjarangan. Kegiatan-kegiatan ini tentunya membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak. Petani responden juga memiliki komponen yang lain yang tidak dipakai pada penelitian terdahulu yaitu plastik pembungkus pisang brongsong yang merupakan teknologi yang dikenalkan oleh Primatani. Selain brongsong petani juga telah menerapkan penggunaan Trichoderma, yang tidak diterapkan oleh petani pada penelitian terdahulu. Perbandingan dengan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa usahatani di Desa Talaga telah diusahakan secara komersial dengan penggunaan input dan tingkat perhatian yang diberikan kepada pisang lebih besar. 72 Tabel 19 . Perbandingan Usahatani Pisang Desa Talaga dengan Hasil Penelitian Terdahulu NO Talaga, Cianjur Cikangkareng, Cianjur Sadeng, Bogor 1 Jenis pisang Ambon Ambon Ambon 3 Sistem budidaya Tumpang sari Tumpang sari Tumpang sari 4 Status Sampingan + Sampingan Sampingan 6 Tenaga kerja 281,98 HOK 217,77 HOK 214,16 HOK 7 Pupuk kandang 32.196,78 kg - - 8 Pupuk Kimia Urea TSP KCL Phonska 322,30 kg 104,51 kg 126,09 kg 225,71 kg - - 9 Trichoderma harzianum 7,24 kg - - 10 Plastik pembungkus Brongsong 152 buah - - lokasi penelitian dari total biaya + perhatian lebih Data penerimaan dan biaya yang ada digunakan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang diterima petani. Pendapatan yang diterima dibagi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Informasi Biaya tunai yang dikeluarkan petani dan besarnya penerimaan total digunakan untuk menghitung berapa besar pendapatan petani per tahun atas biaya tunai yang dikeluarkan. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata yang didapat petani responden adalah selisih dari total penerimaan Rp. 33.937.045,18 dengan total biaya tunai Rp. 11.298.555,48. Jadi besarnya pendapatan atas biaya tunai adalah Rp. 22.638.489,70 Dilihat dari besarnya pendapatan atas biaya tunai yang positif berarti usahatani Pisang Ambon ini telah dapat membayar semua biaya tunai yang dikeluarkan selama satu tahun dan masih memberikan keuntungan bagi petani. 73 Pendapatan atas biaya tunai belum dapat menggambarkan pendapatan yang sebenarnya diterima petani karena petani masih mengeluarkan biaya-biaya yang bersifat tidak tunai atau diperhitungkan. Oleh karena itu perlu dihitung berapa besarnya pendapatan atas biaya total yang dikeluarkan. Biaya total merupakan jumlah dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Besarnya biaya total yang dikeluarkan petani responden adalah sebesar Rp. 16.991.076,49. Pendapatan total diperoleh dari selisih dari biaya total yang dikeluarkan dengan penerimaan total petani. Besar pendapatan total adalah sebesar Rp. 16.945.968,69. Pendapatan atas biaya total yang positif berarti usahatani pisang ini telah dapat menutupi semua biaya yang dikeluarkan petani baik biaya tunai maupun biaya tidak tunai. Pendapatan usahatani Pisang Ambon di Desa Talaga per hektar disajikan pada Tabel 20.

7.2.3. Analisis Efisiensi

Salah satu analisis yang dapat digunakan untuk menganalisis efisiensi pendapatan usahatani adalah dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya RC ratio analysis. Dari analisis RC yang telah dilakukan menunjukkan bahwa usahatani Pisang Ambon yang dilakukan petani di Desa Talaga selama tahun 2008 memiliki penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan biaya usahatani. Hal ini ditunjukkan dari nilai RC yang lebih dari satu. Nilai RC atas biaya tunai sebesar 3,00 yang artinya bahwa setiap Rp. 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan maka akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 3,00 sedangkan nilai RC biaya tunai adalah sebesar 2,00. Perbedaan nilai RC atas biaya tunai dan RC atas biaya total tidak berbeda jauh disebabkan karena nilai biaya yang termasuk dalam biaya diperhitungkan tidak terlalu banyak, ini menunjukkan petani lebih banyak menggunakan faktor produksi dengan biaya tunai, daripada biaya tidak tunai, selisih yang kecil ini juga menunjukkan bahwa budidaya yang dilakukan petani responden dikelola secara komersial. Dari nilai RC yang ada dapat disimpulkan bahwa usahatani pisang yang dijalankan petani tahun 2008 efisien dan menguntungkan untuk dikembangkan karena 74 penerimaannya lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan dan masih memberikan keuntungan bagi petani. Tabel 20. Rata-rata Pendapatan Petani Responden per Hektar di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur Tahun 2008 Uraian Volume Satuan Harga tiap satuan Total A Penerimaan Total Penerimaan Tunai 20.526,48 Kg 1.653,33 33.937.045,18 Biaya B Biaya tunai Pupuk kandang 32.196,78 Kg 200,00 6.439.356,00 40,99 Trichoderma 7,24 Kg 20.000,00 144.800,00 0,92 Urea 322,30 Kg 1.300,00 418.984,05 2,67 TSP 104,51 Kg 2.100,00 219.476,35 1,40 KCL 126,09 Kg 1.950,00 245.872,95 1,56 Phonska 225,71 Kg 2.300,00 519.129,19 3,30 Disinfektan 0,77 10.000,00 7.700,00 0,05 TKLK 179,24 HOK 15.000,00 2.688.600,00 17,11 Brongsong 152,00 Buah 2.000,00 304.000,0 1,93 Pajak lahan M 2 310.636,94 1,98 Total biaya tunai 11.298.555,48 71,91 C Biaya tidak tunai TKDK 271,93 HOK 15.000,00 4.078.909,77 25,96 Penyusutan 22,00 Buah 111.411,24 0,71 Bibit 1.111,00 Buah 200,00 222.200,00 1,41 Sewa lahan M 2 128,00 1.280.000,00 8,15 Total biaya tidak tunai 5.692.521,01 D Total Biaya B + C 16.991.076,49 E Pendapatan atas biaya tunai A – B 22.638.489,70 F Pendapatan atas biaya total A – D 16.945.968,69 G RC biaya tunaiA B 3,00 H RC biaya total A D 2,00 75

7.2.4. Analisis Penerapan SPO