Analisis pendapatan usahatani pisang Ambon melalui program primatani

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON

MELALUI PROGRAM PRIMATANI

(Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

SKRIPSI

TEGUH PURWADI H34050065

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

 

i


(2)

ii ABSTRACT

This study analyzed banana farms in Talaga Village, Cianjur District, West Java. The objectives of the study were to describe the banana farms condition, to analyze cost stucture and farmer income that cultivated banana farm by semi-intensive croping system based on standard operating procedure (SOP) from Primatani program. Data for this study were generated from 30 respondents randomly on Mei 2009. The respondents were banana farmers that joined in Primatani Program. Descriptive analysis, income analysis, and efeciency analysis were used in analyzing the data. The identification result revealed that all of farmer cultivate their banana by intercroppping system. The result of analysis showed that there were changes in cultivation methodes and farmer institution after joined in Primatani. The cost analysis suggest that the majority of cost component was natural fertilizer. The income analysis and efeciency analysis showed that the cultivation banana by SOP from Primatani profitable. It was proved by net profit value (Rp 16.945.968,69) and R/C value (more than one). Key Word: banana farmer’s income, banana farm, primatani program.


(3)

iii RINGKASAN

TEGUH PURWADI. Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah Bimbingan NETTI TINAPRILLA).

Pisang merupakan buah dengan tingkat konsumsi paling tinggi diantara buah lainnya. Tetapi besarnya permintaan pisang belum dapat sepenuhnya dipenuhi oleh petani karena adanya persyaratan yang diinginkan oleh pasar yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Pisang produksi petani dianggap kurang berkualitas karena kulit buah yang tidak mulus dan banyak bercak-bercak, dan juga petani tidak mampu untuk berproduksi secara kontinyu dalam skala besar. Oleh karena itu pemerintah berusaha mengembangkan pisang dengan mengubah teknik budidaya sederhana tanpa aturan baku yang selama ini digunakan petani menjadi lebih intensif dengan menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO). Perubahan teknik budidaya dari teknik budidaya tradisional tanpa menerapkan SPO menjadi teknik budidaya dengan menerapkan SPO tentu akan menimbulkan biaya-biaya baru yang harus dikeluarkan petani. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah menggambarkan kondisi usahatani pisang di Desa Talaga, serta menganalisis biaya dan pendapatan usahatani pisang dan untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang diterima petani dengan menerapkan SPO yang diberikan Primatani

Penelitian dilakukan di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Dengan pertimbangan petani pisang di Desa Talaga sedang dibina agar bertani pisang dengan menerapkan SPO yang ada. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Februari hingga Mei 2009. Responden penelitian adalah petani pisang yang sedang dibina oleh Primatani dan mendapatkan bantuan Pinjaman Modal Usaha Kelompok (PMUK), sebanyak 30 orang. Penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani, efisiensi (R/C). Selain melihat pendapatan usahatani pisang dalam penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap perubahan yang terjadi pada kondisi usahatani pisang Desa Talaga dengan adanya Primatani

Perubahan-perubahan yang terjadi dengan adanya Primatani meliputi perubahan teknik budidaya pisang yang dilakukan petani yang pada awalnya budidaya dilakukan tanpa aturan baku dengan adanya Primatani petani mulai menggunakan SPO dalam menjalankan budidaya pisang. Selain perubahan pada teknik budidaya, pada beberapa kelembagaan juga terjadi perubahan. Perubahan pada kelembagaan produksi, yaitu petani pisang dihimpun dalam lima kelompok tani. Pengelompokan petani dalam kelompok tani mempermudah petani dalam memperoleh pendanaan yang dapat dilihat dari diberikannya bantuan PMUK. Pada kelembagaan pemasaran terjadi perubahan meliputi sistem penjualan yang sebelumnya menggunakan sistem ijon dan beli tandan, setelah ada Primatani berubah dengan menggunakan sistem per kg berat tandan, selain itu juga dibentuk pemasaran kelompok dengan melibatkan unsur tengkulak yang sudah ada sebelumnya.

Teknik budidaya pisang yang dilakukan oleh petani adalah penerapan SPO yang ada dengan sistem penanaman tumpangsari. Hasil analisis biaya usahatani


(4)

iv menunjukkan bahwa pada tahun 2008, total biaya usahatani pisang per hektar sebesar Rp. 16.991.076,49, yang terdiri dari biaya tunai sebesar Rp. 11.298.555,48 dan biaya tidak tunai sebesar Rp. 5.692.521,01. Hasil analisis penerimaan usahatani menunjukkan produksi yang dihasilkan sebesar 20.526,48 kg, dengan penerimaan tunai sebesar Rp. 33.937.045,18. Pendapatan yang diperoleh selama satu tahun dari luas lahan satu hektar adalah sebesar Rp. 16.945.968,69.

Hasil analisis efisiensi menunjukkan budidaya pisang di Desa Talaga menguntungkan untuk dijalankan dengan nilai imbangan biaya dan penerimaan sebesar 3,00 terhadap biaya tunai dan 2,00 terhadap biaya total. Hasil analisis penerapan SPO menunjukkan bahwa ada beberapa SPO yang penerapannya belum maksimal diantaranya pemakaian bibit unggul, Trichoderma, plastik poliethilen biru (brongsong) dan jarak tanam

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan penulis yaitu petani harus lebih memaksimalkan penerapan SPO, terlebih lagi untuk penerapan beberapa SPO yang dinilai penting tetapi penerapannya belum maksimal seperti bibit unggul, Trichoderma, plastik poliethilen biru (brongsong) dan jarak tanam. Perlu adanya peningkatan pendampingan dan bantuan untuk penerapan beberapa SPO yang kurang maksimal, karena penerapan SPO tersebut sebelum adanya pembinaan dari Primatani belum dilakukan oleh petani. Pemberian bantuan yang berupa dana dan saprodi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan petani, dan juga perlu adanya pengawasan, agar bantuan yang diberikan digunakan sesuai dengan tujuan pemberian bantuan, lembaga pemasaran dengan melibatkan tengkulak perlu dilakukan perubahan dalam sistem pembayaran dan bagi hasil antara tengkulak dan kelompok tani sehingga tercipta pemasaran kelompok yang menguntungkan baik bagi kelompok tani maupun tengkulak. 


(5)

v

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON

MELALUI PROGRAM PRIMATANI

(Kasus : Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

TEGUH PURWADI H34050065

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009


(6)

vi Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui

Program Primatani (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Nama : Teguh Purwadi

NIM : H34050065

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP. 19690410 199512 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(7)

vii PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani (Kasus : Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

Teguh Purwadi


(8)

viii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 14 April 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Khodirin dan Ibunda Wibiani.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Rejosari pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 1 Bojong. Pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Pekalongan pada tahun 2005.

Penulis diterima pada Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan kurikulum Mayor-Minor.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tergabung dalam organisasi mahasiswa daerah IMAPEKA (Ikatan Mahasiswa Pekalongan dan Batang) pada tahun 2005-2009


(9)

ix KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)”.

Penelitian ini bertujuan menggambarkan kondisi usahatani pisang di desa Talaga dengan program Primatani, menganalisis penerimaan dan biaya dari usahatani pisang, dan menganalisis pendapatan yang diterima petani dari usahatani pisang serta menganalisis efisiensi biaya terhadap penerimaan usahatani pisang.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun kearah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2009


(10)

x UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Etriya, SP. MM selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Yeka Hendra Fatika, SP yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.

4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

5. Petani pisang, pihak Primatani, pihak Desa Talaga atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.

6. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 42 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, September 2009


(11)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON

MELALUI PROGRAM PRIMATANI

(Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

SKRIPSI

TEGUH PURWADI H34050065

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

 

i


(12)

ii ABSTRACT

This study analyzed banana farms in Talaga Village, Cianjur District, West Java. The objectives of the study were to describe the banana farms condition, to analyze cost stucture and farmer income that cultivated banana farm by semi-intensive croping system based on standard operating procedure (SOP) from Primatani program. Data for this study were generated from 30 respondents randomly on Mei 2009. The respondents were banana farmers that joined in Primatani Program. Descriptive analysis, income analysis, and efeciency analysis were used in analyzing the data. The identification result revealed that all of farmer cultivate their banana by intercroppping system. The result of analysis showed that there were changes in cultivation methodes and farmer institution after joined in Primatani. The cost analysis suggest that the majority of cost component was natural fertilizer. The income analysis and efeciency analysis showed that the cultivation banana by SOP from Primatani profitable. It was proved by net profit value (Rp 16.945.968,69) and R/C value (more than one). Key Word: banana farmer’s income, banana farm, primatani program.


(13)

iii RINGKASAN

TEGUH PURWADI. Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah Bimbingan NETTI TINAPRILLA).

Pisang merupakan buah dengan tingkat konsumsi paling tinggi diantara buah lainnya. Tetapi besarnya permintaan pisang belum dapat sepenuhnya dipenuhi oleh petani karena adanya persyaratan yang diinginkan oleh pasar yaitu kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Pisang produksi petani dianggap kurang berkualitas karena kulit buah yang tidak mulus dan banyak bercak-bercak, dan juga petani tidak mampu untuk berproduksi secara kontinyu dalam skala besar. Oleh karena itu pemerintah berusaha mengembangkan pisang dengan mengubah teknik budidaya sederhana tanpa aturan baku yang selama ini digunakan petani menjadi lebih intensif dengan menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO). Perubahan teknik budidaya dari teknik budidaya tradisional tanpa menerapkan SPO menjadi teknik budidaya dengan menerapkan SPO tentu akan menimbulkan biaya-biaya baru yang harus dikeluarkan petani. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah menggambarkan kondisi usahatani pisang di Desa Talaga, serta menganalisis biaya dan pendapatan usahatani pisang dan untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang diterima petani dengan menerapkan SPO yang diberikan Primatani

Penelitian dilakukan di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Dengan pertimbangan petani pisang di Desa Talaga sedang dibina agar bertani pisang dengan menerapkan SPO yang ada. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Februari hingga Mei 2009. Responden penelitian adalah petani pisang yang sedang dibina oleh Primatani dan mendapatkan bantuan Pinjaman Modal Usaha Kelompok (PMUK), sebanyak 30 orang. Penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani, efisiensi (R/C). Selain melihat pendapatan usahatani pisang dalam penelitian ini juga dilakukan analisis terhadap perubahan yang terjadi pada kondisi usahatani pisang Desa Talaga dengan adanya Primatani

Perubahan-perubahan yang terjadi dengan adanya Primatani meliputi perubahan teknik budidaya pisang yang dilakukan petani yang pada awalnya budidaya dilakukan tanpa aturan baku dengan adanya Primatani petani mulai menggunakan SPO dalam menjalankan budidaya pisang. Selain perubahan pada teknik budidaya, pada beberapa kelembagaan juga terjadi perubahan. Perubahan pada kelembagaan produksi, yaitu petani pisang dihimpun dalam lima kelompok tani. Pengelompokan petani dalam kelompok tani mempermudah petani dalam memperoleh pendanaan yang dapat dilihat dari diberikannya bantuan PMUK. Pada kelembagaan pemasaran terjadi perubahan meliputi sistem penjualan yang sebelumnya menggunakan sistem ijon dan beli tandan, setelah ada Primatani berubah dengan menggunakan sistem per kg berat tandan, selain itu juga dibentuk pemasaran kelompok dengan melibatkan unsur tengkulak yang sudah ada sebelumnya.

Teknik budidaya pisang yang dilakukan oleh petani adalah penerapan SPO yang ada dengan sistem penanaman tumpangsari. Hasil analisis biaya usahatani


(14)

iv menunjukkan bahwa pada tahun 2008, total biaya usahatani pisang per hektar sebesar Rp. 16.991.076,49, yang terdiri dari biaya tunai sebesar Rp. 11.298.555,48 dan biaya tidak tunai sebesar Rp. 5.692.521,01. Hasil analisis penerimaan usahatani menunjukkan produksi yang dihasilkan sebesar 20.526,48 kg, dengan penerimaan tunai sebesar Rp. 33.937.045,18. Pendapatan yang diperoleh selama satu tahun dari luas lahan satu hektar adalah sebesar Rp. 16.945.968,69.

Hasil analisis efisiensi menunjukkan budidaya pisang di Desa Talaga menguntungkan untuk dijalankan dengan nilai imbangan biaya dan penerimaan sebesar 3,00 terhadap biaya tunai dan 2,00 terhadap biaya total. Hasil analisis penerapan SPO menunjukkan bahwa ada beberapa SPO yang penerapannya belum maksimal diantaranya pemakaian bibit unggul, Trichoderma, plastik poliethilen biru (brongsong) dan jarak tanam

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan penulis yaitu petani harus lebih memaksimalkan penerapan SPO, terlebih lagi untuk penerapan beberapa SPO yang dinilai penting tetapi penerapannya belum maksimal seperti bibit unggul, Trichoderma, plastik poliethilen biru (brongsong) dan jarak tanam. Perlu adanya peningkatan pendampingan dan bantuan untuk penerapan beberapa SPO yang kurang maksimal, karena penerapan SPO tersebut sebelum adanya pembinaan dari Primatani belum dilakukan oleh petani. Pemberian bantuan yang berupa dana dan saprodi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan petani, dan juga perlu adanya pengawasan, agar bantuan yang diberikan digunakan sesuai dengan tujuan pemberian bantuan, lembaga pemasaran dengan melibatkan tengkulak perlu dilakukan perubahan dalam sistem pembayaran dan bagi hasil antara tengkulak dan kelompok tani sehingga tercipta pemasaran kelompok yang menguntungkan baik bagi kelompok tani maupun tengkulak. 


(15)

v

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG AMBON

MELALUI PROGRAM PRIMATANI

(Kasus : Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

TEGUH PURWADI H34050065

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009


(16)

vi Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui

Program Primatani (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Nama : Teguh Purwadi

NIM : H34050065

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP. 19690410 199512 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002


(17)

vii PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani (Kasus : Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2009

Teguh Purwadi


(18)

viii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 14 April 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Khodirin dan Ibunda Wibiani.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Rejosari pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 1 Bojong. Pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Pekalongan pada tahun 2005.

Penulis diterima pada Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan kurikulum Mayor-Minor.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tergabung dalam organisasi mahasiswa daerah IMAPEKA (Ikatan Mahasiswa Pekalongan dan Batang) pada tahun 2005-2009


(19)

ix KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon Melalui Program Primatani (Kasus: Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)”.

Penelitian ini bertujuan menggambarkan kondisi usahatani pisang di desa Talaga dengan program Primatani, menganalisis penerimaan dan biaya dari usahatani pisang, dan menganalisis pendapatan yang diterima petani dari usahatani pisang serta menganalisis efisiensi biaya terhadap penerimaan usahatani pisang.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun kearah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2009


(20)

x UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Etriya, SP. MM selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Yeka Hendra Fatika, SP yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.

4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.

5. Petani pisang, pihak Primatani, pihak Desa Talaga atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.

6. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 42 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, September 2009


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan dan Kegunaan ... 5

II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Gambaran Komoditas Pisang ... 7

2.1.1. Karakteristik Pisang ... 7

2.2. Primatani ... 9

2.3. Usahatani Pisang ... 12

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 16

3.1.1. Usahatani ... 16

3.1.2. Penerimaan Usahatani ... 16

3.1.3. Biaya Usahatani ... 17

3.1.4. Pendapatan Usahatani ... 17

3.2. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio) ... 17

3.4. Kerangka Pemikiran Operasional ... 18

IV METODOLOGI PENELITIAN ... 21

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 21

4.3. Metode Pengumpulan Data ... 22

4.4. Metode Pengolahan Data ... 22

4.5. Analisis Pendapatan Usahatani ... 22

V GAMBARAN UMUM DESA TALAGA ... 27

5.1 Letak dan Luas Wilayah ... 27

5.2. Kondisi Alam... 28

5.3. Demografi ... 29

VI PRIMATANI DESA TALAGA ... 32

6.1. Rancang Bangun Primatani Desa Talaga ... 32

6.1.1. Inovasi Teknologi ... 33

6.1.2. Inovasi Kelembagaan ... 37

6.1.3. Skenario Model... 40

6.2. Perkembangan Primatani di Desa Talaga ... 42

6.2.1. Perkembangan Teknik Budidaya Pisang ... 42

6.2.1.1. Persiapan dan Pengolahan Lahan ... 42

6.2.1.2. Pemeliharaan ... 44

6.2.1.3. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 46


(22)

6.2.1.4. Pemanenan ... 48 6.2.2. Perkembangan Kelembagaan Pemasaran Pisang ... 49

6.2.3. Perkembangan Kelembagaan Saprodi ... 53 6.2.4. Perkambangan Kelembagaan Produksi Pisang ... 53 VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PISANG

AMBON DESA TALAGA ... 55 7.1. Karakteristik Responden... 55 7.1.1. Umur dan Pengalaman Usahatani... 55 7.1.2. Tingkat Pendidikan ... 56 7.1.3. Status Usahatani ... 57 7.1.4. Luas dan Status Kepemilikan Lahan Pisang... 59 7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Ambon

Melalui Program Primatani ... 61 7.2.1. Analisis Penerimaan ... 62 7.2.2. Analisis Biaya ... 62 7.2.2.1. Bibit ... 63 7.2.2.2. Pupuk ... 63 7.2.2.3.Trichoderma ... 66 7.2.2.4. Brongsong ... 66

7.2.2.5. Tenaga Kerja... 66 7.2.2.6. Alat-alat Pertanian ... 67 7.2.2.7. Lahan ... 68 7.2.2.8. Disinfektan ... 69

7.2.3. Analisis Efisiensi ... 73 7.2.4. Analisis Penerapan SPO ... 75 VIII KESIMPULAN DAN SARAN... 76 8.1. Kesimpulan ... 76 8.2. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA ... 78 LAMPIRAN ... 80


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Konsumsi Perkapita Beberapa Buah

Nasional Tahun 2003-2006 ... 1 2. Produksi dan Ekspor Pisang

Nasional Tahun 2003-2007 ... 2 3. Komponen Penyusun Pendapatan Usahatani Pisang ... 26

4. Luas Wilayah Desa Talaga Menurut

Penggunaannya Tahun 2008 ... 28 5. Jenis, Luas Lahan dan Produktivitas Tanaman

Desa Talaga Tahun 2008... 29 6. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut Kelompok

Umur Tahun 2008 ... 29 7. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut Kelompok

Pekerjaan Tahun 2008 ... 30 8. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut

Tingkat Pendidikan Tahun 2008 ... 31 9. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Ukuran

Lubang Tanam dan Jarak Tanam ... 43 10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Umur

Tahun 2008 ... 55 11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan

Pengalaman Berusahatani Pisang Tahun 2008... 56 12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan

Tingkat Pendidikan Tahun 2008 ... 57 13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan

Jenis Pekerjaan Utama Tahun 2008 ... 58 14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan

Jenis Tanaman Sela Tahun 2008 ... 59 15. Sebaran Petani Responden Berdasarkan

Luas Lahan yang Ditanami Pisang Ambon

Tahun 2008... 60 16. Sebaran Petani Responden Berdasarkan

Status Kepemilikan Lahan Tahun 2008 ... 61 17. Sebaran Petani Responden Berdasarkan

Penggunaan Pupuk Tahun 2008 ... 65 18. Jenis dan Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani

Pisang per Hektar Tahun 2008 ... 68 xiii


(24)

19. Perbandingan Usahatani Pisang Desa Talaga

dengan Penelitian Terdahulu ... 72 20. Rata-rata Pendapatan Petani Responden

per Hektar di Desa Talaga, Kecamatan

Cugenang, Kabupaten Cianjur Tahun 2008 ... 74


(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pikir Operasional Analisis Pendapatan Usahatani Pisang di Desa Talaga, Cugenang,

Cianjur melalui Program Primatani ... 20


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Luas Panen Pisang Indonesia

(dalam ha) Tahun 2000-2003 ... 81 2. Karakteristik Petani Responden

Desa Talaga Tahun 2008 ... 82 3. Jenis dan Jumlah Alat Budidaya Pisang Petani

Responden Desa Talaga Per Hektar

Tahun 2008 ... 83 4. Produksi Pisang Petani Responden

Desa Talaga Tahun 2008 ... 84 5. Penggunaan Pupuk Anorganik per Rumpun

per Tahun Petani Responden

Desa Talaga Tahun 2008 ... 85 6. Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Petani Responden

per Tahun Desa Talaga Tahun 2008 ... 86 7. Penggunaan Brongsong, Trichoderma,

Disinfektan Petani Responden

Desa Talaga Tahun 2008 ... 87


(27)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki lahan yang cocok untuk membudidayakan pisang. Kecocokan lahan ini dapat dilihat dari pisang dapat tumbuh di sebagian besar propinsi di Indonesia dengan areal tanam yang semakin luas. Indonesia memiliki lebih dari 200 jenis pisang, keragaman jenis pisang ini tentunya dapat memberikan peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan pisang sebagai komoditas unggulan untuk menghasilkan devisa.

Di Indonesia, pisang merupakan buah dengan tingkat konsumsi perkapita yang paling tinggi diantara buah lainnya (Tabel 1). Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi per kapita tertinggi untuk pisang adalah pada tahun 2005 yaitu 8,89 kg/th. Tingginya tingkat konsumsi pisang ini disebabkan karena pisang merupakan buah yang selalu tersedia sepanjang tahun. Pasokan pisang yang tidak mengenal musiman menyebabkan harga pisang relatif stabil. Kecenderungan peningkatan konsumsi perkapita menunjukkan bahwa untuk pasar dalam negeri pisang masih memiliki pasar yang terbuka, ditambah lagi laju pertambahan penduduk Indonesia yang cenderung naik.

Tabel 1. Konsumsi Perkapita Beberapa Buah Nasional Tahun 2003-2006 Konsumsi Perkapita (kg/tahun) NO Komoditas

2003 2004 2005 2006 1 Pisang 7,96 7,59 8,89 7,54 2 Nenas 0,47 0,52 0,47 0,42 3 Pepaya 2,44 2,34 3,28 2,03

Sumber : Ditjen Hortikultura, 2007 (diolah)

Budidaya pisang tidak membutuhkan investasi mahal, seperti laboraturium ataupun rumah kaca sehingga dapat dijalankan pada berbagai skala usaha, pisang juga dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain, hal ini cocok dengan karakteristik petani Indonesia yang memiliki keterbatasan modal dan juga lahan yang sempit.


(28)

2  

Tumpangsari pisang dengan tanaman lainnya akan memberikan tambahan pendapatan bagi petani terlebih lagi produksi pisang yang tidak mengenal musim, pisang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan selama proses menunggu waktu panen tanaman musiman.

Selain memenuhi kebutuhan pisang dalam negeri, produksi pisang Indonesia juga telah diekspor. Negara tujuan ekspor pisang Indonesia adalah Jepang, Singapura, Malaysia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Australia, Amerika Serikat dan Belanda. Sebagian besar pisang yang diekspor adalah pisang produksi perusahaan perkebunan swasta yang berskala besar. Sedangkan pisang produksi petani kecil sulit untuk diekspor karena berbagai kendala seperti kualitas yang rendah dan ketidakseragaman dalam ukuran, kualitas dan panen. Oleh karena itu meskipun terjadi peningkatan jumlah produksi, masih terdapat selisih yang sangat besar antara jumlah produksi dengan jumlah pisang yang diekspor. Jumlah produksi dan jumlah pisang yang diekspor dapat dilihat di Tabel 2. Pada Tabel 2 ditunjukkan produksi pisang ditahun 2006 mencapai 5.037.472 ton tetapi hanya 4.443.188 kg pisang yang dapat diekspor. Tabel 2. Produksi dan Ekspor Pisang Nasional Tahun 2003-2007

Tahun Produksi (ton) Ekspor (kg)

2003 4.177.155 244.652

2004 4.874.439 1.197.495

2005 5.177.608 3.647.027

2006 5.037.472 4.443.188

2007 5.454.226 -

Sumber : Ditjen Hortikultura, 2007 (diolah)

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan pisang adalah rendahnya kualitas pisang yang dihasilkan oleh petani, rendahnya kualitas produksi pisang petani dapat dilihat dari penampilan buah yang tidak menarik, ukuran buah yang tidak maksimal. Rendahnya kualitas akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima petani. Rendahnya kualitas ini berkaitan erat dengan cara berproduksi dari petani.


(29)

3  

Oleh karena itu untuk dapat memanfaatkan potensi-potensi yang ada sekaligus meningkatkan pendapatan petani, perlu adanya upaya untuk meningkatkan produksi sekaligus kualitas pisang, salah satunya dengan melakukan program intensifikasi dalam budidaya pisang dan membentuk sistem agribisnis pisang yang terintegrasi.

Departemen Pertanian sebagai lembaga yang bertugas untuk memajukan pertanian berusaha untuk selalu mendorong berkembangnya pertanian ke arah yang lebih baik, salah satu program yang sedang dijalankan oleh Departemen Pertanian melalui BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) adalah Program Primatani. Primatani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian) yaitu program yang bertujuan untuk mempercepat adopsi inovasi teknologi tepat guna dan menciptakan pertanian yang terintegrasi, sehingga petani dapat menghasilkan produk-produk yang memenuhi persyaratan pasar yaitu K3 (kualitas, kuantitas dan kontinuitas), yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani.

Program Primatani yang dijalankan di tiap lokasi berbeda-beda komoditas unggulannya, disesuaikan dengan potensi yang dimiliki daerah dan tingkat keberhasilan dari komoditas yang akan dikembangkan. Setelah dilakukan berbagai penelitian mengenai potensi daerah yang ada dan menyelaraskan dengan program Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur yang sedang berusaha untuk meningkatkan kualitas dan produksi pisang Cianjur maka Primatani di daerah Cianjur mengangkat pisang sebagai komoditas unggulan. Pisang Cianjur memiliki rasa yang khas tetapi dalam pengelolaan usahataninya belum dilakukan secara baik sehingga kualitas yang dihasilkan tidak maksimal dengan harga jual yang rendah. Adanya Primatani yang membawa teknologi tepat guna di Cianjur diharapkan dapat membantu petani dalam memproduksi pisang sesuai dengan permintaan pasar, sehingga kesejahteraan petani pisang dapat meningkat.

1.2. Perumusan Masalah

Permintaan pisang masih sangat tinggi baik permintaan domestik maupun permintaan dari luar negeri. Besarnya permintaan pisang ternyata belum dapat


(30)

4  

dimanfaatkan oleh petani. Pisang produksi petani tidak dapat memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh pasar yaitu persyaratan dalam kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Pisang produksi petani kecil dianggap kurang berkualitas karena kulit buah yang tidak mulus dan banyak bercak-bercak, dan juga petani tidak mampu untuk berproduksi secara kontinyu dalam skala produksi besar, sehingga pisang produksi petani hanya masuk ke pasar-pasar tradisional dengan harga jual ditingkat petani yang rendah. Rendahnya kualitas menyebabkan rendahnya harga yang diterima sehingga akan berpengaruh terhadap penerimaan petani.

Rendahnya kualitas produk-produk pertanian khususnya pisang disebabkan karena beberapa faktor diantaranya teknik budidaya yang masih tradisional dan tidak didukung dengan teknologi yang tepat, sehingga perlu adanya perubahan dari berbagai segi agar pisang dari petani dapat meningkat kualitas maupun kuantitasnya.

Departemen Pertanian berusaha untuk meningkatkan kualitas, kuantitas dan kuantitas produk-produk pertanian melalui berbagai program kerja, salah satunya adalah melalui program Primatani yang dijalankan oleh BPTP sejak tahun 2005. Primatani yaitu sebuah program yang bertujuan untuk mempercepat penyerapan teknologi tepat guna oleh petani. Selain teknologi program ini juga bertujuan untuk membangun sistem agribisnis yang terintegrasi di tiap daerah yang menjadi lokasi Primatani berdasarkan potensi yang ada di daerah tersebut.

Primatani di Cianjur diselaraskan dengan program Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur yang sedang berusaha untuk mengembangkan pisang sebagai komoditas unggulan daerah. Primatani di Cianjur dipusatkan di Desa Talaga Kecamatan Cugenang yang selanjutnya diharapkan, manfaat yang diterima petani dapat menyebar ke petani-petani di desa lainnya. Sejak tahun 2007 Prima tani telah melakukan berbagai program kegiatan dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pisang yang dihasilkan oleh petani di Desa Talaga, salah satunya dengan memberikan pembinaan kepada petani untuk menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) dalam berbudidaya pisang. Selain dijalankan Program Primatani, petani pisang di Desa Talaga juga diberikan bantuan modal yang disebut Pinjaman Modal Usaha Kelompok (PMUK) yang bertujuan untuk membantu permodalan


(31)

5  

petani dalam menjalankan budidaya pisang sesuai dengan SPO yang ada, tidak semua petani pisang di Desa Talaga dapat memanfaatkan pinjaman tersebut karena adanya keterbatasan dana dari pemerintah

Budidaya dengan menerapkan SPO akan menimbulkan penggunaan input baru dan tambahan kegiatan baru sehingga akan meningkatkan pengeluaran petani. Sedangkan petani sebagai produsen akan berusaha untuk menekan pemakaian input untuk mendapat keuntungan, ditambah lagi tidak semua petani menerima pinjaman modal sehingga mereka tidak dapat mencoba secara langsung SPO yang dianjurkan Primatani karena adanya keterbatasan dana. Peningkatan biaya produksi yang terjadi akan menimbulkan pertanyaan bagi petani, apakah dengan biaya yang semakin besar, usaha yang mereka jalankan dapat memberikan keuntungan. Keraguan dan keterbatasan modal petani akan menyebabkan petani untuk tidak menerapkan SPO yang dianjurkan Primatani. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis untuk mengetahui seberapa besar pendapatan usahatani pisang di Desa Talaga dengan menerapkan SPO.

Untuk mengetahui seberapa besar pendapatan usahatani pisang dengan menerapkan SPO maka perlu dikaji:

1. Bagaimana kondisi usahatani pisang di Desa Talaga dengan program Primatani ? 2. Bagaimana struktur penerimaan dan biaya dari usahatani pisang yang dijalankan

petani?

3. Bagaimana pendapatan usahatani pisang dengan program Primatani 4. Apakah biaya yang digunakan efisien terhadap penerimaan ? 1.3. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penulisan skripsi ini sejalan dengan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas adalah :

1. Menggambarkan kondisi usahatani pisang di Desa Talaga dengan program Primatani.


(32)

6  

3. Menganalisis pendapatan yang diterima petani dari usahatani pisang melalui pendekatan usahatani.

4. Menganalisis efisiensi biaya terhadap penerimaan usahatani pisang. Hasil penulisan skripsi ini diharapkan berguna sebagai :

1. Bagi petani untuk mengetahui apakah usahatani yang dijalankan oleh petani menguntungkan.

2. Bagi pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan pisang dapat dijadikan masukan dalam rangka menjalankan program-program pertanian yang berhubungan dengan pengembangan pisang.

3. Sebagai wahana latihan peneliti dalam penerapan ilmu-ilmu yang diperoleh dibangku kuliah, serta bahan informasi bagi pembaca.  


(33)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Komoditas Pisang

Kata pisang berasal dari bahasa Arab, yaitu maus yang oleh Linneus dimasukkan ke dalam keluarga Musaceae, untuk memberikan penghargaan kepada Antonius Musa, yaitu seorang dokter pribadi kaisar Romawi Octaviani Agustinus yang menganjurkan untuk memakan pisang. Itulah sebabnya dalam bahasa latin, pisang disebut sebagai Musa paradisiacal.

Menurut sejarah pisang berasal dari Asia Tenggara yang oleh para penyebar agama islam disebarkan ke Afrika Barat, Amerika Tengah yang kemudian pisang menyebar keseluruh dunia, meliputi daerah tropis dan subtropis. Negara-negara penghasil pisang terkenal diantaranya adalah: Brasilia, Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Mexico, Venezuela, dan Hawai.

2.1.1. Karakteristik Pisang

Pisang (Musa paradisiacal) dapat dikebunkan di dataran rendah hangat bersuhu 21-32ºC dan beriklim lembab. Walaupun demikian pisang masih bisa berkembang biak sampai pada ketinggian tempat 1.300 mdpl. Di dataran tinggi, umur berbuah pisang menjadi lebih panjang dan kulit buahnya pun cenderung lebih tebal.

Topografi yang dikehendaki tanaman pisang berupa lahan datar dengan kemiringan 8º. Lahan tersebut terletak di daerah tropis antar 16ºLU-12ºLS. Apabila suhu udara kurang dari 13ºC atau lebih dari 38ºC maka pisang akan berhenti tumbuh dan kemudian mati. Iklim tropis yang sesuai serta kondisi tanah yang banyak mengandung humus memungkinkan tanaman pisang tersebar luas di Indonesia. Saat ini, hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah penghasil pisang.

Pertumbuhan optimal pisang dicapai di daerah yang mempunyai curah hujan lebih dari 2.000 mm yang merata sepanjang tahun. Di daerah yang mempunyai musim kering lebih dari 4-5 bulan, pisang masih bisa tumbuh baik asalkan air tanahnya maksimal 150 cm dibawah permukaan tanah. Pisang juga dapat tumbuh


(34)

baik dilahan berpasir atau berbatu kerikil, asalkan subur. Keasaman tanah (pH) yang dikehendaki pisang adalah 5,5-7,5.

Pisang kurang baik ditanam di daerah yang anginnya bertiup kencang. Kuatnya tiupan angin tersebut dapat mengakibatkan daun pisang sobek-sobek sehingga akan berpengaruh terhadap buah pisang yang dihasilkan. Berdasarkan persyaratan lingkungan tumbuh pisang tersebut, maka hampir semua wilayah di Indonesia dapat ditanami pisang. Oleh karena itu, Indonesia tergolong potensial sebagai penghasil pisang atau sentra produksi pisang.

Sebagai besar pisang yang dibudidayakan di dunia berasal dari dua spesies liar, yaitu Musa acuinata dan Musa balbisiana. Pisang yang ada saat ini lebih dari 200 jenis dan setiap pisang mempunyai mutu dan rasa yang berbeda-beda. Menurut Satuhu dan Supriyadi (1999) pisang digolongkan kedalam tiga jenis antara lain:

1) Jenis umum yaitu, tanaman pisang yang dibudidayakan untuk diambil manfaatnya bagi kesejahteraan hidup manusia yang berasal dari jenis herba berumpun yang hidupnya menahun, jenisnya dibagi tiga kelompok antara lain: a) Pisang serat yaitu pisang yang diambil seratnya.

b) Pisang hias, yaitu pisang yang ditanam di muka rumah sebagai hiasan. c) Pisang buah yang dibedakan menjadi empat golongan:

i) Pisang yang dimakan langsung setelah masak, misalnya pisang kepok, pisang raja, pisang mas, pisang cavendish dan lain-lain.

ii) Pisang yang dimakan setelah diolah terlebih dahulu, misalnya pisang tanduk, pisang uli, pisang kapas, pisang bangkahalu, dan sebagainya. iii) Pisang yang dimakan langsung setelah masak maupun diolah terlebih

dahulu, misalnya pisang kepok dan pisang raja.

iv) Pisang yang dapat dimakan sewaktu masih mentah, misal pisang klutuk. 2) Jenis pisang komersial banyak terdapat dipasaran, baik pasar umum maupun

supermarket. Jenis-jenis pisang ini banyak digemari masyarakat karena keistimewaannya. Berikut jenis-jenis pisang komersial, pisang barangan, pisang raja,pisang ambon kuning, pisang ambon lumut, pisang raja sere, pisang uli, pisang raja jambe, pisang molo, pisang raja kul, pisang raja bulu, pisang kepok,

8  


(35)

pisang tanduk, pisang mas, pisang kidang, pisang lampung dan pisang tongkat langit.

3) Jenis pisang liar seperti pisang awak, pisang barly dan sebagainya.

Di Indonesia panen pisang tidak mengenal musim, karena curah hujan tersebar merata sepanjang tahun, dengan demikian produksi pisang dapat diatur secara rinci sepanjang tahun sesuai dengan kebutuhan. Hal ini sangat menguntungkan petani terutama untuk ekspor (Purwanto 1994).

Tanaman pisang menghasilkan buah yang siap dipanen antara 9-18 bulan setelah penanaman atau 80-120 hari setelah bunga pisang keluar, tergantung pada kultivar, iklim dan cara bercocok tanam. Setelah panen pertama dilakukan, panen berikutnya berlangsung sepanjang tahun, walaupun menghasilkan variasi musiman yang besar (Purwanto 1994).

2.2. Primatani

Primatani merupakan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian, yang dilaksanakan secara partisipatif oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder) pembangunan pertanian, dalam bentuk laboratorium agribisnis. Primatani dilaksanakan dengan empat strategi, yaitu:

1) Menerapkan teknologi inovatif tepat guna secara partisipatif berdasarkan paradigma penelitian untuk pembangunan.

2) Membangun model percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis teknologi inovatif yang mengintegrasikan sistem inovasi dan kelembagaan dengan sistem agribisnis.

3) Mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta fasilitasi.

4) Mengembangkan agroindustri pedesaan berdasarkan karakteristik wilayah agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat.

Tujuan utama Primatani adalah untuk mempercepat diseminasi dan adopsi teknologi inovatif terutama yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian, serta

9  


(36)

untuk memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik pengguna dan lokasi. Sebagai modus diseminasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan, Primatani bertujuan untuk:

1) Merancang serta memfasilitasi penumbuhan dan pemanggota percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif.

2) Membangun pengadaan sistem teknologi dasar (antara lain benih dasar, prototipe alat atau mesin pertanian, model usaha pascapanen skala komersial) secara luas dan desentralistis.

3) Menyediakan informasi, konsultasi, dan sekolah lapang untuk pemecahan masalah melalui penerapan inovasi pertanian bagi para praktisi agribisnis.

4) Memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat untuk melanjutkan pengembangan dan pemanggota percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi mutakhir secara mandiri.

Keluaran akhir Primatani adalah terbentuknya unit Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID), yang merupakan representasi industri pertanian dan usahatani berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi di suatu kawasan pengembangan. Kawasan ini mencerminkan pengembangan agribisnis lengkap dan padu padan antar subsistem, yang berbasis agroekosistem, dan mempunyai kandungan teknologi dan kelembagaan lokal yang diperlukan. Keragaan yang dapat dilihat di lokasi AIP di antaranya adalah:

1) Sebagian besar produk yang dihasilkan memenuhi kebutuhan mutu termasuk konsistensinya dan dalam jumlah cukup.

2) Sebagian besar petani mengadopsi teknologi yang diimplementasikan. 3) Munculnya beberapa petani progresif sebagai agen pembaharuan pertanian. 4) Sebagian besar petani menikmati nilai tambah secara proporsional.

5) Sebagian besar petani berkembang usahanya yang dapat dilihat dari kemampuan memupuk modal untuk pembiayaan operasional, tabungan, dan investasi.

6) Sebagian besar petani mempunyai kemampuan untuk mengatasi masalah fluktuasi harga hasil usahataninya.

10  


(37)

7) Hasil pertanian mempunyai daya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional.

Primatani sebagai instrumen program pembangunan pertanian akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1) Meningkatnya muatan inovasi baru dalam sistem dan usaha agribisnis.

2) Meningkatnya efisiensi sistem produksi, perdagangan, dan konsumsi komoditas pertanian Indonesia.

3) Meningkatnya akuntabilitas Departemen Pertanian dalam pembangunan pertanian melalui percepatan pemasyarakatan inovasi teknologi serta kelembagaan pertanian.

Pengembangan agribisnis diarahkan untuk melakukan proses transformasi struktur agribisnis dari pola dispersal menjadi pola industrial. Dalam agribisnis pola industrial, setiap perusahaan agribisnis tidak lagi berdiri sendiri atau bergabung dalam asosiasi horizontal. Setiap perusahaan memadukan diri dengan perusahaan-perusahaan lain yang bergerak dalam seluruh bidang usaha yang ada pada satu alur produk vertikal (dari hulu hingga hilir) dalam satu kelompok usaha yang selanjutnya disebut sebagai unit Agribisnis Industrial Pedesaan (AIP). AIP merupakan model inovasi agribisnis yang digunakan dalam Primatani, dengan karakteristik utama sebagai berikut:

1) Lengkap secara fungsional. Seluruh fungsi yang diperlukan dalam menghasilkan, mengolah, dan memasarkan produk pertanian hingga ke konsumen akhir (alur produk vertikal) dapat dipenuhi.

2) Satu kesatuan tindak. Seluruh komponen atau anggota melaksanakan fungsinya secara harmonis dan dalam satu kesatuan tindak.

3) Ikatan langsung secara institusional. Hubungan di antara seluruh komponen atau anggota terjalin langsung melalui ikatan institusional (nonpasar).

Primatani diimplementasikan secara partisipatif dalam suatu desa atau laboratorium agribisnis, dengan menggunakan lima pendekatan, yaitu :

1) Pendekatan agroekosistem, Penggunaan pendekatan agroekosistem berarti Primatani diimplementasikan dengan memperhatikan kesesuaian dengan kondisi

11  


(38)

bio-fisik lokasi yang meliputi aspek sumber daya lahan, air, wilayah komoditas, dan komoditas dominan.

2) Pendekatan agribisnis, berarti dalam implementasi Primatani diperhatikan struktur dan keterkaitan subsistem penyediaan input, usahatani, pascapanen, pemasaran, dan penunjang dalam satu sistem.

3) Pendekatan wilayah, berarti optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau kecamatan). Salah satu komoditas pertanian dapat menjadi perhatian utama sedangkan beberapa komoditas lainnya sebagai pendukung, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk mengatasi risiko ekonomi akibat fluktuasi harga.

4) Pendekatan kelembagaan, berarti pelaksanaan Primatani tidak hanya memperhatikan keberadaan dan fungsi suatu organisasi ekonomi atau individu yang berkaitan dengan input dan output, tetapi juga mencakup modal sosial, norma, dan aturan yang berlaku di lokasi Primatani

5) pemberdayaan masyarakat. menekankan penumbuhan kemandirian petani dalam pemanfaatan potensi desa.

Resultan dari kelima pendekatan di atas adalah terciptanya suatu model pengembangan pertanian dan pedesaan dalam bentuk unit Agribisnis Industrial Pedesaan dan Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi di lokasi Primatani yang berkelangsungan.

2.3. Usahatani Pisang

Dita (2005) melakukan penelitian tentang peranan pisang dalam ekonomi usahatani di Desa Cilueksa, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana peranan ekonomi pisang bagi petani di wilayah penelitian ditinjau dari segi kontribusi pendapatannya, alokasi sumberdaya yang dipakai, efisiensi usahataninya serta menganalisis curahan waktu pengusahaan pisang relatif terhadap total curahan waktu. Hasil analisis dengan melihat besarnya R/C yang diperoleh maka kontribusi pendapatan usahatani pisang terhadap pendapatan usahatani total baik pada lahan sempit, sedang dan luas dilokasi

12  


(39)

penelitian relatif besar, sehingga disimpulkan bahwa dari segi pendapatan dan efisiensi usahataninya pisang masih memiliki peranan ekonomi yang relatif tinggi bagi petani di Desa Cilueksa sehingga layak untuk diusahakan.

Maharani (2008) melakukan analisis terhadap usahatani dan sistem tataniaga pisang tanduk di Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Hasil yang diperoleh dari perhitungan cabang usahatani yaitu biaya totalnya sebesar Rp. 236.492,00 dengan penerimaan sebesar Rp. 250.000,00, sehingga nilai R/C yang dihasilkan sebesar 1,05 dari sini disimpulkan bahwa kegiatan usahatani pisang tanduk di Desa Nanggerang hanya menghasilkan produksi yang rendah, sehingga kurang menguntungkan untuk diusahakan.

Marhaeni (2007) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani pisang di Kelurahan Rancamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan pisang terhadap pendapatan rumah tangga petani dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani pisang. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pisang merupakan komoditas yang masih mempunyai peran cukup besar dalam pendapatan rumah tangga petani selain dari tanaman utamanya. Kontribusi usahatani pisang terhadap total pendapatan petani masih relatif besar yaitu 21,33 persen untuk lahan sempit, 21,58 untuk lahan luas. Hasil analisis regresi faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani adalah luas lahan, tenaga kerja dan pendapatan non pisang.

Rajagukguk (1998) menganalisis pendapatan usahatani dan pemasaran pisang di Desa Cikangkareng, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Cianjur. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa pisang merupakan usahatani sampingan yang ditumpangsarikan dengan tanaman lain seperti ubi kayu dan cabai keriting. Input yang digunakan meliputi lahan (perhitungan luas lahan dengan menggunakan asumsi bahwa satu rumpun pisang diukur dari luas kanopi yaitu 6 m2) tenaga kerja, peralatan (cangkul, kored, golok, dan sabit) dan bibit, diantara input yang digunakan yang termasuk biaya tunai hanyalah kewajiban atas lahan. Kegiatan yang dilakukan dalam budidaya pisang

13  


(40)

meliputi pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan. Analisis dibedakan berdasarkan perbedaan status lahan yaitu lahan milik dan lahan sewa, dengan tingkat R/C petani dengan lahan sewa sebesar 6,92 dan R/C petani lahan milik sebesar 7,35. Petani penyewa memilki R/C yang lebih besar disebabkan karena perhatian petani kepada tanaman pisang lebih besar daripada petani milik sehingga hasil panen yang didapatkan petani sewa lebih besar.

Manurung (1998) menganalisis pendapatan usahatani pisang di Desa Sadeng, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua input yang digunakan berasal dari dalam keluarga artinya tidak ada input variabel yang didapat dengan cara membeli. Pisang dijadikan tanaman untuk mengisi lahan-lahan kosong dengan jarak tanam yang tidak teratur. Petani telah memberikan pupuk kandang kepada pisang mereka. Pekerjaan untuk tanaman pisang tidak diberikan waktu secara khusus hanya dilakukan jika petani memiliki waktu luang setelah mengerjakan tanaman utama. Input yang digunakan meliputi lahan (perhitungan luas lahan dengan menggunakan asumsi bahwa satu rumpun pisang diukur dari luas kanopi yaitu 6 m2), tenaga kerja, peralatan (cangkul, kored, golok, dan sabit) dan bibit, diantara input yang digunakan yang termasuk biaya tunai hanyalah kewajiban atas lahan. Kegiatan yang dilakukan dalam budidaya pisang meliputi pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan. Nilai R/C yang diperoleh sebesar 6,12 jika tenaga kerja dalam keluarga tidak dihitung maka nilai R/C yang diperoleh sebesar 78,53.

Keterangan diatas menunjukkan bahwa pisang dijadikan tanaman tumpangsari yang hanya dibudidayakan di lahan-lahan kosong dengan perawatan seadanya, dimana input yang digunakan sebagian besar merupakan input yang diperhitungkan (tidak tunai), walaupun dibudidayakan dengan sederhana budidaya pisang selalu dapat memberikan keuntungan bagi petani dalam menambah pendapatan usahatani mereka. Input produksi yang digunakan dalam budidaya pisang meliputi lahan yang menimbulkan biaya atas lahan, bibit yang sebagian besar didapatkan tanpa membeli, peralatan meliputi cangkul, kored, golok, sabit, tenaga kerja yang semuanya berasal dari dalam keluarga. Pada penelitian ini pisang masih dibudidayakan secara

14  


(41)

tumpangsari tetapi kegiatan dalam proses budidayanya, petani berupaya untuk menerapkan SPO yang ada dengan pembinaan dari program Primatani. Dengan penerapan SPO ini diduga akan menimbulkan cara budidaya dan biaya-biaya baru yang berbeda pada penelitian sebelumnya.

15  


(42)

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Usahatani

Usahatani adalah bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya (Suratiyah 2006). Menurut Soekartawi et al. (1986) tujuan berusahatani adalah memaksimalkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Ciri usahatani Indonesia adalah : 1) sempitnya lahan yang dimilik petani, 2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, dan 4) tingkat pendapatan petani yang rendah.

Selanjutnya menurut Soeharjo dan Patong (1973) pengelolaan usahatani bukan hanya mengemukakan tentang cara mendapatkan produksi yang maksimum dari semua cabang usahatani yang diusahakan, akan tetapi juga bagaimana mempertinggi pendapatan dari satu cabang usahatani.

Tingkat produksi dan produktivitas usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya, yang meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan, dan penyiangan, pemupukan serta penanganan pasca panen.

3.1.2. Penerimaan Usahatani

Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada


(43)

17  

akhir tahun (Soekartawi et al. 1986). Pendapatan kotor disebut juga dengan penerimaan.

3.1.3. Biaya Usahatani

Soekartawi et al. (1986) biaya usahatani meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap meliputi pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja.

Pengelompokan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai (Hernanto 1995). Biaya tunai dan tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga. Sedangkan yang termasuk dalam biaya variabel yaitu sewa lahan.

3.1.4. Pendapatan Usahatani

Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani, oleh karena itu pendapatan bersih merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan beberapa penampilan usahatani (Soekartawi et al. 1986).

3.2. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)

Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu pendapatan usahatani


(44)

18  

merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan (rasio R/C). Rasio R/C ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi.

Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1,00. Sebaliknya jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C<1) maka dikatakan bahwa untuk setiap Rp. 1,00 yang dikeluarkan akan memberikan penerimanaan lebih kecil dari Rp. 1,00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut (Gray et al. 1992).

3.4. Kerangka Pemikiran Operasional

Desa Talaga merupakan memiliki potensi untuk mengembangkan pisang sebagi komoditas unggulan dilihat dari kondisi alam yang mendukung dan juga kondisi sosial masyarakatnya. Pengembangan pisang di Desa Talaga terkendala dengan teknik budidaya yang diterapkan masih sederhana sehingga kualitas pisang yang dihasilkan rendah, dapat dilihat dari penampilan fisik pisang yang tidak menarik dan berat pertandan pisang yang rendah sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas yang dihasilkan. Untuk dapat memanfaatkan potensi yang ada, maka kendala-kendala yang ada perlu diatasi. Salah satu program yang dijalankan di Desa Talaga untuk pengembangan pisang adalah Primatani. Pengembangan pisang yang dijalankan Primatani adalah melalui dua inovasi pokok yaitu inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Pada inovasi teknologi Primatani membina petani untuk membudidayakan pisang sesuai dengan SPO yang ada. Penerapan SPO ini tentunya


(45)

19  

akan menimbulkan biaya-biaya yang sebelumnya tidak dikeluarkan oleh petani dengan teknik budidaya tradisional. Oleh karena itu dengan mengadakan analisis pendapatan usahatani, dapat dilihat seberapa besar keuntungan yang didapat petani dengan penerapan SPO. Selain itu, dengan melakukan analisis penerapan SPO dapat diketahui apakah SPO yang diberikan telah dijalankan sepenuhnya oleh petani. Pada inovasi kelembagan dilakukan perubahan-perubahan pada kelembagaan-kelembagaan yang ada yang diharapkan menjadi perbaikan dari kondisi sebelum adanya Primatani. Perubahan-perubahan yang terjadi pada kelembagaan petani perlu dianalisis apakah telah sesuai dengan yang direncanakan oleh Primatani. Oleh karena itu perlu dilihat kondisi nyata yang terjadi dengan perencanaan yang dilakukan Primatani. Hasil terhadap analisis-analisis yang dilakukan dapat dijadikan rekomendasi kepada petani dan pemerintah. Kerangka pikir operasional disajikan pada Gambar 2.


(46)

20  

Gambar 1. Kerangka Pikir Operasional Analisis Pendapatan Usahatani Pisang di Desa Talaga, Cugenang, Cianjur melalui Program Primatani.  

Rekomendasi R/C > 1 R/C < 1

Analisis Biaya

Analisis Pendapatan Usahatani Pisang Analisis

Penerimaan

Analisis Penerapan SPO

Rugi Untung

Penerapan SPO Pelaksanaan

Primatani

Potensi Pengembangan Pisang Desa Talaga

Kualitas Produksi Rendah

Perubahan Agribisnis Pisang Desa Talaga,

melalui Program Primatani


(47)

IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa Desa Talaga merupakan salah satu desa penghasil pisang di Kabupaten Cianjur dan di desa tersebut pada tahun 2007-2008 sedang diadakan program Primatani dengan pengembangan komoditas utama adalah pisang yang merupakan komoditas unggulan nasional sehingga menarik untuk dijadikan tempat penelitian. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2009.

Topik yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai, pendapatan cabang usahatani pisang ambon (paling banyak ditanam) dengan teknik budidaya menerapkan SPO dari Primatani.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan bersumber dari data survei dan data hasil wawancara langsung. Data survei diperoleh dengan melakukan survei langsung ke petani pisang dan melakukan pengamatan langsung pada kegiatan Primatani. Data wawancara diperoleh dengan melakukan wawancara kepada petani, pedagang pisang dan pihak desa serta pihak pelaksana Primatani.

Wawancara dengan petani bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai teknik budidaya, pemasaran dan pendapatan usahatani. Pencarian informasi meliputi karakteristik responden, program Primatani yang diikuti responden, kegiatan budidaya, penggunaan input produksi, kendala-kendala yang dihadapi dilapangan serta faktor-faktor produksi yang digunakan. Wawancara dengan pihak desa untuk mendapatkan gambaran umum mengenai potensi desa yang ada. Wawancara dengan pihak pelaksanaan Primatani untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan Primatani.


(48)

22  

Data sekunder bersumber dari instansi pemerintah, instansi swasta, penelitian terdahulu, studi literatur di perpustakaan IPB yang mencakup skripsi, buku-buku dan artikel yang berhubungan dengan pisang dan Primatani.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Petani pisang yang diambil sebagai sampel adalah 30 orang dari 104 petani pisang yang menjadi anggota Primatani dan menerima bantuan dana program PMUK (Pinjaman Modal Usaha Kelompok).

Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode acak sederhana (random sampling). Dari sampel yang ada, data dikumpulkan dengan metode wawancara langsung yang dipandu kuersioner. Responden yang diambil diharapkan dapat menggambarkan kondisi usahatani pisang di Desa Talaga.

4.4. Metode Pengolahan Data

Data dan informasi yang diperoleh selanjutnya akan diolah untuk dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk melihat gambaran kegiatan usahatani pisang yang dilakukan petani dan membandingkannya dengan SPO yang diberikan Primatani..

Analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan data-data hasil dari identifikasi penggunaan faktor-faktor produksi dan nilai output yang dihasilkan pada kegiatan budidaya pisang. Pengolahan data tersebut menggunakan rasio-rasio finansial dasar yang umum digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani. Pengolahan data untuk menganalisis pendapatan menggunakan bantuan program Microsoft Excel.

4.5. Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis Pendapatan usahatani akan menganalisis secara kuantitatif pendapatan yang diperoleh petani dari berbudidaya pisang dengan menerapkan SPO dibawah binaan Primatani. Jumlah pendapatan petani dihitung dengan menggunakan analisis usahatani. Variabel-variabel yang akan dianalisis pada usahatani pisang yaitu biaya-biaya, penerimaan dan pendapatan usaha. Biaya adalah semua pengorbanan


(49)

input dipergunakan untuk menghasilkan produksi. Biaya usahatani pisang pada analisis pendapatan usahatani dikelompokkan menjadi biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Perhitungan analisis usahatani tersebut menggunakan penjabaran rumus yang diuraikan sebagai berikut:

1) Penerimaan

Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soerkartawi et al, 1986). Sedangkan penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, tetapi digunakan untuk konsumsi sendiri dan atau untuk keperluan lain tetapi tidak dijual secara tunai. Penerimaan total dari suatu usaha agribisnis merupakan nilai produksi dari usahatani, yaitu harga produsen dikalikan total produksi, dengan rumus :

TR = Py.Y

Keterangan : TR = Total Revenue (penerimaan total)

Py = Harga Output (harga pisang dalam rupiah perkilogram) Y = Output (produk pisang dalam kilogram)

2) Biaya

Biaya tunai (farm payment) didefinisikan sebagai jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani secara tunai (Soekartawi et al. 1986). Biaya tidak tunai usahatani yaitu dengan memperhitungkan sumberdaya yang digunakan tetapi tidak dihitung atau dibayar secara tunai sebagai biaya yang dikeluarkan. Biaya tidak tunai yang dihitung yaitu penyusutan, biaya sewa lahan, bibit yang berasal dari anakan tanaman sebelumnya dan tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga yaitu tenaga kerja yang menggunakan anggota keluarga sebagai tenaga kerja untuk pengelolaan usahatani. Punyusutan peralatan merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama satu tahun pembukuan (Soekartawi et al. 1986). Penyusutan yang digunakan yaitu :

konomis Umur

Sisa Nilai -Beli Harga Penyusutan

E

=

23  


(50)

Biaya total (pengeluaran) dari suatu usaha agribisnis merupakan jumlah seluruh biaya (tunai maupun tidak tunai) yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan budidaya dalam memproduksi pisang.

Dengan Rumus : ) ( 1

= ⋅ = n x x X P TC

= = ⋅ + ⋅ = n x n x tunai non tunai non x tunai tunai

x X P X

P TC 1 1 ) ( ) (

Keterangan : TC = Total Cost (biaya total) X = Input

Px = Harga Input 3) Pendapatan usahatani

Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya tunai.

= ⋅ − = n x tunai tunai x tunai

biaya TR P X

1

) (

π

Pendapatan total usahatani (total farm income) merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total, dengan rumus:

TC TR total

biaya = − π

= = ⋅ + ⋅ − = n x n x tunai non tunai non x tunai tunai x total

biaya TR P X P X

1 1 )) ( ) ( ( π

Keterangan : π = Pendapatan (Rp) 4) Imbangan penerimaan dan biaya (R/C)

Pendapatan selain dapat diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur analisis efisiensinya. R/C merupakan salah satu ukuran efisiensi yang menggambarkan penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (reveneu cost ratio). Pengukuran efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya (R/C) yang secara sederhana dapat diturunkan dari rumus :

24  


(51)

Tunai Biaya

Total Penerimaan C

R/ tunai =

Total Biaya

Total Penerimaan C

R/ total =

Keterangan : R = Revenue atau penerimaan (Rp) C = Cost atau pengeluaran (Rp)

Nilai R/C secara teoritis, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan, jika R/C >1 maka usaha tersebut menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Namun apabila R/C <1 maka usaha tersebut rugi atau tidak layak untuk dijalankan. Hasil analisis penerimaan, biaya dan pendapatan dirangkum dalam bentuk tabel, seperti ditunjukkan oleh Tabel 3. Analisis pendapatan usahatani tersebut dilakukan pada petani yang menjadi responden, untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari cabang usahatani pisang, dan apakah usahatani pisang yang mereka jalankan pada tahun 2008 menguntungkan untuk dijalankan

25  


(52)

Tabel 3. Komponen Penyusun Pendapatan Usahatani Pisang.

A Penerimaan Tunai Harga x Jumlah Pisang yang dijual (kg) B Penerimaan Non Tunai Harga x Jumlah Pisang yang dikonsumsi

sendiri (kg)

C Total Penerimaan A+B

D Biaya Tunai a. Biaya sarana produksi - Bibit

- Pupuk - Trichoderma - Brongsong

b. Upah tenaga kerja diluar keluarga c. Sewa lahan

d. Pajak

E Biaya Non Tunai a. Upah tenaga kerja dalam keluarga b. Penyusutan

c. Sewa lahan d. Bibit

F Total Biaya D+E

G Pendapatan atas biaya tunai C-D H Pendapatan atas biaya total C-F

I Pendapatan bersih H-Bunga pinjaman (jika ada bunga pinjaman)

J R/C atas biaya tunai I / G K R/C atas Biaya total I / H

   

26  


(53)

V GAMBARAN UMUM DESA TALAGA 5.1. Letak dan Luas Wilayah

Desa Talaga merupakan salah satu desa dari 16 desa yang terletak di Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Secara administratif Desa Talaga dibatasi oleh:

- Sebelah utara : Desa Sarampad - Sebalah selatan : Desa Cirumput - Sebelah timur : Desa Benjot - Sebelah barat : Desa Padaluyu

Jarak desa dari ibukota kabupaten adalah 9 km dengan waktu tempuh menggunakan kendaraan bermotor pribadi adalah 0,5 jam, dan jarak desa dengan ibukota propinsi yaitu kota Bandung adalah sejauh 69 km dengan waktu tempuh menggunakan kendaraan bermotor pribadi adalah 2 jam. Jarak ini dihubungkan dengan jalan aspal dengan kondisi baik. Sarana transportasi umum berupa angkutan pedesaan dan ojek. Letak desa sangat berpengaruh terhadap pemasaran produk-produk yang dihasilkan dari desa tersebut. Semakin dekat dengan ibukota baik propinsi maupun kabupaten yang biasanya dijadikan tujuan pemasaran dan saran transportasi yang memadai maka akan mempermudah pemasaran produk-produk yang dihasilkan dan juga akan mempunyai daya saing lebih besar dibandingkan dengan daerah terpencil.

Luas wilayah Desa Talaga mencapai 550,155 hektar yang meliputi areal pemukiman, persawahan, perkebunan, kuburan, pekarangan, taman, perkantoran, prasarana umum lainnya. Perincian luas wilayah Desa Talaga, dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa 2,90 persen digunakan untuk pemukiman penduduk, 16,72 persen merupakan lahan persawahan yang sebagian besar adalah sawah padi, 35,25 persen adalah perkebunan (teh, pisang, kelapa, cengkeh). Luas lahan untuk persawahan, perkebunan dan pekarangan yang masih luas akan mempermudah untuk mengembangkan pisang sebagai komoditas pertanian


(54)

28  

unggulan dengan memperluas lahan pisang, karena pisang dapat dibudidayakan di persawahan, perkebunan maupun di pekarangan.

Tabel 4. Luas Wilayah Desa Talaga Menurut Penggunaannya Tahun 2008 Penggunaan Lahan Luas Areal (ha) Persentase

Pemukiman 16 2,90

Persawahan 92 16,72

Perkebunan 194 35,26

Kuburan 0,17 0,03

Pekarangan 24 4,36

Taman 27,6 5,02

Perkantoran 0,14 0,02

Prasarana Umum Lainnya 196,24 35,67

550,16 100

Sumber : Laporan Tahunan Desa Talaga, 2008

5.2. Kondisi Alam

Desa Talaga terletak diketinggian 750 mdpl dengan topografi daerah berupa lereng gunung yaitu lereng Gunung Gede Pangrango. Berada pada lereng gunung akan menyebabkan Desa Talaga mempunyai tingkat kemiringan tanah antara 20-35 derajat, dengan tingkat erosi lahan ringan yaitu seluas 15 hektar. Suhu rata–rata berkisar 28°C dan curah hujan rata-rata adalah 450 mm per hari dengan 6 bulan basah dan 6 bulan kering.

Kondisi alam yang demikian berpengaruh terhadap jenis tanaman yang dibudidayakan oleh petani, komoditas tanaman pangan yang banyak dibudidayakan adalah padi sawah dan jagung, untuk komoditas buahnya adalah pisang, alpukat, pepaya. Sedangkan sayuran yang banyak dibudidayakan adalah ceisin. Perincian tanaman dan produktivitasnya dapat dilihat pada Tabel 5.


(55)

29  

Tabel 5. Jenis, Luas Lahan dan Produktivitas Tanaman Desa Talaga Tahun 2008 Jenis Tanaman Luas Lahan (Ha) Produktivitas (Ton/Ha) Tanaman pangan

Padi Sawah 63 315

Jagung 10 8

Sayuran

Sawi 4 0,8

Buah

Pisang 55 30

Alpukat 10 0,8

Pepaya 1 0,7

Sumber : Laporan Tahunan Desa Talaga, 2008

5.3. Demografi

Penduduk Desa Talaga secara keseluruhan berjumlah 5.458 jiwa yang terdiri dari 2.729 laki-laki dan 2.729 perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 1.518 kepala keluarga. Susunan penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut Kelompok Umur Tahun 2008

Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Jiwa Persentase

0 – 4 163 2,97

5 – 7 256 4,69

8 – 19 1.050 19,24

20 – 57 3.060 56,06

≥ 58 929 17,02

5.458 100

Sumber : Laporan Tahunan Desa Talaga, 2008

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Talaga didominasi penduduk dengan usia produktif (20-57 tahun) yaitu sebesar 56,06 persen dari total


(56)

30  

penduduk. Jumlah penduduk yang berusia produktif ini akan berpengaruh terhadap ketersedian tenaga kerja bagi sektor-sektor pekerjaan yang ada khususnya pertanian yang membutuhkan banyak tenaga kerja.

Penduduk Desa Talaga sebagian besar besar bekerja pada sektor pertanian baik sebagai petani (47,02 persen), maupun buruh tani (47,02 persen). Selebihnya bekerja pada sektor lain seperti buruh migran 2,26 persen, PNS 0,26 persen, TNI/POLRI 0,07 persen. Susunan penduduk desa Talaga berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut Kelompok Pekerjaan Tahun 2008 Jenis Pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase

Petani 2.000 47,02

Buruh Tani 2.000 47,02

Buruh Migran 96 2,26

PNS 11 0,26

Pedagang Keliling 5 0,12

Peternak 120 2,82

Montir 5 0,12

Bidan 1 0,02

TNI POLRI 3 0,07

Pengusaha Kecil dan

Menengah 10 0,23

Dukun Kampung Terlatih 2 0,05

4.253 100

Sumber : Laporan Tahunan Desa Talaga, 2008

Komposisi penduduk berdasarkan pekerjaan yang didominasi sebagai petani akan mempermudah dalam pengembangan pisang karena para petani telah memiliki pengalaman dalam bertani.


(57)

31  

Saat ini penduduk yang tercatat dalam laporan tahunan sedang mengikuti pendidikan ditingkat formal dapat dilihat pada Tabel 8. Pada Tabel 8 terlihat bahwa tingkat pendidikan yang ditempuh oleh penduduk desa Talaga mayoritas sekolah dasar sebesar 39,47 persen, SLTP sebesar 31,58 persen dan SLTA sebesar 26,31 persen. Sedangkan untuk tingkat pendidikan tinggi hanya ada 0,53 persen Diploma dan 2,10 persen Strata. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat pendidikan yang diikuti oleh penduduk desa Talaga. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih sedikit penduduk Desa Talaga yang mengikuti pendidikan formal jika dibandingkan dengan jumlah penduduk usia sekolah, yang jumlahnya mencapai 1.306 jiwa atau sebesar 23,93 persen dari jumlah penduduk total.

Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat suatu desa akan mempersulit masuknya informasi baru ke desa tersebut, karena tidak adanya agen-agen pembawa informasi, selain itu masyarakat akan cenderung sulit untuk menerima perubahan. Hal ini juga akan berpengaruh pada proses penyaluran informasi pertanian, dimana teknologi-teknologi baru tidak mudah diserap oleh petani sehingga dapat menyebabkan rendahnya produktivitas yang dihasilkan.

Tabel 8. Susunan Penduduk Desa Talaga Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2008 Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase

SD 75 39,47

SLTP atau sederajat 60 31,58

SLTA atau sederajat 50 26,31

Diploma 1 0,53

Strata 4 2,10

190 100

Sumber : Laporan Tahunan Desa Talaga, 2008


(58)

VI PRIMATANI DESA TALAGA 6.1. Rancang Bangun Primatani Desa Talaga

Progam Primatani dijalankan di Desa Talaga direncanakan akan berjalan selama tiga tahun yaitu dari tahun 2007-2009, sebelum tahun 2007 atau akhir 2006 tim Primatani dan masyarakat melakukan diskusi dan kerjasama untuk mengidentifikasi potensi dan sumber daya yang ada di desa Talaga yang akan dikembangkan yang selanjutnya akan dirumuskan sebagai Rancang Bangun Primatani Desa Talaga. Rancang Bangun Primatani Desa Talaga ini nantinya akan dijadikan sebagai penuntun dalam pelaksanaan progam Primatani di Desa Talaga. Dari hasil diskusi yang menghasilkan Rancang Bangun Primatani Desa Talaga diketahui bahwa komoditas utama yang akan dikembangkan adalah Pisang dengan komoditas penunjang adalah sayuran (cabai rawit, ceisin), jagung, dan ternak. Budidaya pisang akan ditanam dengan pola tanam tumpang sari dengan komoditas penunjang.

Sebagaimana disebutkan dalam pedoman umum Primatani bahwa keluaran akhir Primatani adalah terbentuknya unit Agibisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID), yang merupakan representasi industri pertanian dan usahatani berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi di suatu kawasan pengembangan. Kawasan ini mencerminkan pengembangan agibisnis lengkap dan padu padan antar subsistem, yang berbasis agoekosistem, dan mempunyai kandungan teknologi dan kelembagaan lokal yang diperlukan. Untuk dapat mewujudkan AIP dan SUID, Primatani Desa Talaga akan mengembangkan dua inovasi yaitu inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Pada penelitian ini inovasi teknologi dan kelembagaan yang akan dibahas hanya meliputi inovasi yang dilakukan kepada komoditas utama yaitu pisang, untuk komoditas sayuran, jagung dan ternak tidak dibahas secara mendalam.


(1)

Lampiran 2.

Karakteristik Petani Responden di Desa Talaga Tahun 2008

No Umur Tingkat

Pendidikan

Pengalaman (tahun)

Luas Lahan Total (m2)

Status lahan Pekerjaan Utama

1 39 SMA 11 30000 Bagi Hasil Kepala Desa

2 34 SD 6 5000 Milik Sopir Angkot

3 40 SD 5 7800 sewa Petani

4 52 SD 8 1500 Milik Petani

5 49 SD 3 400 Sewa Perangkat Desa

6 54 SD 5 20000 Milik Petani dan

Pedagang

7 62 SD 20 1500 Milik Petani

8 36 SD 10 3000 Bagi Hasil Petani

9 50 SD 5 5000 Milik Petani

10 43 SD 15 10000 Milik Pedagang

11 53 SMA 13 5000 Milik Petani

12 45 SD 9 2500 Milik Petani

13 40 SMA 10 5000 Gadai Petani

14 31 SD 3 1500 Gadai Petani dan Ojek

15 70 SD 25 7500 Milik Petani

16 54 SD 14 5000 Milik Petani

17 35 SD 15 2000 Milik Petani

18 74 SARJANA 3 4000 Milik Pensiunan Guru

19 70 SD 25 2500 Milik Petani

20 55 SD 10 5000 Milik Petani

21 67 SD 20 6000 Milik Petani

22 42 SD 10 7500 Milik Petani dan

Tengkulak

23 42 SD 15 6000 Milik Petani dan

Tengkulak

24 32 SD 5 20000 Milik Petani

25 40 SD 8 7500 Milik Petani

26 45 SD 8 10000 Milik Petani

27 52 SD 15 2400 Milik Petani

28 50 SD 15 10000 Milik Petani

29 70 SD 20 3000 PBB Petani

30 72 TS 22 2400 Milik Petani


(2)

Lampiran 3.

Jenis dan Jumlah Alat Budidaya Pisang

per Hektar Desa Talaga

Tahun 2008

No Cangkul Koret Sabit Panugar Golok

1 1 4 0 1 1

2 2 0 2 0 0

3 3 0 3 1 1

4 13 7 13 7 0

5 25 0 0 0 0

6 2 1 0 1 2

7 7 7 0 0 0

8 3 3 0 3 0

9 4 4 0 2 2

10 3 2 2 2 2

11 10 12 8 0 6

12 8 8 8 4 8

13 4 2 2 2 4

14 13 7 7 0 7

15 4 0 1 1 1

16 2 2 0 0 2

17 10 0 0 0 5

18 0 0 0 0 0

19 12 4 0 4 12

20 4 4 2 4 6

21 2 3 0 2 7

22 1 1 1 1 1

23 2 2 2 2 2

24 1 2 1 1 2

25 1 0 3 1 1

26 1 0 2 1 1

27 8 8 0 4 4

28 3 5 2 3 4

29 17 3 10 7 10

30 8 8 8 4 8

Rata-rata 6 5 4 3 4

Sumber: Data Primer  


(3)

Lampiran 4.

Produksi Pisang Petani Responden Desa Talaga Tahun 2008

Jumlah Jumlah Panen Berat tiap Harga per kg Tingkat Kematian

No

rumpun (tandan) Tandan (kg) (Rp) (%)

1 400 400 20 1.700 0,00

2 200 175 30 1.800 12,50

3 250 200 25 1.800 20,00

4 20 20 20 1.500 0,00

5 10 8 20 1.800 20,00

6 650 500 20 1.800 23,08

7 30 30 15 1.500 0,00

8 100 80 15 1.500 20,00

9 60 50 25 1.800 16,67

10 200 200 25 2.200 0,00

11 150 100 30 1.800 33,33

12 30 25 20 1.400 16,67

13 100 100 25 1.900 0,00

14 45 40 15 1.700 11,11

15 100 75 25 1.300 25,00

16 160 160 18 1.600 0,00

17 80 60 25 1.800 25,00

18 50 40 20 1.300 20,00

19 25 21 20 1.000 16,00

20 300 250 25 1.600 16,67

21 200 150 25 1.800 25,00

22 300 280 20 1.600 6,67

23 100 80 20 1.500 20,00

24 200 150 20 1.600 25,00

25 350 280 20 1.700 20,00

26 350 280 20 1.700 20,00

27 10 7 20 1.500 30,00

28 500 350 25 1.800 30,00

29 100 80 25 1.800 20,00

30 200 200 25 1.800 0,00

Rata-rata 21,93 1.653,33 15,76

Sumber: Data Primer  


(4)

Lampiran 5.

Penggunaan Pupuk anorganik per Rumpun per Tahun Petani

Responden di Desa Talaga Tahun 2008

Frekuensi Urea Tsp KCl Phoska

No

pemupukan (g/rumpun/tahun) (g/rumpun/tahun) (g/rumpun/tahun) (g/rumpun/tahun)

1 4 300,00 100,00 200,00 0,00

2 4 0,00 0,00 0,00 600,00

3 4 225,00 0,00 0,00 375,00

4 4 600,00 0,00 0,00 0,00

5 4 0,00 0,00 0,00 600,00

6 2 180,00 30,00 60,00 30,00

7 4 480,00 0,00 0,00 120,00

8 4 300,00 0,00 0,00 300,00

9 4 342,86 85,71 85,71 85,71

10 4 400,00 100,00 100,00 0,00

11 4 184,62 92,31 92,31 230,77

12 4 360,00 0,00 0,00 240,00

13 4 500,00 0,00 0,00 100,00

14 4 428,57 0,00 85,71 85,71

15 1 75,00 0,00 0,00 75,00

16 4 360,00 0,00 0,00 240,00

17 4 200,00 0,00 0,00 400,00

18 2 300,00 0,00 0,00 0,00

19 4 180,53 58,41 361,06 0,00

20 6 600,00 0,00 0,00 300,00

21 4 375,00 150,00 75,00 0,00

22 2 100,00 100,00 0,00 100,00

23 1 100,00 0,00 0,00 50,00

24 4 300,00 0,00 0,00 300,00

25 4 119,40 179,10 0,00 301,49

26 4 119,40 179,10 0,00 301,49

27 4 450,00 0,00 0,00 150,00

28 4 401,79 0,00 0,00 198,21

29 4 592,11 0,00 0,00 7,89

30 4 450,00 75,00 75,00 0,00

Rata-rata 322,30 104,51 126,09 225,71


(5)

Lampiran 6.

Biaya Penggunaan Tenaga Kerja Petani Responden Desa Talaga

Tahun 2008

No TKLK(HOK) TKDK (HOK) Harga Tenaga Kerja (Rp) Total Biaya Tenaga

Kerja (Rp)

1 165,73 0,00 15.000,00 2.485.937,50

2 234,67 145,00 15.000,00 5.695.000,00

3 233,91 104,74 15.000,00 5.079.829,06

4 0,00 708,89 15.000,00 10.633.333,33

5 0,00 634,81 15.000,00 9.522.222,22

6 163,23 0,00 15.000,00 2.448.461,53

7 14,81 555,56 15.000,00 8.555.555,55

8 6,67 357,78 15.000,00 5.466.666,66

9 104,33 133,08 15.000,00 3.561.250,00

10 314,63 0,00 15.000,00 4.719.375,00

11 80,33 127,83 15.000,00 3.122.500,00

12 199,41 261,77 15.000,00 6.917.606,83

13 43,67 99,89 15.000,00 2.153.333,33

14 145,93 238,33 15.000,00 5.763.888,89

15 10,00 104,12 15.000,00 1.711.818,18

16 317,50 321,63 15.000,00 9.586.875,00

17 0,00 763,08 15.000,00 11.446.153,85

18 196,67 0,00 15.000,00 2.950.000,00

19 0,00 446,22 15.000,00 6.693.333,33

20 129,33 132,16 15.000,00 3.922.352,94

21 23,33 265,00 15.000,00 4.325.000,00

22 240,22 0,00 15.000,00 3.603.333,33

23 84,44 135,56 15.000,00 3.300.000,00

24 734,67 0,00 15.000,00 11.020.000,00

25 266,34 6,35 15.000,00 4.090.402,93

26 199,76 12,76 15.000,00 3.187.802,20

27 200,00 203,70 15.000,00 6.055.555,56

28 241,33 84,67 15.000,00 4.890.000,00

29 130,00 106,67 15.000,00 3.550.000,00

30 0,00 576,67 15.000,00 8.650.000,00

Rata-rata 179.24 271,93 5.503.586,24


(6)

Lampiran 7. Penggunaan Brongsong,

Trichoderma

, Disinfektan Petani Responden

Desa Talaga Tahun 2008

Jumlah brongsong Trichoderma Disinfektan

No

(buah/ha/tahun) (g/lubang) (liter/ha)

1 78 50,00 0,52

2 63 25,00 0,00

3 222 12,00 0,65

4 0 50,00 0,00

5 0 100,00 0,00

6 0 23,08 0,00

7 222 33,33 2,78

8 111 20,00 0,93

9 156 50,00 0,31

10 156 50,00 0,26

11 13 0,00 0,00

12 111 33,33 0,00

13 125 20,00 0,69

14 93 22,22 0,00

15 83 50,00 0,38

16 391 37,50 0,00

17 250 37,50 0,00

18 0 20,00 0,00

19 222 0,00 0,00

20 0 0,00 0,59

21 0 0,00 0,00

22 83 16,67 0,00

23 222 30,00 0,56

24 133 50,00 0,83

25 0 22,86 0,85

26 0 22,86 0,64

27 0 100,00 0,00

28 0 20,00 0,83

29 0 20,00 0,00

30 0 25,00 0,00

Rata-rata 152 36,21 0,77

Sumber: Data Primer