c. Sumber Kontaminasi Staphylococcus aureus dalam Nasi Uduk
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa sampel nasi yang diuji di dapatkan dengan tambahan lauk pauk seperti tempe orek, bihun, dan telur
dadar suir, maka ada kemungkinan bahwa Staphylococcus aureus yang terdeteksi pada penelitian ini berasal dari lauk pauknya. Namun, terlepas
dari manakah Staphylococcus aureus yang terdeteksi apakah dari nasi atau dari lauk, maka sumber utama yang diduga sebagai sumber
kontaminasi adalah pedagang yang menangani pangan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Bergdoll 1979 yang
menjelaskan bahwa sumber utama kontaminasi Staphylococcus aureus pada
pangan yang
banyak berhubungan
dengan keracunan
Staphylococcus adalah orang yang bekerja menangani pangan. Contoh yang diberikan dalam hal ini adalah pangan yang telah dipanaskan
dengan cukup selama pengolahan untuk menghancurkan Staphylococcus, misalnya ham panggang, maka keracunan pangan yang berkaitan dengan
ham panggang kebanyakan adalah karena hasil kontaminasi dari orang yang mengiris ham. Demikian pula peralatan dapat menjadi sumber
kontaminasi, seperti yang pernah terjadi pada suatu kasus keracunan Staphylococcus yang disebabkan karena ham panggang, ternyata pada
mesin pemotong
ham ditemukan
banyak Staphylococcus
enterotoksigenik yang sama dengan yang ditemukan pada ham yang menyebabkan sakit. Walaupun ham secara langsung terkontaminasi dari
mesin, namun sumber aslinya kemungkinan besar adalah manusia.
d. Perbandingan Jumlah Staphylococcus aureus dalam Nasi Uduk dengan PTSS Lain yang Diuji pada Penelitian Lainnya
Hartini 2001 melakukan penelitian untuk menghitung Staphylococcus aureus pada bakso, gado-gado, mie ayam, nasi rames,
siomay, soto ayam, dan tauge goreng. Namun penelitian yang dilakukannya tersebut menggunakan media Vogel-Johnson Agar VJA
dengan metode hitungan cawan. Hartini 2001 melakukan penelitiannya tersebut dengan mengambil sampel pada jam 11 siang. Jika dibandingkan
dengan penelitian ini, maka data Hartini 2001 dapat dibandingkan dengan data nasi uduk yang diuji pada selang waktu antara jam 10
sampai dengan jam 12. Berdasarkan perbandingan tersebut, didapatkan bahwa jumlah Staphylococcus aureus pada nasi uduk dari keenam
warung yang diuji relatif lebih tinggi dari ketujuh sampel yang diuji oleh Hartini 2001, kecuali untuk tauge goreng yang jumlahnya hampir sama
dengan nasi uduk. Jumlah Staphylococcus aureus pada nasi uduk dari keenam warung yang diuji pada selang waktu antara jam 10 sampai jam
12 adalah berkisar pada 3,36 sampai 6,22 Log MPNg, sementara jumlah
Staphylococcus aureus pada pangan-pangan yang diteliti oleh Hartini 2001
berturu-turut adalah, bakso 1,74; gado-gado 3,72; mie ayam 1,78; siomay 2,43; soto ayam 1,65; dan tauge goreng 5,10 Log CFUg.
Rendahnya jumlah Staphylococcus aureus pada bakso, mie ayam, siomay, dan soto ayam kemungkinan karena pangan-pangan ini
mendapat pemanasan yang cukup selama proses penyimpanan. Sementara pada gado-gado jumlah Staphylococcus aureus menempati
jumlah terbanyak kedua setelah tauge goreng meskipun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah Staphylococcus aureus pada
nasi uduk secara umum. Cukup tingginya jumlah Staphylococcus aureus pada gado-gado mungkin berasal dari bumbu kacang yang merupakan
bahan yang mengandung protein yang tinggi, dalam keadaan sudah matang, dan adanya kemungkinan sering kontak dengan tangan sehingga
diduga telah terkontaminasi dengan Staphylococcus aureus. Penelitian yang lain yang dilakukan oleh Ruslan 2003 yang
menggunakan metode hitungan cawan dengan media Baird-Parker Agar menunjukkan jumlah Staphylococcus aureus pada gado-gado sebesar
5,81 Log CFUg. Penelitian ini dilakukan untuk sampel yang diambil 2-3 jam sejak pedagang mulai berjualan. Jika diasumsikan pedagang mulai
berjualan mulai pukul 6 pagi, maka data ini dapat dibandingkan dengan data jumlah Staphylococcus aureus pada nasi uduk yang diuji pada selam
waktu jam 8 sampai jam 10.
Jumlah Staphylococcus aureus pada nasi uduk dari keenam warung pada selang waktu tersebut berkisar antara 2,36 sampai 5,29 Log
MPNg. Hal ini berarti bahwa jumlah Staphylococcus aureus pada nasi uduk lebih rendah daripada gado-gado. Tingginya jumlah Staphylococcus
aureus pada gado-gado mungkin berasal dari bumbu kacang seperti yang telah dijelaskan di atas. Adapun bila penelitian Ruslan 2003 ini
dibandingkan dengan penelitian Hartini 2001, perbedaan jumlah Staphylococcus aureus pada gado-gado mungkin disebabkan karena
perbedaan media analisis yang digunakan, meskipun sebenarnya pengujian yang dilakukan Hartini 2001 dilakukan dengan waktu
inkubasi yang lebih lama daripada yang dilakukan oleh Ruslan 2003. Secara umum penggunaan media Baird-Pareker lebih baik dalam
merecovery Staphylococcus aureus dari sampel uji dari pada agar Vogel- Johnson. Hal ini karena medium Baird-Parker mengandung sodium
piruvat yang menstimulasi pertumbuhan Staphylococcus aureus Minor dan Marth, 1976. Selain itu, penambahan kuning telur pada media
Baird-Parker juga membantu merecovery sel-sel yang mengalami kerusakan Baird-Parker, 2000. Oleh karena itu Bair-Parker 2000
menyatakan bahwa dari banyak percobaan internasional yang dilakukan, medium Baird-Parker secara umum menunjukkan performa terbaik
daripada media lainnya.
2. Frekuensi Isolasi Staphylococcus aureus Koagulase Positif