Jumlah Staphylococcus aureus pada nasi uduk dari keenam warung pada selang waktu tersebut berkisar antara 2,36 sampai 5,29 Log
MPNg. Hal ini berarti bahwa jumlah Staphylococcus aureus pada nasi uduk lebih rendah daripada gado-gado. Tingginya jumlah Staphylococcus
aureus pada gado-gado mungkin berasal dari bumbu kacang seperti yang telah dijelaskan di atas. Adapun bila penelitian Ruslan 2003 ini
dibandingkan dengan penelitian Hartini 2001, perbedaan jumlah Staphylococcus aureus pada gado-gado mungkin disebabkan karena
perbedaan media analisis yang digunakan, meskipun sebenarnya pengujian yang dilakukan Hartini 2001 dilakukan dengan waktu
inkubasi yang lebih lama daripada yang dilakukan oleh Ruslan 2003. Secara umum penggunaan media Baird-Pareker lebih baik dalam
merecovery Staphylococcus aureus dari sampel uji dari pada agar Vogel- Johnson. Hal ini karena medium Baird-Parker mengandung sodium
piruvat yang menstimulasi pertumbuhan Staphylococcus aureus Minor dan Marth, 1976. Selain itu, penambahan kuning telur pada media
Baird-Parker juga membantu merecovery sel-sel yang mengalami kerusakan Baird-Parker, 2000. Oleh karena itu Bair-Parker 2000
menyatakan bahwa dari banyak percobaan internasional yang dilakukan, medium Baird-Parker secara umum menunjukkan performa terbaik
daripada media lainnya.
2. Frekuensi Isolasi Staphylococcus aureus Koagulase Positif
Pengujian aktifitas koagulase dilakukan untuk mengetahui frekuensi isolat Staphylococcus aureus koagulase positif pada nasi uduk. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui secara tidak langsung apakah Staphylococcus aureus yang mengontaminasi nasi uduk yang diuji berpotensi membentuk
enterotoksin atau tidak. Jay 2000 menyatakan bahwa pengujian yang telah berlangsung lama secara menyakinkan membuktikan bahwa strain
stafilokoki koagulase positif adalah penghasil enterotoksin. Demikian pula Bryan 1976 menyatakan bahwa keberadaan koagulase sangat terkait erat
dengan patogenisitas
dan digunakan
sebagai pembeda
antara Staphylococcus aureus dengan stafilokoki lainnya.
Penelitian yang dilakukan Normanno et al. 2005 membuktikan bahwa dari 11.384 sampel yang diuji, sebanyak 1971 sampel 17,3
terbukti mengandung Staphylococcus koagulase positif. Sebanyak 541 sampel diuji lebih lanjut dan terbukti bahwa 537 sampel 99,3
teridentifikasi sebagai Staphylococcus aureus, dan dari 537 isolat tersebut terbukti bahwa 298 isolat 55,5 diketahui memproduksi enterotoksin.
Dengan demikian, uji kemampuan Staphylococcus aureus untuk membentuk enzim koagulase merupakan bagian penting dari pendugaan
kemampuannya sebagai pembentuk enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan pangan.
Data isolasi Staphylococcus aureus koagulase positif menunjukkan bahwa sebagian warung positif terkontaminasi Staphylococcus aureus
koagulase positif. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 24, sementara rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 24. Frekuensi isolasi Staphylococcus aureus koagulase positif dari nasi uduk
Jam pengujian Warung
8 10
12 14
16 Total
1 02
02 02
02 02
010 2
02 02
12 02
02 110
3 02
02 02
02 02
010 4
02 02
02 02
12 110
5 02
02 12
02 02
110 6
02 02
02 02
12 110
Total
012 012
212 012
212
460 6,67
Berdasarkan data di atas, dari keenam warung yang diuji, empat warung memiliki frekuensi isolasi Staphylococcus aureus koagulase positif
sebesar 10, sedangkan dua warung lainnya memiliki frekuensi isolasi Staphylococcus aureus koagulase positif sebesar 0. Pada penelitian ini
digunakan sejumlah 60 sampel nasi uduk, sementara jumlah sampel yang menunjukkan positif mengandung Staphylococcus aureus koagulase adalah
4 sampel. Dengan demikian, frekuensi isolasi Staphylococcus aureus
koagulase positif pada nasi uduk berdasarkan penelitian ini adalah sebesar 6,67.
Kemudian, bila diperhatikan sampel-sampel yang mengandung Staphylococcus aureus koagulase positif Lampiran 2, maka terlihat bahwa
isolat-isolat Staphylococcus aureus koagulase positif tersebut ditemukan pada saat jumlah presumtif Staphylococcus aureus berkisar antara 3,96
sampai dengan 6,63 Log MPNg sampel Tabel 25. Dengan demikian, jika diasumsikan bahwa jumlah minimal Staphylococcus aureus yang
diperlukan untuk memproduksi enterotoksin adalah 10
5
selg Forsythe, 2000 di dalam Forsythe, 2002, maka sebagian besar 10 isolat
Staphylococcus aureus koagulase positif yang diisolasi pada penelitian ini diperoleh dari sampel dengan jumlah Staphylococcus aureus yang telah
mencapai jumlah minimum yang diduga mampu menghasilkan
enterotoksin. Maknanya, meskipun pada beberapa sampel dinyatakan mengandung Staphylococcus aureus koagulase positif namun belum tentu
sampel itu mengandung enterotoksin stafilokoki.
Tabel 25. Hubungan antara keberadaan Staphylococcus aureus koagulase positif dengan jumlah dugaan Staphylococcus aureus
Isolat Staphylococcus
aureus Koagulase Positif
Jumlah Staphylococcus
aureus Log MPNg
NU1 4,63
NU2 6,38
NU3 5,97
NU4 6,56
NU5 5,38
NU6 5,97
NU7 4,97
NU8 6,38
NU9 6,38
NU10 6,63
NU11 6,63
NU12 5,38
NU13 3,96
NU14 4,36
3. Pengaruh Inkubasi Terhadap Keberadaan Staphylococcus aureus Koagulase positif