Korelasi Silang Analisis Deret Waktu 1. Spektrum Densitas Energi

25 Dari komponen fourier Xf k tersebut, nilai spektrum densitas energi Sx dapat dicari dengan rumus Bendat dan Piersol, 1971: ………….........…………………………….5 dimana : S x f k : nilai spektrum densitas energi satu rekaman data deret waktu x t pada frekuensi ke-k f k Xf k : komponen fourier dari data deret waktu x t pada frekuensi ke-k f k h : selang waktu subsample data 30 hari N : jumlah pengamatan

3.3.3.2. Korelasi Silang

Analisis korelasi silang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara fluktuasi kedua parameter. Analisis korelasi silang akan dilakukan sembilan kali, yaitu : antara komponen arus zonal dan meridional dengan komoponen angin zonal dan meridional, komponen arus zonal dan meridional dengan DMI, komponen arus zonal dan meridional dengan SOI, suhu dengan arus, suhu dengan komponen angin zonal dan meridional, suhu dengan DMI, suhu dengan SOI, komponen angin zonal dan meridional dengan DMI, serta komponen angin zonal dan meridional dengan SOI. Untuk analisis korelasi silang ini komponen arus dan suhu menggunakan data pada kedalaman 5 meter untuk mewakili lapisan tercampur, kedalaman 75 dan 125 meter untuk mewakili lapisan termoklin, dan kedalaman 617 meter untuk mewakili lapisan dalam. Pengambilan kedalaman ini menggunakan acuan dari penelitian Holilludin 2007. Analisis korelasi silang terdiri dari kospektrum densitas energi, koherensi dan beda fase. Kospektrum densitas energi adalah perkalian energi yang 2 2 k k x f X N h f S 26 signifikan pada periode fluktuasi yang sama pada kedua parameter yang saling mempengaruhi. Koherensi menunjukan nilai keeratan antara periode fluktuasi yang terjadi pada dua variabel. Hubungan yang tidak erat antara periode dari fluktuasi kedua parameter akan digambarkan dengan nilai koherensi yang rendah sedangkan hubungan yang erat akan digambarkan dengan nilai koherensi yang tinggi. Beda fase menunjukan beda waktu yang terjadi pada dua periode fluktuasi yang kospektrum energi silangnya signifikan. Nilai beda fase positif menunjukan bahwa fluktuasi pada variabel x terjadi lebih dahulu dibandingkan dengan fluktuasi yang terjadi pada y. Sedangkan beda fase negatif menunjukkan bahwa fluktuasi pada variabel y terjadi lebih dahulu dibandingkan dengan fluktuasi yang terjadi pada variabel x Bendat dan Piersol, 1971. Nilai kospektrum densitas energi silang S xy f k dapat dihitung dengan rumus yang diberikan oleh Bendat dan Piersol, 1971 ………………………………….6 dimana : S xy f k : spektrum densitas energi silang pada frekuensi ke-k f k f k : kNh,k = 0,1, 2, …………………., N-1 Xf k : komponen Fourier dari data deret waktu x t pada frekuensi ke –k f k Yf k : komponen Fourier dari data deret waktu y t pada frekuensi ke –k f k h : selang waktu subsample data 30 hari N : jumlah data k k k xy f Y f X N h f S 2 27 Fungsi koherensi pangkat dua γ 2 xy f k ditentukan dengan rumus : ….……...………………………...7 dimana : 2 xy f k : nilai koherensi pada frekuensi ke-k f k S xy f k : spektrum densitas energi silang pada frekuensi ke-k f k S x f k : spektrum densitas energi dari Xf k pada frekuensi ke –k f k S y f k : spektrum densitas energi dari Yf k pada frekuensi ke –k f k Nilai beda fase ditentukan dengan rumus : …………………………………8 Keterangan : θ xy f k : beda fase pada frekuensi ke-k f k Q xy f k : bagian imaginer dari S xy f k C xy f k : bagian nyata dari S xy f k Pada program Statistica 6.0 satuan dari beda fase adalah tan -1 . Untuk mengubah satuan tersebut menjadi satuan waktu hari nilai beda fase tersebut diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk derajat °. Nilai yang didapatkan kemudian dibagi dengan 360, kemudian dikalikan dengan periode dari fluktuasi tersebut bulan. Untuk mengubahnya menjadi satuan hari nilai tersebut kemudian dikalikan dengan 30 hari, dengan rumus : ……………….9 Dimana θ xy f k : beda fase tan -1 2 2 k y k x k xy k xy f S f S f S f f C f Q tan f k xy k xy k xy 1 hari x bulan fluktuasi periode x f arctan fase beda k xy 30 360 28

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Validasi Data GFDL dengan Data Insitu Buoy TRITON

Hasil validasi data arus di bagian barat Samudera Hindia dapat dilihat pada Tabel 1 serta Gambar 10. Pada komponen zonal u didapatkan nilai SE sebesar 0.11958 dan RMSE sebesar 0.20680, sedangkan untuk komponen meridional v didapatkan nilai SE sebesar 0.04767 dan RMSE sebesar 0.09415. Nilai SE dan RMSE tersebut dapat dikatakan cukup besar karena nilai SE dan RMSE yang hampir sama dengan kisaran nilai komponen arus insitu TRITON. Pada grafik perbandingan antara komponen zonal meskipun nilai antara komponen arus insitu TRITON dengan komponen arus hasil asimilasi GFDL memiliki perbedaan yang cukup besar, namun secara umum keduanya membentuk pola fluktuasi yang hampir mirip. Perubahan fluktuasi naik turunnya komponen arus baik pada data insitu TRITON maupun pada data asimilasi GFDL terjadi secara serentak. Pada saat data insitu menunjukkan komponen zonal arus turun begitu pula yang terjadi pada komponen zonal arus dari data asimilasi. Perbedaaan pola fluktuasi hanya terlihat pada beberapa waktu yaitu pada akhir tahun 2002 dan awal tahun 2005. Pada akhir tahun 2002 nilai komponen zonal arus pada data insitu menunjukkan pola yang stagnan bahkan relatif turun sedangkan pada komponen zonal dari data asimilasi menunjukkan pola kenaikan. Hal sebaliknya terjadi pada akhir tahun 2005, nilai komponen zonal dari data insitu menunjukkan pola yang meningkat dengan tajam, sedangkan komponen zonal dari data asimilasi menunjukkan pola yang menurun. Pada komponen meridional arus fluktuasi yang terbentuk antara data insitu TRITON dengan data asimilasi GFDL tidak menunjukkan pola yang bersamaan seperti halnya yang terjadi pada komponen zonal arus. Namun pada

Dokumen yang terkait

Determination of The Rice Cropping Calendar based on ENSO (El Niño Southern Oscillation) and IOD (Indian Ocean Dipole) phenomena in Monsoon and Equatorial Regions

0 9 211

Analisis korelasi kanonik el nino southern oscillation (ENSO) dan dipole mode event (DME) dengan curah hujan di pulau Sumatera

0 14 10

Identifikasi Fenomena ENSO (El Nino-Southern Oscillation) DAN IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Daerah Jawa Barat (Studi Kasus Kabupaten Indramayu dan Cianjur)

3 29 184

Pengaruh ENSO (El Nino- Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap Dinamika Waktu Tanam Padi di Wilayah Tipe Hujan Equatorial dan Monsunal (Studi Kasus Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat dan Kabupaten Karawang, Jawa Barat)

2 24 60

Penetapan kalender tanam padi berdasarkan fenomena enso (El Niño Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) di wilayah Monsunal dan Equatorial

0 11 404

Pengaruh El Niño Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) terhadap Produktivitas Kelapa Sawit

1 2 56

Keragaman curah hujan indonesia saat fenomena indian ocean dipole (iod) dan el nino southern-oscillation (enso)

1 5 39

Pengaruh El Nino, La Nina Dan Indian Ocean Dipole.

0 0 1

Pengaruh Indian Ocean Dipole (IOD) dan El Nino Southern Osscillation (ENSO) Terhadap Variabilitas Upwelling Di Perairan Selatan Jawa.

0 1 1

ANALISIS HUBUNGAN DAN PEMODELAN LUAS PANEN PADI DENGAN INDIKATOR EL-NINO SOUTHERN OSCILLATION (ENSO) DI KABUPATEN

0 0 76