Menurut Saji dan Yamagata 2002 terbentuknya kutub suhu permukaan di Samudera Hindia menyebabkan terjadinya perubahan terhadap angin
permukaan yang bertiup di atas Samudera Hindia, terutama pada komponen zonal. Sistem IODM dan angin zonal ini saling mempengaruhi satu sama lain.
4.7.9. Angin dengan SOI
Hasil korelasi silang antara SOI dengan angin di bagian barat Sumatera ditampilkan pada Tabel 16 dan Lampiran 9.
Tabel 16. Hasil Korelasi Silang antara SOI dengan Angin
Parameter Periode
Bulan
Densitas Energi Silang yang
Signifikan Koherensi
Kuadrat Beda Fase
tan -1 Waktu
SOI Angin Zonal
8.49 -30.1658
0.572685 -2.80964
-50 Hari 12.43
37.2035 0.309100
1.31972 55 Hari
14.50 39.1584
0.492740 0.35131
24 Hari 20.47
92.2974 0.696184
0.10028 10 Hari
29.00 195.9817
0.831059 0.13984
19 Hari 49.71
245.2789 0.839390
0.17672 42 Hari
Angin Meridional
2.18 -18.230
0.929508 -2.77890
-13 Hari 2.50
-24.442 0.872024
3.12325 15 Hari
8.49 20.678
0.738418 0.22464
9 Hari 11.60
15.363 0.719838
-1.46831 -54 Hari
20.47 -103.721
0.729738 2.81761
120 Hari 29.00
-144.192 0.797589
3.07137 174 Hari
58.00 -202.934
0.799008 -2.96078
-345 Hari
Dari Tabel 16 terlihat bahwa nilai densitas energi silang tertinggi berada pada korelasi silang antara SOI dengan angin zonal pada periode 4 dan 2,5
tahun. Dengan nilai koherensi masing-masing sebesar 0.839390 dan 0.831059. Hal ini berarti bahwa fluktuasi antar-tahunan komponen zonal angin di perairan
barat Sumatera dipengaruhi oleh adanya fluktuasi antar-tahunan ENSO. Pada sebaran temporal antara SOI dengan stickplot angin, terlihat bahwa pada saat
terjadi ENSO, kecepatan angin di perairan barat Sumatera lebih tinggi
dibandingkan biasanya. Hal ini diduga karena pada saat terjadi ENSO, gradien suhu yang terbentuk antara Samudera Pasifik bagian timur dengan Samudera
Pasifik bagian barat menjadi semakin besar. Perbedaan suhu tersebut akan membangkitkan angin zonal di Samudera Pasifik tropis yang kemudian akan
mempengaruhi angin yang terjadi di Indonesia. Godfrey 2001 dan Susanto et. al. 2001 menyatakan bahwa pada saat
terjadi El Nino terlihat adanya penguatan angin zonal pada Samudera Hindia bagian timur perairan barat Sumatera, akibat adanya anomali dari suhu di
daerah tersebut.
86
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pada saat Angin Muson Barat Laut arus dan angin bergerak ke arah tenggara, sedangkan suhu pada lapisan tercampur cenderung lebih tinggi
dibandingkan biasanya dan lapisan termoklin menjadi lebih tipis. Pada saat Angin Muson Tenggara arus bergerak ke arah barat laut dan barat daya dan
angin bergerak ke arah barat laut, sedangkan suhu pada lapisan tercampur cenderung lebih rendah dan lapisan termoklin mejadi lebih tebal. Pada saat
Musim Peralihan arus cenderung bergerak ke arah tenggara, angin lebih cenderung bergerak ke arah barat laut dan suhu pada lapisan permukaan lebih
tinggi. Arus pada kedalaman 5 dan 25 meter lapisan permukaan lebih
bervariasi dan lebih kuat dibandingkan dengan arus pada kedalaman 55, 75, 125, 155, 175 446 dan 617 meter lapisan termoklin dan lapisan dalam. Arus
pada lapisan termoklin dan lapisan dalam lebih dominan bergerak ke arah tenggara sepanjang tahunnya. Arus yang bergerak ke arah tenggara merupakan
representasi dari Arus Sakal Samudera Hindia ASH dan Jet Wyrtki yang telah membentur pantai barat Sumatera. Sedangkan arus yang bergerak ke arah
barat laut dan barat daya merupakan representasi dari Arus Khatulistiwa Selatan AKS yang mencapai daerah penelitian pada puncak Angin Muson Tenggara
dan bertemu dengan ASH. Suhu air laut pada kedalaman 5 dan 25 meter di perairan barat Sumatera
cenderung stabil dan berkisar antara 27 hingga 30
o
C. Suhu pada kedalaman 55, 75, 125, 155 dan 175 meter, sehingga diperkirakan bahwa batas atas lapisan
termoklin di perairan barat Sumatera mencapai kedalaman 55 meter dan batas bawahnya hingga kedalaman 175 meter. Pada kedalaman 250, 446 dan 617