Gambar 11. Grafik perbandingan antara data suhu GFDL dengan data suhu buoy TRITON
Kesamaan pola fluktuasi dan nilai suhu yang hampir mirip antara data suhu dari GFDL dengan data suhu dari buoy TRITON insitu menunjukkan
bahwa data suhu dari GFDL yang digunakan dalam penelitian ini cukup valid untuk digunakan dalam pengamatan variabilitas suhu di perairan barat Sumatera.
4.2. Sebaran Arus
Sebaran arah dan kecepatan arus di perairan barat Sumatera pada kedalaman 5 meter, 25 meter, 55 meter, 75 meter, 125 meter, 155 meter, 250
meter, 446 meter dan 617 meter ditampilkan dalam bentuk stickplot masing- masing pada Gambar 12, 13, 14, 15 dan 16. Dari gambar tersebut dapat dilihat
bahwa pada kedalaman 5 dan 25 meter pola arus lebih bervariasi, sedangkan pada kedalaman 55 dan setelahnya arah arus menunjukkan pola yang lebih
beraturan.
Gambar 12. Stickplot Arus Perairan Barat Sumatera pada Januari 1979 hingga Desember 1984 a 5 meter b 25 meter c 55 meter d 75 meter e
125 meter f 155 meter g 175 meter h 250 meter i 446 meter j 617 meter
Ket : Skala kecepatan arus pada kedalaman 446 dan 617 meter diperbesar 10 kali lipat 0,01 ms
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
Gambar 13. Stickplot Arus Perairan Barat Sumatera pada Januari 1985 hingga Desember 1990 a 5 meter b 25 meter c 55 meter d 75 meter e
125 meter f 155 meter g 175 meter h 250 meter i 446 meter j 617 meter
Ket : Skala kecepatan arus pada kedalaman 446 dan 617 meter diperbesar 10 kali lipat 0,01 ms
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
Gambar 14. Stickplot Arus Perairan Barat Sumatera pada Januari 1991 hingga Desember 1996 a 5 meter b 25 meter c 55 meter d 75 meter e
125 meter f 155 meter g 175 meter h 250 meter i 446 meter j 617 meter
Ket : Skala kecepatan arus pada kedalaman 446 dan 617 meter diperbesar 10 kali lipat 0,01 ms
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
Gambar 15. Stickplot Arus Perairan Barat Sumatera pada Januari 1997 hingga Desember 2002 a 5 meter b 25 meter c 55 meter d 75 meter e
125 meter f 155 meter g 175 meter h 250 meter i 446 meter j 617 meter
Ket : Skala kecepatan arus pada kedalaman 446 dan 617 meter diperbesar 10 kali lipat 0,01 ms
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
Gambar 12. Stickplot Arus Perairan Barat Sumatera pada Januari 2002 hingga Desember 2007 a 5 meter b 25 meter c 55 meter d 75 meter e
125 meter f 155 meter g 175 meter h 250 meter i 446 meter j 617 meter
Ket : Skala kecepatan arus pada kedalaman 446 dan 617 meter diperbesar 10 kali lipat 0,01 ms
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
Pada lapisan permukaan kedalaman 5 hingga 55 meter terlihat arus lebih dominan bergerak ke arah tenggara. Secara umum pada saat bertiup Angin
Muson Barat Laut November-Februari arus bergerak ke arah tenggara. Pada saat bertiup Angin Muson Tenggara Juni-Agustus arah arus pada kedalaman 5
dan 25 meter lebih dominan bergerak ke arah barat daya dan pada kedalaman 55 meter arus lebih dominan bergerak ke arah barat laut. Sedangkan pada
musim peralihan I dan II arus lebih condong bergerak secara tidak beraturan dengan arah menuju ke tenggara maupun ke arah barat laut.
Pada lapisan termoklin 75 meter hingga 175 meter arus di perairan barat Sumatera pada saat bertiup Angin Muson Barat Laut dan saat peralihan
juga lebih dominan bergerak ke arah tenggara. Hanya pada Angin Muson Tenggara arus terkadang bergerak ke arah barat laut. Hal yang sama juga
terjadi pada lapisan dalam 250 meter hingga 617 meter pada sepanjang tahunnya arus lebih dominan bergerak ke arah tenggara, dan diselingi ke arah
barat laut pada saat Angin Muson Tenggara. Pergerakan arus ke arah tenggara pada saat Angin Muson Barat Laut
dan ke arah barat laut pada saat Angin Muson Tenggara di lapisan permukaan 5 dan 25 meter diduga merupakan pengaruh dari adanya angin muson yang
berubah arah setiap enam bulan sekali. Hal yang sama juga dikemukakan Martono et al. 2008 yang menyatakan bahwa arus permukaan laut di perairan
Samudera Hindia sangat dipengaruhi oleh adanya sistem Angin muson. Selain itu pergerakan arus ke arah tenggara diduga juga merupakan representasi dari
ASH yang telah membentur pantai barat Sumatera. Hasil ini sesuai dengan Wyrtki 1961 yang menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian, ASH yang
berasal dari Samudera Hindia bagian barat perairan timur Afrika bergerak ke arah tenggara.
Pergerakan arus ke arah barat daya pada saat Angin Muson Tenggara diduga merupakan AKS yang mencapai daerah penelitian dan kemudian bertemu
dengan ASH. Hal ini sesuai dengan Wyrtki 1961 yang menyatakan bahwa pada akhir Angin Muson Tenggara poros AKS terdorong ke arah utara sehingga
bertemu dengan ASH. Pada saat musim peralihan arus lebih dominan bergerak ke arah tenggara. Hal ini diduga merupakan representasi dari Jet Wyrtki. Wyrtki
1973 menyatakan bahwa pada saat peralihan terbentuk Jet Wyrtki yang bergerak ke arah tenggara di perairan barat Sumatera.
Pergerakan arus di lapisan termoklin dan lapisan dalam juga merupakan representasi dari adanya AKS, ASH dan Jet Wyrtki yang terdapat di perairan
Samudera Hindia. Hal ini berarti data arus yang berasal dari GFDL NOAA yang digunakan dalam penelitian ini cukup mewakili adanya sirkulasi arus di perairan
barat Sumatera. Dari gambar 12, 13, 14, 15 dan 16 terlihat bahwa Arus di perairan barat
Sumatera memiliki fluktuasi setengah-tahunan semi-annual dan fluktuasi tahunan annual. Fluktuasi setengah-tahunan ditunjukkan dengan adanya
pergantian arah arus setiap 6 bulan di lapisan permukaan. Hal ini diduga merupakan pengaruh dari sistem Angin Muson yang bergerak di perairan barat
Sumatera, serta adanya Jet Wyrtki yang berkembang pada saat peralihan. Sedangkan fluktuasi tahunan ditunjukkan dengan adanya variasi arah dan
kecepatan arus di setiap musimnya. Martono et al. 2008 juga menyatakan bahwa variabilitas arus di perairan barat Sumatera dipengaruhi oleh adanya
Angin Muson.
4.3. Sebaran Suhu