Pengertian Pendapatan dan Kekayaan
Pandangan bahwa pendapatan dan kekayaan bukanlah tujuan akhir melainkan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang lainnya sudah muncul sejak
zaman Aristoteles. Pemenang Hadiah Nobel untuk bidang ekonomi tahun 1998, Amartya Sen, berpendapat bahwa “kapabilitas untuk berfungsi” adalah yang
paling menentukan status miskin-tidaknya seseorang. Sen berkata, “Pertumbuhan
ekonomi dengan sendirinya tidak dapat dianggap sebagai tujuan akhir. Pembangunan haruslah lebih memperhatikan peningkatan kualitas kehidupan
yang kita jalani dan kebebasan yang kita nikmati. Selanjutnya, Sen memaparkan bahwa tingkat kemiskinan tidak dapat diukur dari tingkat pendapatan atau bahkan
dari utilitas seperti pemahaman konvensional; yang paling penting bukanlah apa yang dimiliki seseorang kekayaan ataupun kepuasan yang ditimbulkan dari
barang-barang tersebut melainkan apakah yang dapat dilakukan oleh seseorang dengan barang-barang tersebut. Yang berpengaruh terhadap kesejahteraan bukan
hanya karakteristik komoditas yang dikonsumsi, seperti dalam pendekatan utilitas, tetapi manfaat apa yang dapat diambil oleh konsumen dari komoditi-komoditi
tersebut. Contohnya, sebuah buku memiliki nilai yang kecil bagi orang yang buta huruf Todaro dan Smith 2006.
Kualitas kehidupan memang mensyaratkan adanya pendapatan yang lebih tinggi, namun yang dibutuhkan bukan hanya itu. Pendapatan yang lebih tinggi
hanya merupakan salah satu dari sekian banyak syarat yang harus dipenuhi. Banyak hal lain yang juga harus diperjuangkan, yakni pendidikan yang lebih baik,
peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, peningkatan kebebasan
individual, dan pelestarian ragam kehidupan budaya Todaro dan Smith 2006. Pendapatan yang tinggi akan menambah kekayaan, namun kekayaan yang
banyak kadang tidak menambah kebahagiaan bagi penduduknya. Kekayaan itu sendiri memungkinkan negara untuk menambah pilihan di dalam pengeluaran
untuk belanja, sehingga diperlukan kemampuan untuk mengendalikan segala sesuatu yang lebih jelas. Dengan demikian, peningkatan pendapatan dan kekayaan
suatu negara memang diperlukan tetapi yang terpenting adalah peningkatan
standar hidup, seperti perbaikan kualitas pendidikan, penambahan penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kesehatan atau yang lainnya.
Di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi tidak selalu berbanding lurus dengan penurunan angka pengangguran. Pertumbuhan ekonomi dan angka
pengangguran memang saling terkait, namun sangat bergantung pada kondisi dan struktur perekonomian negara bersangkutan. Hal ini berbeda dengan negara
kapitalis, yang berbasis tenaga kerja, atau negara-negara maju. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Badan Pusat Statistik, M Sairi Hasbullah, mengatakan
bahwa ketika pertumbuhan ekonomi melambat, justru bisa saja terjadi penurunan pengangguran. Sebaliknya, ketika ekonomi tumbuh, pengangguran justru
bertambah banyak. Sebagai contoh, petani meningkatkan nilai tambah dalam produksi saat mengalami pertumbuhan ekonomi. Implikasi, pengangguran justru
bertambah, lantaran penggunaan tenaga kerja dalam sektor pertanian digantikan oleh mesin. Petani yang dulunya hanya memiliki luas lahan satu hektar, semakin
kaya ia, semakin ia memperkaya teknologi pertaniannya. Sehingga tidak ada rumus baku yang menyatakan bahwa berapa persen pertumbuhan ekonomi akan
diikuti dengan berapa persen penurunan angka pengangguran Triana 2010. Sejak tahun 1990, Human Development Index HDI digunakan untuk
memeringkat semua negara dari skala 0 tingkat pembangunan manusia yang paling rendah hingga 1 tingkat pembangunan manusia yang tertinggi
berdasarkan tiga tujuan atau produk akhir pembangunan: masa hidup yang diukur dengan usia harapan hidup, pengetahuan yang diukur dengan kemampuan baca
tulis orang dewasa secara tertimbang dan rata-rata tahun bersekolah, serta standar kehidupan
yang diukur dengan pendapatan riil per kapita, disesuaikan dengan paritas daya beli dari mata uang setiap negara untuk mencerminkan biaya hidup
dan untuk memenuhi asumsi utilitas marjinal yang semakin menurun dari pendapatan. HDI digunakan untuk memeringkat semua negara menjadi tiga
kelompok: tingkat pembangunan manusia yang rendah 0,0 hingga 0,499, tingkat pembangunan manusia menengah 0,5 hingga 0,799, dan tingkat pembangunan
manusia yang tinggi 0,8 hingga 1,0 Todaro dan Smith 2006.
Indeks pendapatan suatu negara dapat dihitung dengan cara menghitung log natural dari pendapatan saat ini dikurangi dengan log natural 100 karena diyakini
pendapatan per kapita paling rendah dari suatu negara adalah 100 dibagi dengan log jumlah maksimum pendapatan yang dicapai sebuah negara paritas daya beli
yang dipatok oleh UNDP sebesar 40.000 dikurangi log natural 100. Hasilnya adalah angka indeks yang berkisar antara 0 sampai 1. Sebagai contoh, Negara
Armenia, mempunyai pendapatan per kapita tahun 1999 sebesar 2.215, dari pendapatan tersebut, maka indeks pendapatannya dapat dihitung sebagai berikut:
log 2.215 −log 100
log 40,000 −log 100
= 0,517 Dengan nilai indeks pendapatan yang berada di sekitar pertengahan antara titik
minimum dan maksimum 0,517 dekat dengan 0,5, untuk kasus Negara Armenia, mudah untuk melihat bahwa di sini terdapat efek utilitas marjinal yang semakin
menurun. Pendapatan sebesar 2.215, yang kurang dari 6 dibandingkan dengan pos tujuan maksimum paritas daya beli sebesar 40.000, sudah cukup untuk
menjangkau lebih dari setengah nilai maksimum indeks tersebut. Dari indeks pendapatan tersebut, Armenia merupakan negara dengan tingkat pembangunan
manusia menengah Todaro dan Smith 2006.