Latar Belakang Kajian Model Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Berat Produk Pangan Gorengan Berlapis Tepung

1 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini masyarakat Indonesia sangat akrab dengan makanan siap saji. Gaya hidup yang semakin menuntut efisiensi waktu menjadikan masyarakat lebih senang mengonsumsi makanan yang tidak memerlukan waktu lama untuk diolah dan disajikan. Saliem dan Ariningsih 2009 menyebutkan bahwa berdasarkan data Susenas, alokasi pengeluaran rumah tangga untuk makanan jadi meningkat tiga hingga lima persen pada tahun 1999-2005. Perilaku membeli makanan jadi, atau dapat disebut jajan, lebih banyak ditemui di daerah perkotaan daripada pedesaan. Dari 22 jenis jajanan yang ditanyakan dalam Susenas, gorengan adalah jajanan yang paling disukai di Indonesia. Data Susenas modul konsumsi 2002 menyebutkan bahwa gorengan dipilih oleh 49 rumah tangga Indonesia Suleeman dan Sulastri 2006. Gorengan adalah makanan yang mengalami proses penggorengan dengan menggunakan minyak goreng. Jenis makanan tersebut merupakan salah satu jajanan yang mudah didapat karena banyak dijajakan hingga di pinggir jalan. Gorengan terutama menjadi pilihan masyarakat karena dapat memberikan asupan energi di antara waktu makan. Namun pada kenyataannya belum banyak yang mengetahui keamanan gorengan tersebut untuk dikonsumsi. Salah satu aspek yang dapat menyebabkan gorengan kurang aman bagi kesehatan jika dikonsumsi adalah kadar cemaran di dalamnya. Posisi tempat berjualan yang berada di tepi jalan raya memungkinkan terjadinya penjerapan atau penyerapan logam berat dari asap kendaraan bermotor. Hasil penelitian Marbun 2010 menunjukkan bahwa seluruh sampel gorengan yang dijajakan di pinggir jalan Pasar I Padang Bulan Medan mengandung logam berat timbal Pb. Rata- rata kadar timbal dalam gorengan mengalami peningkatan dengan semakin lamanya waktu pajanan oleh bahan pencemar. Penyebab lain yang dapat menambah kadar cemaran pada gorengan adalah perilaku produsen penjual selama melakukan pengolahan. Penjual gorengan seringkali merokok sambil melakukan penggorengan atau saat menunggu pembeli. Penelitian Badan Litbangkes tahun 2007 menunjukkan bahwa 45.6 laki-laki Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas merokok setiap hari. Dari persentase tersebut, sebagian besar adalah laki-laki pada kelompok usia produktif yaitu 25-64 tahun DEPKES RI 2009. Oleh karena itu, gorengan yang siap dijajakan juga dapat terpajan asap rokok dari penjual. Menurut PP No. 81 Tahun 1999, rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu atau bentuk lainnya, yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin atau tar dengan atau tanpa bahan tambahan Sekretariat Negara Republik Indonesia 1999. Rokok dikonsumsi dengan cara dibakar salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung yang lain. Asap rokok mengandung sekitar 4000 bahan kimia yang dapat dibagi menjadi komponen gas dan komponen partikel. Tar merupakan salah satu komponen partikel yang mengandung bahan-bahan karsinogen sehingga dapat menyebabkan kanker. Semakin tinggi kadar bahan berbahaya dalam satu batang rokok, semakin besar kemungkinan asap rokok tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Kenyataannya, rokok Indonesia memiliki kadar tar lebih tinggi dari rokok-rokok produksi luar negeri Aditama 1992 sehingga lebih berbahaya bagi kesehatan. Zat berbahaya lain yang terkandung dalam asap rokok adalah logam berat. Taftazani dan Widodo 2008 menyebutkan bahwa pada penelitian terhadap tujuh rokok kretek dan empat rokok non-kretek Jawa Timur, diperoleh hasil adanya logam berat Hg, Cd, Cr, dan Co pada semua sampel. Penelitian lainnya oleh Mulyaningsih 2009 terhadap lima merk rokok filter dan lima merk rokok kretek Indonesia menunjukkan adanya unsur logam toksik dan karsinogenik yaitu di antaranya Co, Br, 2 dan Cr. Unsur-unsur logam pada rokok terdistribusi dalam asap sebanyak 3-79. Asap dari rokok kretek mengandung logam berat yang jauh lebih tinggi dari asap rokok filter. Keberadaan unsur logam berat pada asap rokok patut dijadikan perhatian karena dapat teradsorpsi atau terabsorpsi oleh bahan lainnya, salah satunya adalah bahan pangan. Adsorpsi atau penjerapan adalah peningkatan konsentrasi suatu zat pada permukaan antara dua fase dibandingkan dengan konsentrasi zat tersebut dalam medium pendispersinya. Absorpsi adalah proses penyerapan suatu zat oleh zat lain. Kajian model pemajanan asap rokok terhadap kadar logam berat gorengan dirasa penting karena gorengan umumnya tidak mengalami pengolahan atau tindakan lebih lanjut yang dapat menurunkan risiko bahaya setelah diolah. Fokus kajian dilakukan pada gorengan berlapis tepung, sebab umumnya bahan pangan digoreng setelah dilumuri lapisan tepung adonan terlebih dahulu untuk menambah selera dan kerenyahan.

B. Tujuan Penelitian