Pengukuran Kadar Logam Berat dengan AAS AOAC Method 957.03.1999

13 dilakukan dengan dua tahapan, yaitu destruksi dingin selama semalam tanpa pemanasan dan destruksi panas. Modifikasi metode pengabuan basah dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi analisis. Prinsip dasar pengabuan basah tetap sama, namun terdapat perbedaan pada jumlah sampel dan jumlah pereaksi yang digunakan. Metode Nielsen 2010 menganalisis 1 g sampel saja. Dengan pertimbangan bahwa logam berat yang terkandung dalam sampel berjumlah kecil, maka sampel yang dianalisis adalah 10 g untuk rokok dan 20 g untuk gorengan. Jumlah pereaksi yang digunakan pada metode Nielsen 2010 adalah 3 ml H 2 SO 4 pekat dan 5 ml HNO 3 pekat untuk tahapan awal, serta 3-5 ml HNO 3 pekat untuk penambahan selanjutnya. Karena jumlah sampel jauh lebih banyak, maka digunakan 10 ml H 2 SO 4 pekat dan 15 ml HNO 3 pekat untuk tahapan awal serta 8 ml HNO 3 pekat untuk penambahan selanjutnya. Modifikasi lain terhadap metode pengabuan basah yaitu dilakukan destruksi dingin selama semalam yang tidak tercantum dalam metode Nielsen 2010. Destruksi dingin bertujuan mengurangi jumlah pereaksi dan pemanasan yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi akhir preparasi. Dengan destruksi dingin dalam semalam, sampel sudah mengalami penghancuran terlebih dahulu dalam kondisi dingin sebelum mengalami penghancuran selanjutnya yang disertai pemanasan. Pengabuan basah untuk analisis logam berat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut. Sampel dimasukkan ke dalam tabung digest, ditambahkan H 2 SO 4 pekat sebanyak 10 ml dan HNO 3 pekat sebanyak 15 ml, kemudian didiamkan selama semalam untuk didestruksi dingin. Setelah semalam, sampel diberi perlakuan pemanasan menggunakan digester dengan kenaikan panas bertahap mulai dari skala 2 hingga 7. Peningkatan skala dilakukan setiap 15 menit. Selama pemanasan, asap berwarna kuning kecoklatan akan terbentuk. Setelah asap kuning kecoklatan yang terbentuk menjadi berkurang dan terlihat adanya asap putih dari dekomposisi H 2 SO 4 pekat, sampel akan berwarna gelap. Alat dimatikan dan tabung digest didinginkan selama 30 menit. Kemudian dilakukan penambahan 8 ml HNO 3 pekat dan sampel dipanaskan kembali seperti tahapan di atas. Jumlah sampel yang banyak menyebabkan sampel yang padat memerlukan tiga siklus agar menjadi cair seluruhnya. Tahapan penambahan HNO 3 pekat dan pemanasan diulang hingga larutan berwarna kuning bening. Keseluruhan proses pengabuan basah membutuhkan 9 siklus pemanasan. Setelah larutan berwarna bening, dilakukan pendinginan selama 30 menit. Selanjutnya ke dalam larutan ditambahkan air deionisasi sebanyak 10 ml, timbul asap putih, larutan didinginkan kembali selama 30 menit. Filtrat dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 50 ml dan ditepatkan dengan air deionisasi hingga tanda tera. Tahapan akhir adalah penyaringan dengan menggunakan kertas saring Whatman 41 untuk memastikan bahwa larutan bebas dari partikel-partikel berukuran besar yang dapat mempengaruhi pengukuran dengan AAS. Sampel larutan abu kemudian disimpan dalam botol polipropilena dan siap diukur kadar logam beratnya. Sebagai faktor koreksi dilakukan pula pembuatan blanko. Blanko adalah larutan yang mengalami perlakuan sama dengan sampel selama pengabuan basah, namun tidak mengandung sampel. Penggunaan blanko bertujuan memperoleh logam berat yang benar-benar berasal dari sampel, bukan berasal dari larutan pereaksi.

b. Pengukuran Kadar Logam Berat dengan AAS AOAC Method 957.03.1999

Pengukuran kadar logam berat dilakukan dengan Atomic Absorption Spectrophotometry AAS Shimadzu Tipe AA 7000 di Laboratorium Terpadu Departemen Kimia FMIPA IPB. Jenis AAS yang digunakan untuk analisis adalah tipe flame. Pengukuran menggunakan burner dan lampu yang berbeda untuk setiap jenis logam. Sampel harus berbentuk larutan abu yang terbebas dari bahan-bahan organik agar dapat dianalisis menggunakan AAS. Bagian-bagian dari alat AAS yaitu sumber sinar, sistem pengatoman atomizer, monokromator, detektor, dan sistem pembacaan. Prinsip pengukuran 14 dengan AAS adalah Hukum Lambert-Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Sampel larutan abu yang mengandung ion logam dilewatkan melalui nyala udara-asetilena dengan suhu tinggi 200 o C. Terjadi penguapan, dan logam berat tereduksi menjadi atom. Lampu katoda mengeluarkan energi pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang yang digunakan untuk pengukuran logam- logam berat yang dianalisis adalah sebagai berikut: cadmium λ = 228.8 nm, timbal λ = 217.0 nm, arsen λ = 193.7 nm, cobalt λ = 240.7 nm, dan chromium λ = 357.9 nm. Kemudian monokromator akan mengisolasi salah satu garis resonansi yang sesuai dengan sampel. Energi sinar dari monokromator akan diserap oleh atom-atom logam berat yang dianalisis. Jumlah energi cahaya yang diserap atom logam berat pada panjang gelombang tersebut sebanding dengan jumlah zat yang diuapkan saat dilewatkan melalui nyala api-etilen. Tahapan analisis AAS untuk jenis logam arsen sedikit berbeda. Sampel larutan abu dioksidasi dengan natrium boroksida dan natrium hidroksida 0.4 membentuk larutan garam. Pada bagian lain alat terdapat HCl 5 M sebagai larutan asam. Kedua larutan tersebut kemudian masuk ke dalam pengaduk sampel dan bercampur sehingga terbentuk gas. Gas tersebut selanjutnya dibakar dengan suhu tinggi, prosedur selanjutnya sama seperti analisis logam lainnya. Konsentrasi logam berat dalam contoh berbanding lurus dengan nilai absorbansinya. Karena itu diperlukan pula kurva standar yang dibuat dari seri larutan logam standar. Dengan memasukkan nilai absorbansi ke persamaan garis larutan standar, kadar logam berat pada sampel dapat diketahui. Sampel pada tiap perlakuan dikerjakan dengan dua ulangan, sehingga terdapat masing-masing dua larutan abu bagi tiap perlakuan sampel. Pembacaan pada alat AAS dilakukan tiga kali untuk setiap larutan abu, kemudian diperoleh rata-rata absorbansi. Dilakukan pula pembacaan absorbansi blanko sebagai faktor koreksi. Pengolahan data absorbansi yang diperoleh adalah sebagai berikut. Jika absorbansi sampel bernilai negatif, hasil yang dilaporkan yaitu kadar logam berat tersebut tidak terdeteksi. Jika absorbansi sampel positif, dilakukan pengurangan dengan absorbansi blanko. Hasil pengurangan yang negatif dilaporkan sebagai tidak terdeteksi. Jika hasil pengurangan dengan absorbansi blanko masih positif, dilakukan perhitungan lebih lanjut. Tabel 4 berikut menunjukkan limit deteksi alat AAS yang digunakan. Tabel 4. Limit deteksi alat AAS No Jenis Logam Berat Limit Deteksi mgkg 1 Cadmium Cd 0.0050 2 Timbal Pb 0.0050 3 Arsen As 0.0020 4 Cobalt Co 0.0050 5 Chromium Cr 0.0050 15 Kadar logam berat menurut AOAC 1999 dapat dihitung dengan persamaan 1 sebagai berikut: Kadar Logam Berat mgkg = [C] x V x FP 1 W Keterangan: [C] = konsentrasi logam berat dari pembacaan pada AAS mgL V = volume larutan abu ml FP = faktor pengenceran W = berat sampel yang diabukan g. 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Pendahuluan di Lapangan Jenis Gorengan Berlapis

Tepung Terlaris, Jenis Tepung, serta Merek dan Jumlah Rokok Terbanyak Dikonsumsi Penelitian pendahuluan di lapangan dilakukan pada bulan April 2011. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner dan metode wawancara. Responden adalah penjual gorengan pada lima kecamatan di Kota Bogor yaitu Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Tengah, Bogor Timur, Bogor Utara, dan Bogor Selatan, serta di Kabupaten Bogor yaitu wilayah Darmaga. Diperoleh data hasil wawancara dari 41 penjual gorengan di wilayah Bogor. Jenis pertanyaan pada kuesioner terbagi menjadi dua, yaitu mengenai gorengan dan perilaku merokok penjual gorengan. Rekapitulasi data mengenai gorengan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5 berikut. Gambar 4. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai jenis gorengan terlaris Gambar 5. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai jenis tepung yang digunakan untuk membuat gorengan Dari Gambar 4, diketahui bahwa 13 dari 41 responden menyatakan jenis gorengan yang terlaris adalah tempe. Jenis gorengan lainnya yang juga laris menurut responden adalah tahu isi dan bakwan, dengan penjawab 12 dan 8 responden. Jawaban responden bervariasi, ada yang menjawab hanya satu jenis dan ada pula yang menjawab dua jenis gorengan terlaris. Sebanyak 5 responden menyatakan pisang adalah gorengan terlaris. Ubi dipilih oleh 4 responden sebagai gorengan terlaris. Sementara