2 dan Cr. Unsur-unsur logam pada rokok terdistribusi dalam asap sebanyak 3-79. Asap dari rokok
kretek mengandung logam berat yang jauh lebih tinggi dari asap rokok filter. Keberadaan unsur logam berat pada asap rokok patut dijadikan perhatian karena dapat
teradsorpsi atau terabsorpsi oleh bahan lainnya, salah satunya adalah bahan pangan. Adsorpsi atau penjerapan adalah peningkatan konsentrasi suatu zat pada permukaan antara dua fase dibandingkan
dengan konsentrasi zat tersebut dalam medium pendispersinya. Absorpsi adalah proses penyerapan suatu zat oleh zat lain. Kajian model pemajanan asap rokok terhadap kadar logam berat gorengan
dirasa penting karena gorengan umumnya tidak mengalami pengolahan atau tindakan lebih lanjut yang dapat menurunkan risiko bahaya setelah diolah. Fokus kajian dilakukan pada gorengan berlapis
tepung, sebab umumnya bahan pangan digoreng setelah dilumuri lapisan tepung adonan terlebih dahulu untuk menambah selera dan kerenyahan.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Mempelajari pengaruh pemajanan asap rokok terhadap kadar logam berat pangan gorengan berlapis tepung.
2. Mempelajari hubungan antara jumlah pajanan asap rokok banyaknya rokok yang dibakar
dengan kadar logam berat pangan gorengan berlapis tepung.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Hasil penelitian yang diperoleh dapat menambah pengetahuan agar masyarakat lebih selektif dalam mengonsumsi gorengan.
2. Dengan pencerdasan masyarakat, hasil penelitian diharapkan dapat mengurangi perilaku
merokok sehingga tercipta lingkungan yang lebih sehat pada umumnya dan pangan yang lebih aman untuk dikonsumsi pada khususnya.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.
Asap rokok mengandung logam berat yang berbahaya bagi kesehatan manusia. 2.
Pemajanan asap rokok menyebabkan adanya cemaran logam berat pada pangan gorengan berlapis tepung.
3. Peningkatan jumlah pajanan asap rokok akan meningkatkan cemaran logam berat pada
pangan gorengan berlapis tepung.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Proses Penggorengan
Penggorengan adalah salah satu cara pengolahan pangan yang mudah serta banyak diminati. Penggorengan dengan minyak atau lemak banyak dipilih sebagai cara pengolahan karena mampu
meningkatkan citarasa dan tekstur bahan pangan yang spesifik, sehingga bahan pangan menjadi kenyal dan renyah Winarno 1999. Menurut Supriyanto et al. 2006, penggorengan merupakan
fenomena transpor yang terjadi secara simultan, yaitu transfer panas, transfer massa air, dan transfer serapan massa minyak. Saat proses penggorengan dilakukan, terjadi transfer panas dari minyak ke
bahan pangan, penguapan massa air, dan penyerapan minyak oleh bahan pangan. Suhu penggorengan yang dianjurkan adalah 177—201
o
C, atau tergantung jenis bahan yang digoreng Winarno 1999. Adanya perbedaan konsentrasi air dan minyak antara permukaan dan bagian dalam bahan
pangan menyebabkan proses transfer massa air dan massa minyak terjadi secara difusi. Proses difusi air dari dalam ke permukaan bahan pangan dan difusi minyak dari permukaan ke dalam bahan pangan
berlangsung bersamaan simultan dengan proses transfer panas dari permukaan ke dalam bahan pangan. Pinthus dan Sagui 1994 menyatakan bahwa minyak akan masuk ke dalam bahan menempati
pori-pori yang ditinggalkan oleh air. Proses difusi minyak akan berlangsung terus sampai akhir penggorengan bahkan pada waktu pendinginan pasca penggorengan Moreira dan Barrufet 1998
. Minyak yang digunakan untuk menggoreng merupakan salah satu faktor yang menentukan
keamanan suatu produk gorengan untuk dikonsumsi, sebab minyak akan berdifusi ke dalam bahan pangan dan membawa serta bahan-bahan lain yang terkandung di dalamnya. Terdapat acuan bagi
minyak goreng yang beredar di Indonesia agar terjamin mutu dan keamanannya bagi konsumen. Berikut adalah syarat mutu minyak goreng menurut SNI 01-3741-2002 BSN 2002.
Tabel 1. Syarat mutu minyak goreng menurut SNI 01-3741-2002
No. Kriteria Uji
Satuan Persyaratan
Mutu I Mutu II
1 Keadaan
1.1 Bau
Normal Normal
1.2 Rasa
Normal Normal
1.3 Warna
Putih, kuning pucat sampai kuning 2
Kadar air bb
maks 0.1 maks 0.3
3 Bilangan asam
mg KOHg maks 0.6
maks 2 4
Asam linolenat C18:3 dalam komposisi asam lemak minyak
maks 2 maks 2
5 Cemaran logam
5.1 Timbal Pb
mgkg maks 0.1
maks 0.1 5.2
Timah Sn mgkg
maks 40.0250 maks 40.0250
5.3 Raksa Hg
mgkg maks 0.05
maks 0.05 5.4
Tembaga Cu mgkg
maks 0.1 maks 0.1
6 Cemaran arsen As
mgkg maks 0.1
maks 0.1 7
Minyak pelikan negatif
Negatif CATATAN Dalam kemasan kaleng
CATATAN Minyak pelikan adalah minyak mineral dan tidak bisa disabunkan
Sumber: BSN 2002
4 Salah satu standar mutu yang diterapkan pada minyak goreng adalah cemaran logam. Hal
tersebut tergolong penting karena cemaran logam dalam minyak goreng akan terdifusi ke dalam bahan pangan dan mempengaruhi keamanan pangan untuk dikonsumsi. Penelitian Marbun 2010 dalam
studinya mengenai kadar timbal pada gorengan di pinggir jalan Pasar I Padang Bulan Medan tahun 2009 menyebutkan bahwa rata-rata kadar timbal gorengan sesaat setelah diangkat dari kuali
penggorengan yaitu 0.4287 mgkg. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan, salah satunya adalah minyak goreng, serta proses penggorengan dapat mempengaruhi jumlah cemaran
logam berat pada gorengan.
B. Struktur Bahan Pangan Goreng