28 Seseorang dengan simpanan zat besi rendah akan menyerap cadmium lebih besar dibandingkan
seseorang dengan simpanan zat besi normal IPCS 1990. Cadmium yang terserap tubuh tersebut dapat terakumulasi dalam hati dan ginjal. Akumulasi cadmium di ginjal dapat berlanjut hingga usia
50-60 tahun, sementara ekskresi senyawa tersebut berlangsung sangat lama, diperkirakan antara 10-33 tahun WHO 1990.
Studi lain oleh International Programme on Chemical Safety mengenai logam timbal menyatakan bahwa sistem metabolisme timbal dalam tubuh menyerupai metabolisme kalsium.
Sebanyak 5-15 timbal yang terkonsumsi akan terserap melalui saluran pencernaan, sedangkan sisanya tidak diserap tubuh dan akan dikeluarkan melalui feses. Penyerapan timbal meningkat 45
dalam kondisi berpuasa IPCS 1994. Dalam tubuh, logam timbal dapat tertransportasikan ke sumsum tulang, hati, dan ginjal.
Arsen adalah logam berat yang sumber paparan utamanya pada manusia berasal dari air atau makanan. Tingkat penyerapan arsen dalam tubuh beragam tergantung jenis dan valensi logam arsen
tersebut. Setelah terserap tubuh, arsen terikat pada hemoglobin, leukosit, dan protein plasma, kemudian terakumulasi di hati dan ginjal. Sebanyak 60 komponen arsen dalam tubuh diekskresikan
melalui urin setiap harinya IPCS 1996. WHO 2006 menyebutkan bahwa tingkat penyerapan logam cobalt melalui saluran
pencernaan bervariasi antara 18-97 dari jumlah yang dikonsumsi, tergantung jenis senyawa dan kondisi nutrisi individu tersebut. Cobalt yang diserap tubuh terakumulasi pada berbagai organ,
terbanyak pada hati. Logam berat lainnya yaitu chromium juga merupakan logam yang tingkat penyerapannya bergantung pada jenis senyawa dan valensinya. Studi menunjukkan bahwa tingkat
penyerapan tujuh jenis senyawa chromium melalui saluran pencernaan bervariasi antara 0.7 hingga 2 WHO 2009.
F. Perkiraan Deviasi Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan masih berupa permodelan, belum sesuai dengan kondisi di lapangan. Terdapat beberapa faktor yang bisa mempengaruhi menurunkan atau meningkatkan kadar logam
berat pada gorengan. Faktor-faktor berikut dapat menurunkan kadar logam berat pada gorengan jika dibandingkan dengan hasil penelitian, yaitu:
1 Volume udara pendispersi asap rokok
Model pemajanan dibuat menggunakan smoking chamber berupa wadah kaca bertutup dengan volume 1594 cm
3
. Asap utama dari rokok yang dibakar terdispersi ke udara dalam wadah kaca bertutup tersebut, kemudian logam berat dalam asap rokok terjerap atau
terserap oleh gorengan berlapis tepung. Di lapangan, tempat menjajakan gorengan pada gerobak memiliki ukuran 97 cm x 70 cm x 87 cm. Volume udara dalam tempat tersebut
adalah 590730 cm
3
, jauh lebih besar dibandingkan dengan volume udara pada model pemajanan yang dilakukan. Asap rokok dari penjual gorengan terdispersi dalam udara
yang bervolume besar, sehingga menurunkan kemungkinan logam berat pada asap terjerap atau terserap oleh gorengan dalam kadar yang sama dengan model pemajanan yang
dilakukan. 2
Jumlah gorengan Jumlah gorengan yang digunakan pada model pemajanan adalah empat potong. Logam
berat dari asap rokok dalam smoking chamber terjerap atau terserap pada keempat potong gorengan tersebut, sehingga kemungkinan kadar logam berat lebih tinggi lebih
terkonsentrasi. Di lapangan, jumlah gorengan yang dijajakan jauh lebih banyak sehingga
29 kemungkinan logam berat yang terjerap atau terserap gorengan akibat perilaku merokok
penjual gorengan akan lebih sedikit. 3
Permukaan yang terpajan asap rokok Pada model pemajanan yang dilakukan, gorengan di dalam smoking chamber diletakkan
dalam posisi berdiri. Hal tersebut menyebabkan permukaan gorengan yang terpajan asap rokok lebih banyak bagian atas dan bawah gorengan terpajan asap rokok. Di lapangan,
selain jumlah gorengan lebih banyak, penataan gorengan yang bertumpuk menyebabkan permukaan yang terpajan asap rokok hanya sedikit, misalnya bagian atas atau bagian
samping gorengan saja. Kondisi tersebut menyebabkan logam berat yang terjerap atau terserap oleh gorengan mungkin berkurang.
4 Pergantian gorengan dan kontinuitas konsumsi rokok
Model pemajanan untuk asap 6 rokok dilakukan dengan empat potong gorengan yang sama. Gorengan tersebut mengalami tahap persiapan untuk dianalisis logam beratnya
setelah dipajankan asap 6 rokok secara kontinu. Begitu pula dengan gorengan yang dipajankan asap 1 rokok dan 12 rokok. Di lapangan, sebagian besar penjual gorengan
memang merokok 6 batang selama berjualan, namun rokok tersebut tidak dikonsumsi secara terus-menerus. Karena itu terdapat kemungkinan, ketika rokok berikutnya
dikonsumsi, gorengan yang terpajan asap dari rokok yang dikonsumsi sebelumnya telah terjual. Pergantian gorengan yang terpajan asap rokok tersebut menurunkan jerapan atau
serapan logam berat oleh gorengan jika dibandingkan dengan kondisi model pemajanan. Selain itu, terdapat pula beberapa faktor yang dapat meningkatkan kadar logam berat pada
gorengan di lapangan jika dibandingkan dengan hasil penelitian, yaitu: 1
Asap samping dan abu rokok Pemajanan asap rokok pada penelitian dilakukan dengan asap utama, yaitu asap yang
dihisap dan dihembuskan kembali. Ketika dilakukan pengambilan data perilaku merokok penjual gorengan di lapangan, terdapat beberapa perilaku merokok yang teramati. Selain
menghembuskan asap rokok ke gorengan yang dijajakan, penjual gorengan juga meletakkan rokok yang masih menyala di dekat gorengan yang dijajakan. Rokok yang
tidak dihisap tetap mengeluarkan asap hasil pembakaran rokok itu sendiri, yang disebut asap samping. Hasil pembakaran berupa abu juga tertinggal di dekat gorengan yang
dijajakan. Oleh karena itu, asap samping dan abu rokok kemungkinan dapat meningkatkan kadar cemaran logam berat pada gorengan.
2 Minyak goreng dan proses penggorengan
Sampel yang digunakan pada penelitian diolah dengan minyak goreng yang baru untuk setiap ulangan. Di lapangan, penjual gorengan umumnya menggunakan minyak goreng
yang sama untuk beberapa kali proses penggorengan. Minyak yang telah berkali-kali dipakai menggoreng memiliki kemungkinan mengandung cemaran logam berat. Penelitian
Marbun 2010 menyebutkan bahwa rata-rata kadar timbal pada gorengan sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan yaitu 0.4287 mgkg. Hal tersebut menunjukkan bahwa
bahan baku yang digunakan salah satunya adalah minyak goreng dapat menambah cemaran logam berat pada gorengan. Minyak goreng yang telah mengandung cemaran
logam berat tersebut akan berdifusi ke dalam pangan akibat proses penggorengan. Dengan demikian cemaran logam berat pada gorengan akan meningkat.
30 3
Udara sekitar Gorengan yang dijajakan di pinggir jalan memiliki kemungkinan yang besar untuk
terkontaminasi logam berat dari udara bebas di sekitar lokasi penjualan. Cemaran tersebut terutama berasal dari asap kendaraan bermotor. Kadar cemaran logam berat pada gorengan
akan meningkat dengan semakin lamanya waktu pemajanan Marbun 2010. Gorengan yang terpajan tiga jam setelah diangkat dari kuali memiliki kadar timbal 0.8398 mgkg,
sedangkan gorengan yang telah terpajan enam jam memiliki kadar timbal 1.1197 mgkg. Kadar cemaran tersebut mendekati cemaran timbal pada gorengan setelah dipajankan asap
6 rokok 0.9233 mgkg dan 12 rokok 1.1932 mgkg. Cemaran logam berat juga dapat berasal dari perokok yang berada di sekitar lokasi penjualan gorengan. Oleh karena itu,
udara sekitar yang mengandung cemaran logam berat dapat meningkatkan kadar cemaran logam berat pada gorengan.
31
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan