Indikator Orientasi Etis Orientasi Etis
34 perguruan tinggi swasta. Perguruan tinggi negeri PTN adalah pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan dan diadakan oleh pemerintah, dalam hal ini departemen atau lembaga pemerintahan lain,
sedangkan perguruan tinggi swasta PTS adalah pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang diadakan oleh masyarakat.
Definsi tersebut tertera dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan
Pengelolaan Perguruan Tinggi. Bentuk perguruan tinggi di Indonesia meliputi akademik, politeknik, sekolah, institut atau universitas. Program
pendidikan dapat berupa diploma D-1, D-2, D-3, D-4, sarjana S-1, magister S-2, spesialis SP 12, dan doctor S-3 yang diselenggarakan
oleh pendidikan tinggi. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi maupun vokasi Haskara, 2010.
Perguruan tinggi negeri secara historis memang memiliki citra lembaga yang lebih baik dibandingkan dengan perguruan tinggi swasta. Menurut
Haskara 2010, PTN memiliki komitmen untuk lebih mengutamakan kualitas calon mahasiswa yang sesuai dengan bakat atau kecerdasan, bukan
sesuai dengan kemampuan keuangannya. Sedangkan, di beberapa PTS lebih mementingkan kemampuan keuangan calon mahasiswa. Hal in
disebabkan karena proses penerimaan mahasiswa baru baik di PTN dan PTS juga berbeda. PTN proses penyeleksian mahasiswa baru sangatlah
ketat, melalui berbagai ujian masuk dan syarat. Sedangkan di PTS dalam proses penerimaan mahasiswa baru kurang begitu ketat, dikarenakan ujian
35 masuk di perguruan tinggi swasta hanya dijadikan suatu prosedur yang
tidak utama. Rentang jadwal seleksi masuk PTS lebih panjang daripada rentang
jadwal masuk PTN. Mahasiswa yang tidak masuk PTN akan mendaftar di PTS. Dengan adanya perbedaan penyeleksian masuk antara PTN dan PTS
menyebabkan adanya perbedaan kualitas mahasiswa sebagai input. Perbedaan tingkat pendidikan dosen yang ada di masing-masing perguruan
tinggi dapat menjadi salah satu faktor penyebab perbedaan pemahaman mahasiswa terhadap pelajaran yang disampaikan. Dosen yang berkompeten
umumnya dilihat dari seberapa jauh dosen menguasai materi dan menerapkan model pembelajaran yang tepat untuk materi yang dipelajari
Utami, 2012. Perbedaan jumlah SKS pun ternyata juga mempengaruhi, menurut Maulina dalam Yulistina 2016 mengatakan bahwa perbedaan
jumlah SKS untuk muatan kuliah yang menunjang pemahaman mengenai etika dapat menyebabkan adanya perbedaan persepsi mahasiswa.
Hal ini senada disampaikan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi DIKTI mengenai penilaian dalam memberikan evaluasi maupun ranking pada
seluruh perguruan tinggi baik perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta di Indonesia yaitu kualitas dosen 12, dengan menghitung jumlah
dosen berpendidikan doktor, lektor kepala dan guru besar, serta kecukupan dosen tetap 18, akreditasi 30, baik institusi maupun jumlah program
studi terakreditasi A maupun B. Dari segi mahasiswa, kualitas atau prestasi kegiatan kemahasiswaan 10, dan yang terakhir adalah, kualitas kegiatan