Kajian Teori KAJIAN PUSTAKA
diharapkan dapat mengakibatkan perubahan pada siswa, sehingga terjadi perubahan yang sifatnya positif, sehingga siswa akan
mendapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Sudjana 2004: 28 mengemukakan, pembelajaran dapat
diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua
pihak, yaitu antara siswa warga belajar dan pendidik sumber belajar yang melakukan kegiatan membelajarkan. Khanifatul 2013:
14 menjelaskan pembelajaran adalah usaha sadar yang dilakukan oleh guru atau pendidik untuk membuat siswa belajar mengubah
tingkah laku untuk mendapatkan kemampuan baru untuk mencapai suatu tujuan. Pembelajaran merupakan proses interaksi antara siswa
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Pembelajaran disebut
juga kegiatan
instruksional instructional, yaitu usaha mengelola lingkungan dengan sengaja
agar seseorang belajar berperilaku tertentu dalam kondisi tertentu Djaatar, 2001: 2. Selanjutnya, Hamalik 2009: 57 berpendapat
bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas perlengkapan dan
prosedur yang
saling mempengaruhi
pencapaian tujuan
pembelajaran.
Pembelajaran merupakan upaya logis yang didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan belajar anak. Di dalam pengajaran terdapat
kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan,
dan pengembangan metode ini didasarkan pada kebutuhan siswa dan kondisi pengajaran yang ada.
Daryanto dan Rahardjo 2012: 20-26 mengemukakan, pada hakekatnya semua pembelajaran manusia mempunyai empat unsur,
yakni persiapan
preparation, penyampaian
presentation, pelatihan practice, penampilan hasil performance.
1 Persiapan Preparation
Tujuan tahap persiapan adalah untuk menimbulkan minat peserta belajar, misalnya dengan menggunakan metode
pembelajaran yang bervariatif. 2
Penyampaian Presentation Tahap penyampaian dalam belajar bukan hanya sesuatu yang
dilakukan fasilitator, melainkan sesuatu yang secara aktif melibatkan peserta belajar dalam menciptakan pengetahuan
disetiap langkahnya. 3
Latihan Practice Tahap latihan ini dalam siklus pembelajaran berpengaruh
terhadap 70 atau lebih pengalaman belajar keseluruhan. 4
Penampilan Hasil Performance
Tujuan tahap penampilan hasil adalah untuk memastikan bahwa pembelajaran tetap melekat dan berhasil diterapkan.
Dari beberapa definisi mengenai pembelajaran, maka peneliti mengacu pada pendapat Hamalik yang mengemukakan bahwa
pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur- unsur manusiawi, material, fasilitas perlengkapan dan prosedur yang
saling mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran. Suatu
pembelajaran akan mencapai tujuan secara optimal apabila dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada serta didukung dengan fasilitas atau
sarana prasarana pendidikan yang memadai. Dengan demikian, proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan mudah dan tujuan
pembelajaran dapat dicapai sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. b. Metode Pembelajaran
Penggunaan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dalam kegiatan pembelajaran dapat membantu guru dan siswa dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Secara etimologis bahasa, metode berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti jalan
atau cara Ismail, 2008: 7. Jadi, metode mempunyai arti suatu cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Sanjaya 2007: 145
berpendapat bahwa metode pembelajaran
adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun
dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara
optimal. Semakin tepat metodenya, diharapkan semakin efektif pula pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Ismail 2008: 8 mengemukakan, metode pembelajaran adalah suatu cara atau jalan yang ditempuh yang sesuai dan serasi
untuk menyajikan suatu hal sehingga akan tercapai suatu tujuan yang efektif dan efisien sesuai yang diharapkan. Sudjana 2010: 30
menjelaskan, metode adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya
pembelajaran. Metode pembelajaran digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas, sebagai upaya
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sebelum memutuskan untuk memilih suatu metode agar lebih
efektif maka seorang guru harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1 tujuan, 2 karakteristik siswa, 3 kemampuan guru, 4
sifat bahan pelajaran, 5 situasi kelas, 6 kelengkapan fasilitas, 7 kelebihan dan kelemahan metode Ismail, 2008: 32-33.
Macam-macam metode pembelajaran yang paling sering digunakan dalam kegiatan pembelajaran saat ini, yaitu :
1 Metode ceramah
Metode ceramah adalah metode yang dapat dikatakan sebagai metode tradisional. Karena, sejak dahulu metode ini
telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
2 Metode diskusi
Metode diskusi merupakan metode yang menyajikan siswa pada suatu permasalahan. Dengan adanya diskusi, siswa
diharapkan mampu memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan serta menambah pengetahuan siswa.
Dari beberapa definisi para ahli yang telah dikemukakan diatas, peneliti memilih pendapat Sanjaya yang mengemukakan
bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan
nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk
menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa di dalam kelas. Pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran guru
harus menentukan metode yang tepat agar materi dapat diterima dan dipahami oleh siswa dengan baik serta tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara optimal. 3. Metode Student Facilitator and Explaining
a. Pengertian Metode Student Facilitator and Explaining Metode pembelajaran Student Facilitator and Explaining
merupakan salah satu dari tipe model pembelajaran kooperatif yang melibatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Di dalam kelas
kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang heterogen untuk saling
bekerja sama. Suprijono 2009: 129 mengemukakan bahwa metode Student
Facilitator and Explaining mempunyai arti metode yang dapat menjadikan siswa dapat membuat peta konsep maupun bagan untuk
meningkatkan kreatifitas siswa dan prestasi belajar siswa. Metode Student Facilitator and Explaining merupakan suatu metode dimana
siswa mempresentasikan ide atau pendapat kepada siswa lainnya karena siswa berperan sebagai fasilitator di dalam kelas.
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan diatas, peneliti mengacu pada pendapat Agus Suprijono yang mengemukakan
bahwa metode Student Facilitator and Explaining merupakan metode yang dapat menjadikan siswa dapat membuat peta konsep
maupun bagan untuk meningkatkan kreatifitas siswa dan prestasi belajar siswa. Metode Student Facilitator and Explaining merupakan
metode pembelajaran kooperatif yang mampu meningkatkan prestasi akademik siswa. Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertindak sebagai seorang “pengajarpenjelas materi dan seorang yang memfasilitasi proses pembelajaran” kepada teman-temannya.
Metode ini dapat mengembangkan kreatifitas dan keberanian siswa dalam menyampaikan pendapatnya serta dapat menguji pemahaman
siswa terhadap materi yang dipelajari.
b. Langkah-langkah Metode Student Facilitator and Explaining Suprijono 2009: 128 menyatakan bahwa terdapat enam
langkah dalam pelaksanaan model pembelajarn Student Facilitator and Explaining, yaitu sebagai berikut :
1 Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
Guru menjelaskan tujuan belajarnya, menyampaikan ringkasan dari isi serta mengaitkan dengan gambaran yang lebih besar
mengenai silabus pembelajaran. 2
Guru mendemonstrasikan atau menyajikan materi. Guru menyajikan sedikit materi yang dipelajari pada saat itu dan
siswa memperhatikan. Setelah selesai menjelaskan guru membagi siswa menjadi berkelompok secara heterogen. Guru
menjelaskan dan mencontohkan kepada siswa bagaimana membuat baganpeta konsep. Kemudian guru bisa meminta
siswa untuk mencatat apa yang telah mereka ketahui atau yang bisa dilakukan, berkaitan dengan aspek apapun yang
berhubungan dengan materi yang dipelajari. 3
Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya misalnya melalui baganpeta konsep.
Dalam tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya misalnya melalui
baganpeta konsep. Guru meminta salah satu untuk maju dan
menjelaskan di depan kelas apa yang dia ketahui. Siswa lain boleh bertanya, dan siswa yang menjelaskan di depan boleh
berkata “pas” jika dia tidak yakin dengan jawabannya dan guru dapat menambahkan komentar pada tahap berikutnya.
4 Guru menyimpulkan idependapat dari siswa.
Ketika siswa menjelaskan apa yang mereka ketahui di depan kelas, guru mencatat poin-poin penting untuk diulas kembali.
Informasi yang tidak akurat, ide yang kurang tepat atau yang hanya dijelaskan separuh, dan bagian yang hilang bisa ditangani
langsung sehingga siswa tidak membentuk kesan yang salah, atau mereka dapat membuat dasar dari rencana pembelajaran
yang telah diperbaiki untuk beberapa pelajaran berikutnya. 5
Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu. Guru menjelaskan keseluruhan dari materi agar siswa lebih
memahami materi yang sudah dibahas pada saat itu serta memberikan kesimpulan.
6 Penutup.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah metode Student Facilitator and Explaining sebagai
berikut : 1 guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai, 2 guru mendemonstrasikan atau menyajikan materi, 3 memberikan
kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya misalnya melalui baganpeta konsep, 4 guru menyimpulkan idependapat dari
siswa, 5 guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu, 6 penutup.
c. Kelebihan dan Kelemahan Metode
Student Facilitator and Explaining
Setiap metode pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan metode pembelajaran Student
Facilitator and Explaining. Di bawah ini merupakan kelebihan dan kekurangan dari metode Student Facilitator and Explaining ini yaitu:
1 Kelebihan
a Dapat mendorong tumbuh dan berkembangya potensi
berpikir kritis siswa secara optimal. b
Melatih siswa aktif, kreatif dalam menghadapi setiap permasalahan.
c Mendorong tumbuhnya tenggang rasa, mau mendengarkan
dan menghargai pendapat orang lain. d
Mendorong tumbuhnya sikap demonstrasi. e
Melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan saling bertukar pendapat secara obyektif, rasional guna menemukan
suatu kebenaran dalam kerjasama anggota kelompok.
f
Mendorong tumbuhnya keberanian siswa dalam mengutarakan pendapat.
g
Melatih siswa untuk dapat mandiri dalam menghadapi setiap permasalahan.
h
Melatih kepemimpinan siswa.
i
Memperluas wawasan siswa melalui kegiatan saling bertukar informasi, pendapat dan pengalaman antar mereka.
2 Kekurangan
a Peserta didik yang malas mungkin akan menyerahkan
bagian pekerjaannya kepada siswa yang pintar. b
Penilaian individu sulit karena tersembunyi dibalik kelompoknya.
c Metode student facilitator and explaining memerlukan
persiapan yang rumit dibanding dengan model lain, misalnya metode ceramah.
d Peserta didik yang malas memiliki kesempatan untuk tetap
pasif dalam kelompoknya, dan memungkinkan akan mempengaruhi kelompoknya sehingga usaha kelompok
tersebut gagal. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan
kelebihan dari metode Student Facilitator and Explaining yaitu 1 mendorong siswa untuk berpikir kritis, 2 melatih siswa aktif dan
kreatif, 3 mendorong tumbuhnya rasa tenggang rasa, 4 mendorong tumbuhnya keberanian mengemukakan pendapat, 5 melatih siswa
untuk lebih mandiri. Sedangkan kekurangan dari metode student facilitator and explaining yaitu 1 peserta didik yang malas hanya
akan mengandalkan temannya, 2 penilaian individu cukup sulit, 3
anggota kelompok yang pasif dan malas dapat mempengaruhi anggota kelompok lainnya.
4. Metode Jigsaw a. Pengertian Metode Jigsaw
Metode pembelajaran Jigsaw
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran kooperatif dan merupakan strategi
pembelajaran aktif. Pembelajaran aktif active learning hanya bisa terjadi apabila ada partisipasi aktif dari peserta didik. Pembelajaran
tipe Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan rekan-rekannya Slavin, 2010: 236. Metode Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh
Aronson 1975. Metode ini memiliki dua versi tambahan, Jigsaw II Slavin, 1989 dan Jigsaw III Kagan, 1990. Dalam metode Jigsaw,
siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri 5 anggota.
Jigsaw adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran kooperatif dimana dalam penerapannya siswa dibentuk dalam
kelompok-kelompok, tiap kelompok terdiri atas tim ahli sesuai dengan pertanyaan yang disiapkan guru maksimal lima pertanyaan
sesuai dengan jumlah tim ahli. Slavin 2010: 237 mengemukakan bahwa kunci metode jigsaw ini adalah interdependensi : tiap siswa
bergantung kepada satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilaian.
Masing-masing kelompok harus dapat menguasai dan memahami
materi yang diberikan guru sehingga dapat menjelaskan kepada anggota kelompok lain dengan baik.
Saefuddin dan Berdiati 2014: 116 berpendapat bahwa strategi pembelajaran jigsaw merupakan bagian dari pembelajaran
kooperatif yang menerapkan model diskusi dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu membentuk kelompok yang disebut kelompok asal
atau home group dan tahap kedua membentuk kelompok yang disebut kelompok ahli. Arends 2009: 358-359 menyatakan “in the
jigsaw model, each team member is responsiable for mastering part of the learning materials and then teaching that part to the other
team members”. Maksudnya, di dalam metode Jigsaw setiap anggota kelompok harus menguasai atau memahami suatu bagian dari materi
pembelajaran kemudian menjelaskan materi tersebut kepada kelompok lainnya.
Uno dan Mohamad 2011: 98 mengemukakan, metode pembelajaran jigsaw adalah metode yang menghendaki siswa belajar
melalui kelompok. Isjoni 2009: 77 menjelaskan, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal.
Pada kegiatan ini keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang dalam arti guru menjadi pusat kegiatan kelas.
Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi
siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab.
Suprijono 2009: 89 berpendapat bahwa pembelajaran jigsaw merupakan pembelajaran kooperatif dimana guru membagi
kelas menjadi kelompok-kelompok lebih kecil. Jumlah kelompok bergantung pada konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari.
Jika satu kelas ada 40 siswa, maka setiap kelompok beranggotakan 10 orang. Keempat kelompok itu disebut kelompok asal, setelah
kelompok asal terbentuk, guru membagikan materi tekstual kepada tiap-tiap kelompok. Berikutnya membentuk kelompok ahli, berikan
kesempatan untuk berdiskusi. Setelah itu kembali pada kelompok asal dan menjelaskan hasil diskusi kepada kelompok masing-masing.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, peneliti setuju dengan pendapat Saefuddin dan Ika Berdiati yang mengatakan bahwa
strategi pembelajaran jigsaw merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif yang menerapkan model diskusi dalam dua tahap. Tahap
pertama yaitu membentuk kelompok yang disebut kelompok asal atau home group dan tahap kedua membentuk kelompok yang
disebut kelompok ahli. Masing-masing kelompok asal harus membaca dan memahami materi yang telah dibagikan oleh guru
kemudian salah satu perwakilan dari masing-masing kelompok asal membentuk kelompok ahli untuk menyampaikan materi yang telah
dipelajari di dalam kelompoknya untuk memahami materi secara
utuh. Kemudian kelompok ahli kembali ke kelompok asalnya dan menyampaikan materi yang didapatkan dari kelompok ahli.
b. Langkah-langkah Metode Jigsaw Pembelajaran dengan metode Jigsaw ini bertujuan untuk
melatih siswa untuk dapat bekerja sama dengan kelompok yang telah ditentukan tanpa harus membedakan satu sama lain. Langkah-
langkah dalam metode Jigsaw seperti yang dikemukakan oleh Uno dan Mohamad 2011: 110-111 yaitu :
1 Tahap 1
: Menyiapkan bahan pembelajaran. 2
Tahap 2 : Menempatkan siswa dalam kelompok belajar,
maksimal 4 - 5 orang secara heterogen. 3
Tahap 3 : Menempatkan siswa dalam kelompok pakar atau
ahli. 4
Tahap 4 : Menentukan skor awal untuk mencatat skor
sebagai skor dasar. 5
Tahap 5 : Membaca.
6 Tahap 6
: Diskusi kelas pakar. 7
Tahap 7 : Laporan kelompok.
8 Tahap 8
: Para pakarahli kembali ke dalam kelompok asal. 9
Tahap 9 : Tes hasil diskusi dilakukan secara menyeluruh
untuk semua siswa. 10 Tahap 10
: Para siswa mengambil kuis individu yang mencakup semua topik.
11 Tahap 11 : Penghargaan kelompok.
Ismail 2008: 82-83 berpendapat langkah-langkah penerapan Jigsaw Learning sebagai berikut :
1 Pilih materi pembelajaran yang dapat dibagi menjadi beberapa
segmen bagian. 2
Bagilah peserta menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah segmen yang ada. Jika jumlah peserta 25 sedang jumlah
segmen yang ada ada 5 maka masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang.
3 Setiap kelompok mendapat tugas membaca, memahami dan
mendiskusikan serta membuat ringkasan materi pembelajaran yang berbeda.
4 Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain
untuk menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompoknya.
5 Kembalikan suasana kelas seperti semula kemudian tanyakan
seandainya ada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok.
6 Berilah peserta didik pertanyaan untuk mengecek pemahaman
mereka terhadap materi yang dipelajari. 7
Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah dengan menggunakan metode Jigsaw sebagai
berikut : 1 materi pembelajaran dibagi menjadi beberapa segmen bagian, 2 peserta dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai
dengan jumlah segmen atau bagian yang ada, 3 Setiap kelompok mendapat tugas membaca, memahami dan mendiskusikan serta
membuat ringkasan materi pembelajaran yang berbeda, 4 Setiap kelompok mengirimkan anggotanya ke kelompok lain untuk
menyampaikan apa yang telah mereka pelajari di kelompoknya, 5 Kembalikan suasana kelas seperti semula, 6 Berilah peserta didik
pertanyaan untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap materi yang dipelajari, 7 Guru melakukan kesimpulan dan klarifikasi.
c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Jigsaw Sama seperti metode pembelajaran yang lain, metode Jigsaw
juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan dari metode
pembelajaran Jigsaw. Berikut ini merupakan beberapa kelebihan dan kelemahan metode pembelajaran Jigsaw, yaitu :
1 Kelebihan
a Di dalam metode Jigsaw, siswa saling memberikan
pendapat sharing ideas. Karena suasana belajar lebih kondusif dan adanya penghargaan yang diberikan kepada
kelompok, maka masing-masing kelompok berkompetisi untuk mencapai prestasi yang baik.
b Siswa lebih memiliki kesempatan berinteraksi sosial dengan
temannya. c
Siswa lebih aktif dan kreatif, serta memiliki tanggungjawab secara individual.
2 Kelemahan
a Terdapat
kelompok siswa
yang kurang
berani mengemukakan pendapat atau bertanya, sehingga kelompok
tersebut dalam diskusi menjadi kurang hidup. b
Memerlukan waktu yang relatif cukup lama dan persiapan yang matang antara lain pembuatan bahan ajar dan LKS
benar-benar memerlukan kecermatan dan ketepatan. 5. Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial IPS Ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai
cabang ilmu-ilmu sosial, seperti geografi, sosiologi, ekonomi, sejarah, politik, hukum, serta budaya. Selain itu, ilmu pengetahuan
sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya maupun dengan sesama manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Berdasarkan pendapat dari Somantri 2001: 92 pendidikan
IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan dan
disajikan secara
ilmiah dan
pedagogispsikologis untuk tujuan pendidikan. Sedangkan National Council for the Social Studies NCSS mendefinisikan IPS sebagai
suatu bidang kajian dalam kurikulum sekolah yang tujuan-tujuannya diturunkan dari hakikat kewarganegaraan di dalam masyarakat
demokratis. Tujuan pembelajaran IPS berkaitan dengan masyarakat- masyarakat yang ada disekitar siswa, yang kontennya berasal dari
ilmu-ilmu sosial dan disiplin-disiplin yang lain, serta hasil dari refleksi pribadi, sosial, dan pengalaman-pengalaman budaya siswa.
Kemudian, Supardi 2011: 182 mengemukakan bahwa IPS merupakan kajian integrasi berbagai ilmu sosial dan humaniora. IPS
didesain secara terpadu agar pembelajaran IPS menjadi lebih bermakna. Keterpaduan dalam IPS juga bertujuan agar siswa mampu
menelaah masalah sosial karena manusia selalu dihadapkan dengan fenomena ataupun masalah sosial. Trianto 2012: 171 berpendapat
bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Berdasarkan beberapa definisi mengenai Ilmu Pengetahuan
Sosial di atas, peneliti memilih pendapat dari Supardi yang menyatakan bahwa pembelajaran IPS merupakan pembelajaran yang
terdiri dari beberapa disiplin ilmu yang dirumuskan berdasarkan fenomena sosial di lingkungan masyarakat. Pembelajaran IPS yang
diberikan kepada
siswa diharapkan
mampu memberikan
keterampilan kepada peserta didik dalam memecahkan masalah- masalah sosial yang ada di lingkungan masyarakat. Pembelajaran
IPS juga diharapkan dapat memperbaiki moral serta membentuk karakter siswa menjadi lebih baik sehingga siswa dapat memecahkan
masalah-masalah sosial dengan bijak. b. Tujuan Pembelajaran IPS
IPS berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan sikap, nilai, dan keterampilan peserta didik terhadap masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Sapriya 2011: 12 mengemukakan tujuan pembelajaran IPS secara umum yaitu untuk mempersiapkan para
peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan knowledge, keterampilan skills, sikap dan nilai attitudes and
value yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan
mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.
Solihatin dan Raharjo 2012: 14 menyatakan bahwa tujuan Pendidikan IPS adalah mempersiapkan mahasiswa menjadi warga
negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat. Pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi
bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta
berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Pendidikan IPS bertujuan untuk membentuk karakter siswa menjadi lebih baik sehingga memiliki akhlak yang
mulia. Tujuan pelajaran pengetahuan sosial dan ilmu-ilmu sosial
Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosio-Antropologi yang dikemukakan oleh Fajar 2005: 107-108 antara lain :
1 Pengembangan kemampuan intelektual siswa, yang berorientasi pada pengembangan kemampuan intelektual.
2 Pengembangan kemampuan dan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat dan bangsa.
3 Pengembangan diri
sebagai pribadi,
berorientasi pada
pengembangan pribadi siswa. 4 Untuk menumbuhkan warga negara yang baik dengan
menempatkan siswa dalam konteks kebudayaannya. 5 Untuk mempelajari bahan pelajaran yang sifatnya “tertutup”
closed areas, maksudnya bahwa dengan mempelajari bahan pelajaran yang pantang tabu untuk dibicarakan, para siswa akan
memperoleh kesempatan
untuk memecahkan
konflik intrapersonal maupun antar-personal.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, peneliti memilih pendapat dari Sapriya yang menyatakan bahwa
pelajaran IPS bertujuan untuk mendidik siswa menjadi warga negara yang baik serta memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian
terhadap lingkungan di sekitarnya. Untuk itu, dalam pelaksanaan pembelajaran IPS perlu ditanamkan nilai-nilai sosial maupun nilai
karakter agar dapat membentuk karakteristik yang baik dalam diri siswa. Pembelajaran IPS diharapkan tidak hanya mengembangkan
kemampuan intelektual siswa tetapi juga mengembangkan kemampuan sosial siswa, sehingga siswa dapat dapat memecahkan
masalah-masalah sosial yang ada disekitarnya. 6. Pengertian Hasil Belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi belajar. Untuk mengetahui berhasil
tidaknya seseorang dalam kegiatan belajar maka perlu diadakan evaluasi pembelajaran. Hasil belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan
sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar
mengajar. Melalui hasil belajar, guru dapat mengetahui seberapa jauh siswa menguasai atau memahami suatu kompetensi tertentu.
Secara umum, hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri siswa dan faktor eksternal yaitu
faktor-faktor yang berada di luar diri pelajar Daryanto dan Rahardjo, 2012: 28. Faktor internal seringkali berhubungan dengan minat, motivasi
belajar, serta keterampilan siswa. Yang tergolong faktor internal yaitu :
a. Faktor fisiologis atau jasmani individu baik bersifat bawaan maupun yang diperoleh dengan melihat, mendengar, struktur tubuh, cacat tubuh,
dan sebagainya. b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun keturunan, yang
meliputi : 1
Faktor intelektual terdiri atas : faktor potensial intelegensi dan bakat dan faktor aktual kecakapan nyata dan prestasi.
2 Faktor non intelektual yaitu komponen-komponen kepribadian
tertentu seperti sikap, minat, kebiasaan, motivasi, kebutuhan, konsep diri, penyesuaian diri, emosional, dsb.
Faktor eksternal merupakan segala faktor yang ada di luar diri siswa yang dapat berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar yang diperoleh
siswa. Yang tergolong faktor eksternal yaitu : a. Faktor sosial, terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat, serta faktor kelompok. b. Faktor budaya, seperti : adat istiadat, ilmu pengetahuan dan teknologi,
kesenian, dan sebagainya. c. Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim,
dan sebagainya. d. Faktor spiritual atau lingkungan keagamaan.
Suprijono 2009: 5 menyatakan hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Sudjana 1989: 22 berpendapat bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Pendapat Gagne, sebagaimana dikutip oleh
Djaatar 2001: 82-83 hasil belajar merupakan kapabilitas atau
kemampuan yang diperoleh dari proses belajar yang dapat dikategorikan dalam lima macam, yaitu :
a. Informasi verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk menuangkan pikirannya dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
b. Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk membedakan, mengabstraksikan suatu objek, menghubung-
hubungkan konsep dan dapat menghasilkan suatu pengertian, memecahkan suatu persoalan.
c. Strategi kognitif, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur dan mengarahkan aktivitas mentalnya sendiri dalam memecahkan persoalan
yang dihadapinya. d. Sikap, adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki seseorang berupa
kecenderungan dengan menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian atas objek itu.
e. Keterampilan motorik, adalah kemampuan seseorang untuk melakukan serangkaian gerakan jasmani dari anggota badan secara terpadu dan
terkoordinasi. Dari beberapa definisi hasil belajar di atas, peneliti memilih
pendapat dari Nana Sudjana yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang diperoleh siswa menunjukkan seberapa jauh siswa mengerti dan paham terhadap materi atau
pembelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Setelah mengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa, guru dapat menentukan cara untuk
memperbaiki atau meningkatkan hasil belajar siswa apabila hasil belajar belum sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.