- 156 -
kesalahannya,  sehingga  ia  mampu  menghormati  dirinya  dan  merasakan  akibat perbuatannya.
b. Hukuman menurut pendapat Al- ‘Abadari
Menurut  pendapat  Al- ‘Abadari, sifat-sifat anak  yang berbuat salah itu harus
diteliti, dan satu pandangan mata dan kerlingan saja terhadap si anak mungkin cukup untuk  pencegahan  dan  perbaikan.  Al-
‘Abdari  mengkritik  cara-cara  penggunaan tongkat,  seperti  pelepah  kelapa,  cabang  kayu,  ataupun  tongkat  kayu  pendek  untuk
memukul anak-anak sebagai hukuman.
c. Pendapat Ibnu Khaldun mengenai ta’dzir hukuman
Ibnu Khaldun sangat menentang penggunaan kekerasan dan kekasaran dalam pendidikan  anak-
anak.  Ia  berkata,  “Siapa  yang  biasa  dididik  dengan  kekerasan diantara  siswa-siswa  atau  pembantu-pembantu,  ia  akan  selalu  dipengaruhi  oleh
kekerasan, selalu merasa sempit hati, bersifat pemalas, dan menyebabkan ia berdusta serta melakukan yang buruk-buruk karena takut oleh tangan
–tangan yang kejam. Hal ini  selanjutnya  akan  mengajarkan  untuk  menipu  dan  berbohong  sehingga  sifat-sifat
ini menjadi kebiasaan dan perangainya, serta hancurlah arti kemanusiaan yang masih ada pada dirinya.”
2. Tujuan pemberian Hukuman punishment
Kalangan  pemikir  dan  pendidik  muslim  memberi  jawaban  pro  dan  kontra tentang  perlunya  penerapan  hukuman  dalam  pendidikan.  Kelompok  yang  pro
berpendapat  bahwa  hukuman  diperlukan  sebagai  instrument  untuk:  1  memelihara perilaku peserta didik agar tetap berada pada kebaikan, 2 merubah perilaku kurang
atau tidak baik peserta didik kea rah perilaku yang baik atau terpuji.
250
Sejalan  dengan  hal  diatas  Atiyah  al-Abrasyi  berpendapat  bahwa,  hukuman hukuman  di  sekolah  dibuat  bukan  untuk  pembalasan  dendam,  tetapi  untuk
250
Abdur Rahman Saleh Abdullah dalam Al Rasyidin, Falsafah, h. 91
- 157 -
memperbaiki  anak-anak  yang  dihukum  dan  melindungi  murid-murid  lain  dari kesalahan  yang  sama.  Anak-anak  yang  sembrono  dengan  peraturan-peraturan  dalam
ruang kelas harus disingkirkan dari anak-anak lain karena ia tidak menghormati hak orang banyak serta kemaslahatan mereka. Dengan demikian, hal ini dapat melindungi
anak-anak lain dari sifat-sifat jahatnya.
251
3.Dasar-dasar pertimbangan pemberian hukuman punishment
Dalam perspektif falsafah pendidikan  Islami, hukuman pada dasarnya adalah instrument  untuk:  Pertama,  memelihara  fithrah  peserta  didik  agar  tetap  suci,  bersih
dan  bersyahadah  kepada  Allah  Swt.  Kedua,  membina  kepribadian  pesrta  didik  agar teta istiqamah dalam  berbuat  kebijakan  amal al-shalihat  dan berakhlak  al-karimah
dalam  setiap  perilaku  atau  tindakan.  Ketiga,  memperbaikai  diri  peserta  didik  dari berbagai sifat dan amal tidk terpuji amal al-
syai’at yang telah dilakukannya. Berdasarkan  hal  itu,  maka  para  pakar  pendidikan  Islam  sepakat  bahwa
hukuman  tidak  diperlukan  manakala  masih  ada  instrumen  lain  yang  bisa  digunakan untuk  memelihara  fitrah  peserta  didik  agar  tetap  beriman  atau  bersyahadah  kepada
Allah SWT. Hukuman baru diperlukan dan bisa dilaksanakan ketika diyakini bahwa hampir  tidak  ada  lagi  instrumen  lain  yang  bisa  digunakan  untuk  memelihara,
membina atau menyadarkan anak didik dari kesalahan yang telah dilakukannya. Seorang pendidik harus memperhatikan beberapa kaedah berikut ini, yaitu:
1. Jangan  sekali-kali  menghukum  sebelum  pendidik  berusaha  sungguh-sungguh
melatih,  mendidik,  dan  membimbing  anak  didiknya  dengan  pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang baik.
2. Hukuman  tidak  boleh  dijalankan  sebelum  pendidik  menginformasikan  atau
menjelaskan konsekuensi logis dari suatu perbuatan.
251
Mohammad  Athiyah  al-Abrasyi,  Dasar-Dasar  Pokok  Pendidikan  Islam,  terjemahan
Bustami  A.  Ghani  dan  Djohar  Bahry  L.I.S.  dari  al-Tarbiyah  al-Islamiyah,  Jakarta:  Bulan  Bintang, 1947, cet, ke-2. hlm.165
- 158 -
3. Anak  tidak  boleh  dihukum  sebelum  pendidik  memberikan  peringatan  pada
mereka. 4.
Tidak dibenarkan menghukum anak sebelum pendidik berusaha secara sungguh- sungguh membiasakan mereka dengan prilaku yang terpuji.
5. Hukuman  belum  boleh  digunakan  sebelum  pendidik  memberikan  kesempatan
pada  anak  didiknya  untuk  memperbaiki  diri  dari  kesalahan  yang  telah dilakukannya.
6. Sebelum  memutuskan  untuk  menghukum,  pendidik  hendaknya  berupaya
menggunakan mediator untuk menesehati atau merubah perilaku peserta didik. 7.
Setelah  semua  hal  diatas  dipenuhi,  maka  seorang  pendidik  baru  dibolehkan menghukum peserta didik dan itupun dengan beberapa catatan:
a. Jangan menghukum ketika marah.
b. Jangan menghukum karena ingin membalaskan dendam atau sakit hati.
c. Hukuman harus sesuai dengan tingkat kesalahan.
d. Hukumlah pesrta didik secara adil, jangan pilih kasih atau berat    sebelah.
e. Jangan memberi hukuman yang dapat merendahkan harga diri atau martabat
peserta didik. f.
Jangan sampai melukai. g.
Pilihlah  bentuk  hukuman  yang  dapat  mendorong  peserta  didik  untuk  segera menyedari dan memperbaiki keliruannya.
h. Mohonlah petunjuk Allah Swt.
4. Bentuk-bentuk pemberian hukuman punishment