Sejarah Masyarakat Samin Gambaran Umum Masyarakat Samin dan Konteksnya

commit to user c Secara umum prasarana dan sarana yang ada di Desa sudah cukup lengkap mengingat jumlah penduduk hanya 3.953 jiwa.

2. Sejarah Masyarakat Samin

Perjalanan sejarah menunjukkan di Kabupaten Sumoroto yang berwilayah di Tulungagung, diperintah oleh bupati yang menggunakan gelar kebangsawanan. Raden Mas Adipati Brotodiningrat berkuasa antara tahun 1802-1806, sebagai bupati keempat. Beliau memiliki dua putera. Putera pertama bernama Raden Ronggowirjodiningrat dan putera kedua bernama Raden Surowidjojo. Saat itu kondisi wilayah semakin sempit dan diawasi ketat oleh Belanda. Raden Surowidjojo tidak suka melihat rakyatnya sengsara, diisap, dan dijajah Belanda. Selanjutnya ia pergi dari kabupaten. Selama mengembara, ia merampok orang-orang kaya yang menjadi antek Belanda. Hasil rampokannya dibagi-bagi ke orang miskin, sedang sisanya digunakan untuk mendirikan gerombolan pemuda yang dinamakan “Tiyang Sami Amin” tahun 1840. Nama kelompok tersebut diambil dari nama kecil Raden Surowidjojo, yaitu Samin. Raden Surowidjojo terus memperluas daerah perlawanannya, hingga tepi bengawan Solo. Di sana banyak anak buahnya dan model pemberontakannya dengan menolak membayar pajak, yang berakibat menyusahkan penjajah. Tahun 1859, lahirkah Raden Kohar yang memakai sebutan Samin Surosentiko atau Samin Anom yang lahir di Desa Ploso, Kabupaten Blora. Jadi, komunitas Samin berasal dari ketokohan dan pemikiran atau ajaran commit to user pemimpin masyarakat yang bernama Samin Surosentiko atau Samin Surontiko. Dia merupakan putera dari Raden Surowidjoyo dan cucu dari Raden Mas Adipati Brotodiningrat. Samin Surosentiko bernama priyayi Raden Kohar. Sementara bapaknya Raden Surowidjoyo adalah nama tuanya. Sedangkan nama kecilnya adalah Raden Surontiko atau Suratmoko atau Samin Nurudin, 2003: 16. Samin Soerosentiko dapat menetap didaerah Bapangan Kecamatan Menden Kradenan Kabupaten Blora. Di desa ini, Samin Soerosentiko menikah dengan seorang gadis desa yang bernama Samijah. Akan tetapi selama berumah tangga, Kyai Samin tidak menemukan suatu kedamaian seperti yang diharapkannya. Antara Kyai Samin dengan Istrinya Samijah timbul suatu perselisihan paham. Kyai Samin memiliki paham yang menghendaki adanya suatu perdamaian, sedang Samijah sebaliknya yaitu tidak menghendaki adanya perdamaian. Salah satu perselisihan paham ini dapat ditemukan ketika Kyai Samin ingin memperjuangkan kesejahteraan rakyat, maka Samijah selalu menghalang-halanginya. Akibat dari perselisihan paham ini, maka pernikahan mereka berakhir dengan perceraian. Oleh karena itu Kyai Samin sering pergi ke ladang miliknya untuk mencari katentraman hati dengan cara bertapa. Pada saat bertapa roh Kyai Samin mendapatkan wangsit dan diberi petunjuk bahwa di suatu tempat yang tidak jauh dari tempatnya bertapa ada sebuah gundukan tanah yang harus di gali. Setelah menerima wangsit, ia segera mencari gundukan tanah tersebut, kemudian menggali dan didalamnya ditemukan sebuah buku kuno yang telah commit to user usang. Buku tersebut dipelajari dengan cara diterjemahkan. Setelah Kyai Samin memahami isi dari buku tersebut, kemudian buku diberi nama “ Sêrat Jamus Kalimosodo ”. Dijelaskan oleh Nurudin 2003: 45 bahwa pada perkembangan selanjutnya, Kyai Samin membakukan perilaku dan gaya hidupnya menjadi suatu ajaran sehingga terlembagakan menjadi Saminisme, dengan babon baca: induk ajaran yang dihimpun dalam karya berjudul Serat Jamus Kalimasada yang terdiri atas lima jenis ajaran, yakni: a. Serat Punjer Kawitan Serat ini berkaitan dengan ajaran tentang silsilah raja-raja Jawa, adipati- adipati wilayah Jawa Timur, dan penduduk Jawa. Ajaran ini pada prinsipnya mengakui bahwa orang Jawa adalah sebagai keturunan Adam dan juga keturunan Pandawa. Sehingga semua yang ada di bumi Jawa adalah hak orang Jawa. Dengan demikian, Belanda tidak memiliki hak terhadap bumi Jawa. Apabila diperhatikan, ajaran ini secara simbolik adalah semangat nasional bagi orang Jawa menghadapi penjajahan Belanda. b. Serat Pikukuh Kasejaten Serat ini berisi ajaran tentang tata cara dan hukum perkawinan yang praktis oleh masyarakat Samin. Konsep pokok yang termaktub dalam ajaran ini adalah membangun keluarga merupakan sarana kêlahiran budhi , yang akan menghasilkan atmaja tama anak yang utama. Rumah tangga dalam kitab ini harus berlandaskan pada ungkapan kukuh dêmên janji kokoh memegang janji. Maka dalam berumah tangga, unsur yang commit to user utama adalah kesetiaan dan kejujuran guna menciptakan saling percaya dalam rangka membangun kebahagiaan keluarga. c. Serat Uri-uri Pambudi Serat ini berisi tentang ajaran perilaku yang utama, terdiri dari ajaran: anggêr-anggêr pratikêl hukum tingkah laku, anggêr-anggêr pangucap hukum berbicara, anggêr-anggêr lakonana hukum yang harus dijalankan. d. Serat Jati Sawit Serat yang membahas tentang kemuliaan hidup sesudah mati kemuliaan hidup di akhirat. Ajaran ini menganal konsep „hukum karma‟. Di sini kata-kata mutiara yang menjadi falsafah berbunyi bêcik kêtitik, ala kêtara, sapa goroh bakal gronoh, sapa salah seleh . e. Serat Lampahing Urip Serat yang berisi tentang primbon yang berkaitan dengan kelahiran, perjodohan, mencari hari baik untuk seluruh kegiatan aktivitas kehidupan. Tahun 1890 ajaran Kyai Samin mulai banyak diikuti oleh warga, mulai dari desa Jêjêruk , Klopoduwur, Temurejo, bahkan menjalar pula keluar daerah, diantaranya adalah daerah Kabupaten Grobogan, Pati, Bojonegoro, dan sebagainya. Dijelaskan oleh Nurudin 2003: 47 bahwa dalam perkembangannya Saminisme terbagi menjadi dua golongan, yang satu disebut sebagai Samin Paniten Sikêp dan Samin Sangkak . Golongan Samin Paniten Sikêp artinya masyarakat Samin yang perilaku dan gaya commit to user bermasyarakatnya menggunakan gaya model niteni . Selanjutnya golongan Samin Sangkak, yaitu masyarakat Samin yang gaya hidup dan ujarannya memakai logika yang berdasar pada perspektif mereka sendiri. Orang-orang yang mengikuti ajaran tersebut dikenal dengan sebutan Wong Samin http:www.pemkabblora.go.idmasyarakat- _samin_dan_ anarkisme .htm . Akan tetapi mereka sendiri menyebut golongannya dengan sebutan Wong Sikep Suyami, 2007: 33 Menurut mereka, sikep berarti rabi yang erat kaitannya dengan tanggungjawab. Sedangkan samin mereka artikan dengan sami-sami atau padha-padha wonge sama-sama orangnya. Selain itu, sami-sami juga dapat diartikan kabeh wong ana donyo iki, kabeh sêdulure dhewe semua orang yang ada didunia ini adalah saudaranya sendiri. Mereka mempercayai bahwa semua manusia berasal dari satu sumber yakni Adam dan Hawa Kartapradja, 1990: 137. Ajaran Samin mengajarkan bahwa antara orang yang satu dengan yang lain adalah sêdulur saudara, dan mempunyai kedudukan serta derajat yang sama dalam masyarakat. Ajaran Samin tidak mengenal adanya tingkatan- tingkatan atau kelas-kelas dalam masyarakat. Mereka beranggapan tidak ada bangsawan dan tidak ada rakyat jelata. Hal ini berakibat ketika berbicara pada siapapun, mereka selalu memakai bahasa Jawa ngoko. Bahkan pada saat orang Samin menghadap pejabat daerah, tetap menggunakan bahasa ngoko. Disamping ajaran Kyai Samin yang telah diuraikan diatas, Kyai Samin dengan pengikut-pengikutnya juga mempunyai tujuan mengusir penjajah Belanda http:www.pemkabblora.go.idmasyarakat- commit to user samin_dan_anarkisme.htm . Dalam melawan pemerintah Belanda, masyarakat Samin menggunakan cara yang berbeda. Mereka tidak menggunakan jalan peperangan karena menurut mereka cara berperang tidak tepat, cara yang mereka pilih adalah melawan dengan cara aksi pembangkangan. Menurut Dr. H. Roeslan Abdulgani dalam bukunya Sosialisasi Indonesia 1965: 12 adalah sebagai berikut: “Pada tahun 1890 kekuasaan kolonial Hindia-Belanda digegerkan oleh ajaran KYAI SAMIN alias Soerantiko, seorang petani di Blora dengan pengikutnya sejumlah lebih dari 2.300 kepala keluarga tani tersebar di Bojonegoro, dan dikabupaten-kabupaten Rembang, Ngawi, Grobogan, Pati dan Kudus dan yang dewasa ini tinggal l.k 50 keluarga, terutama berpusat didesa Tapelan, Kecamatan Ngraho, Kabupaten Bojonegoro, yang ajaran KYAI SAMIN tersebut didasarkan atas hak milik kolektif dan cara pengolahan tanah secara kolektif, dan gotong royong, dilengkapi dengan aturan pembagian hasil menurut keperluan dan keadilan; ditambah pula dengan adanya disiplin moral yang melarang orang mencuri, membohongi, berbuat serong, dan sebagainya; Dan jikalau pada tahun 1905, masyarakat KYAI SAMIN tadi itu menentang campur tangannya alat-alat Pemerintahan Kolonial Hindia- Belanda yang pada waktu itu hendak menundukkan masyarakat oer- komunistis tersebut kepada sistem kolonial Hindia-Belanda dengan sendi-sendi kapitalismenya dan liberalismenya si-penjajah asing, sehingga pada tahun 1907 Kyai Samin dibuang ke Sumatra dimana beliau meninggal pada tahun 1914”. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat Samin telah diakui keberadaannya sebagai suatu komunitas yang memiliki kekuatan yang cukup kuat sejak tahun 1890. Adanya kekuatan yang dimiliki oleh pengikut Samin yang mayoritas para petani tersebut, oleh Samin digunakan untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial Hindia- Belanda. Hal itu pula yang menyebabkan Samin diasingkan dari para pengikutnya pada tahun 1907 dan pada akhirnya Samin meninggal pada tahun 1914 di tanah pengasingannya. commit to user

3. Tradisi Masyarakat Samin