Perubahan Tradisi dalam Perspektif Kebudayaan

commit to user pada zamannya. Tradisi diciptakan manusia untuk kepentingan hidupnya. Oleh karena itu tradisi seharusnya juga dikembangkan sesuai dengan kehidupan. Untuk itu, kita sebagai ahli waris kebudayaan selalu dituntut untuk berani mengadakan perubahan-perubahan terhadap tradisi, membebani satu atau beberapa bagian yang dirasa tidak sesuai dengan masa kini. Jadi, kita dituntut untuk tidak sekedar mengulang, tetapi harus secara baru dengan menginformasikannya.

b. Perubahan Tradisi dalam Perspektif Kebudayaan

Konteks perubahan tradisi pada suatu komunitas dapat dilihat dari perspektif perubahan kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat 2004: 9 kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah , ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Sedangkan kata budaya merupakan perkembangan majemuk dari budi-daya , yang berarti daya dari budi. Hal tersebut menyebabkan antara budaya dan kebudayaan dapat dibedakan. Budaya berarti daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa, selanjutnya kebudayaan berarti hasil dari cipta, rasa, dan karsa. Geertz dalam Imam, 2008: 11 berpendapat bahwa kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini kebenarannya oleh orang yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu commit to user yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai moral, yang sumbernya adalah pandangan hidup dan etos atau sistem yang dipunyai oleh setiap manusia. Ki Hajar Dewantara dalam Imam, 2008: 12 berpendapat bahwa budaya berasal dari budi „jiwa manusia yang telah masak; cerdas‟. Budi terdiri dari cipta, rasa, dan karsa. Cipta merupakan buah pikiran artinya ilmu pengetahuan, filsafat, pendidikan, dan pengajaran. Rasa adalah buah perasaan artinya sifat keindahan dan keluhuran batin, kesenian, adat-istiadat, keadilan, dan sebagainya. Karsa ialah buah kemauan artinya semua sifat perbuatan dan buatan manusia, seperti perkapalan, pertanian, bangun- bangunan, dan sebagainya. Kebudayaan berarti buah budi manusia kultur. Kata kultur berasal dari cultura Latin artinya perubahan colere „memelihara, memajukan serta memuja-muja‟. Jadi kebudayaan selain terkandung “buah budi” juga memelihara dan memajukan dari sifat kodrati natuur ke arah sifat kebudayaan. Karkono dalam Imam, 2008: 14 berpendapat bahwa kebudayaan Jawa adalah pancaran atau pengejawantahan budi manusia Jawa yang mencangkup kemauan, cita-cita, ide maupun semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan lahir dan batin. Kebudayaan Jawa ini telah ada sejak zaman prasejarah. Kedatangan kebudayaan Hindu di Jawa melahirkan kebudayaan Hindu-Jawa, kedatangan kebudayaan Islam di Jawa melahirkan kebudayaan Islam-Jawa. Kedatangan bangsa Barat untuk berdagang dan menjajah beserta kebudayaannya melahirkan kebudayaan Barat-Jawa yang commit to user cenderung materialistik. Kemudian, kebudayaan Jawa menjadi sinkretis meliputi unsur-unsur: pra-Hindu Jawa asli, Hindu-Jawa, Islam-Jawa, dan Barat-Jawa. Dalam perkembangannya, kebudayaan Jawa masih tetap seperti dasar kelahirannya, merupakan kristalisasi pemikiran-pemikiran lama, yaitu: 1. Manusia Jawa berkeyakinan kepada Sang Maha Pencipta, penyebab dari segala kehidupan. 2. Manusia Jawa berkeyakinan bahwa manusia adalah bagian dari kodrat alam semesta makro kosmos , manusia dengan alam saling mempengaruhi. Tetapi manusia harus sanggup melawan kodrat alam sesuai dengan kehendak cita-cita, agar dapat hidup selamat baik di dunia maupun di akhirat. Hasil dari perjuangan perlawanan terhadap kodrat alam tersebut berasal dari kemajuan dan kreativitas kebudayaan, sehingga terjalinlah keselarasan dan kebersamaan yang didasarkan pada saling hormat, saling tenggang rasa, dan saling mawas diri. 3. Manusia Jawa rindu akan kondisi tata tentrem kerta raharja yaitu suatu keadaan yang damai, sejahtera, aman, sentosa berdasar pada kautamaning ngaurip keutamaan hidup, sehingga manusia Jawa berkewajiban untuk memayu hayuning raga, sesama, bangsa, dan bawana. Kebudayaan Jawa yang bersifat kejawen tersebut, juga dianggap penting oleh Laksono. Disampaikan Laksono 1990: 3 because the nature of pre-colonial society is of such importance, what I have done in this work is to examine social structure is a region known socio-culturally as the commit to user kejawen . „Karena sifat pra-masyarakat kolonial ini begitu penting, apa yang saya lakukan dalam pekerjaan ini adalah untuk memeriksa struktur sosial daerah yang dikenal sosio- kultural sebagai kejawen‟. Konsep tentang kebudayaan yang lain dipaparkan sebagai berikut: Cultural studies has multiple discourses; it has a number of different histories. It is a whole set of formations; is has its own different conjunctures and moments in the past. It included many different kinds of work ... It always was a set of unstable formations ... It had many trajectories; many people had and have different theoretical positions, all of them in contention Storey, 1996: 1. Pernyataan tersebut dapat diterjemahkan bahwa kajian budaya memiliki beberapa wacana, tetapi memiliki beberapa sejarah yang berbeda. Ini merupakan satu set seluruh formasi , yang memiliki konjungtur sendiri yang berbeda dengan saat-saat di masa lalu. Ini termasuk berbagai macam pekerjaan ... Ini selalu merupakan satu set formasi yang tidak stabil ... Itu banyak lintasan; banyak orang dan memiliki posisi teoritis yang berbeda, mereka semua berbeda pendapat Storey, 1996: 1. Kebudayaan dapat diartikan secara luas maupun sempit. Ahli Antropologi menangkapnya secara luas, Koentjaraningrat 2004: 9 mendefinisikan kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Cakupannya adalah bahasa, tatanan sosial, pencarian nafkah, pengetahuan, kesenian, teknologi, dan religi. Ketujuh unsur budaya tersebut lazim disebut cultural universal unsur kebudayaan yang universal. Seperti telah dikemukakan diawal bahwa konteks perubahan tradisi pada suatu komunitas dapat dilihat dari perspektif perubahan kebudayaan. commit to user Perubahan kebudayaan lebih menunjuk mengenai perubahan dalam aspek- aspek materiil, selanjutnya perubahan sosial adalah mengenai perubahan dalam aspek-aspek nonmateriil. Perbedaan tersebut tidak dapat dipisahkan secara mutlak. Selanjutnya Nurudin 2003: 75 mengemukakan bahwa sistem budayalah yang menjadi pedoman, pendorong, dan sekaligus sebagai pengawas atas segala sikap, tingkah laku, dan tindakan para warga masyarakat dalam mengatur berbagai pranatan sosial. Dikemukakan oleh Harris 1991: 402, bahwa: Some culture and personality theories attempt to explain cultural differences and similarities as a consequence of basic or modal personality. In general, however, culture and personality advocates do not deal with the problem of why the beliefs and practices that mold particular personality types or national characters occur in some cultures but not in others. Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa beberapa teori budaya dan kepribadian berusaha menjelaskan perbedaan budaya dan kesamaannya sebagai konsekuensi dari kepribadian dasar atau modal awal. Secara umum , bagaimanapun, budaya dan kepribadian tidak berurusan dengan masalah mengapa keyakinan dan praktik yang membentuk tipe kepribadian tertentu atau karakter nasional terjadi di beberapa kebudayaan, tetapi tidak pada orang lain Harris, 1991: 402. Bekker dalam Nurudin, 2003: 75 mengatakan bahwa kebudayaan itu berubah seirama dengan perubahan hidup masyarakat. Perubahan itu berasal dari pengalaman baru, pengetahuan baru, teknologi baru, dan akibatnya dalam penyesuaian cara hidup dan kebiasaannya kepada situasi commit to user baru. Sikap mental dan nilai budaya turut serta dikembangkan guna menjaga keseimbangan dan integrasi baru. Berkaitan dengan perubahan dan perkembangan kebudayaan peran media masa, pendidikan, dan pariwisata mempunyai daya dorong yang cukup berpengaruh, terutama pada era globalisasi. Namun demikian perkembangan teknologi tersebut hendaknya tetap mencerminkan tradisi yang ada. Hal ini senada dengan pendapat Amman dalam de Jong, 1976: 93 yang menyatakan: Kebudayaan kuno dan mental tradisionil negara-negara itu dianalisir sedalam-dalamnya. Semakin kuno kebudayaan dan semakin setia masyarakat terhadap tradisinya, semakin tinggi pula masyarakat yang menghormati tradisinya dinilai dan dihargai. Sesudah menganalisa tradisi-tradisi suatu masyarakat tertentu, maka aliran yang kedua mencoba mengaktivir dan mendinamisir kekayaan atau modal spirituil yang terdapat dalam kebudayaan tradisionil tadi, sehingga cara berpikir dan cara bekerja yang modern dapat diintegrasikan di dalamnya. Perkembangan kebudayaan itu sendiri merupakan akibat proses akulturasi. Menurut Baker dalam Nurudin, 2003: 76 pokok pengertian akulturasi ini menunjukkan pada dua kebudayaan bertemu muka, terdapat penerimaan nilai-nilai kebudayaan lama. Stephen Reder in Ferdman, 1994: 20 takes a social psychological perspective, describing literacy as a social and cultural process comprised by a set of culturally defined practices .Stephen Reder dalam Ferdman, 1994: 20 mengambil perspektif psikologi sosial, menggambarkan keaksaraan sebagai sebuah proses sosial dan budaya yang terdiri oleh seperangkat pendefinisian praktek-praktek budaya. commit to user Menurut Ishomuddin dalam Nurudin, 2003: 76 tradisi budaya itu meliputi adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran, dan sebagainya yang turun temurun dari nenek moyang. Maka untuk menelusuri pergeseran tradisi kecil ke tradisi besar pada masyarakat Samin diformulasikan teori tradisi kecil dan tradisi besar oleh Robert Redfield 1985: 57, sebagai berikut: Tradisi yang besar diolah di sekolah-sekolah atau di kuil-kuil; tradisi kecil berlangsung di dalam hidup itu sendiri dan mereka yang tidak terpelajar di dalam komunitas-komunitas desanya. Tradisi para ahli filsafat, ahli ilmu ketuhanan, dan sastrawan adalah tradisi yang secara sadar diolah dan diwariskan; tradisi orang-orang kecil sebagian besar diterima sebagaimana adanya dan tidak terlalu banyak diteliti secara cermat atau dipertimbangkan pembaharuan dan perbaikan. Pada tulisan ini yang dianggap sebagai tradisi kecil adalah masyarakat Samin dengan segala tradisinya, dan yang dianggap tradisi besar adalah masyarakat Jawa. Perubahan dapat terjadi baik dikarenakan faktor luar maupun faktor dari dalam masyarakat tersebut. Perubahan tradisi pada suatu masyarakat dapat dilihat dari perspektif perubahan kebudayaan. Menurut Kleden dalam Nurudin, 2003: 77 secara teoretis perubahan kebudayaan mencangkup lima hal pokok, yakni pertama perubahan sistem nilai yang prosesnya integrasi ke disintegrasi untuk selanjutnya menuju reintegrasi. Kedua , perubahan sistem makna dan sistem pengetahuan, yang berupa penerimaan suatu kerangka makna kerangka pengetahuan, penolakan dan penerimaan makna baru dengan proses orientasi ke disorientasi untuk selanjutnya menuju reorientasi sistem kognitifnya. Ketiga , perubahan sistem tingkah laku yang berproses dari penerimaan tingkah laku, penolakan dan commit to user penerimaan tingkah laku baru. Keempat , perubahan sistem interaksi, di mana akan muncul gerak sosialisasi. Kelima , perubahan sistem kelembagaan pemantapan interaksi, yakni pergeseran dari tahapan organisasi ke disorganisasi untuk selanjutnya menuju reorganisasi. Behaviour is never culture. Rather, concrete behaviour or habits are part of raw data from which we infer an abstract culture. Behavioural products artefacts comprise our other class of raw data. Culture, thus, is not something that seen but an inferential construct... Culture, it must be repeated, is logical construct. It may be manifested either in men‟s acts or in the products of these acts Kluckhohn in Bidney, 1996: 128. Perilaku tidak pernah budaya. Sebaliknya, perilaku beton atau kebiasaan adalah bagian dari data mentah dari mana kita menyimpulkan budaya abstrak. Perilaku produk artefak terdiri dari kelas lain yang kami data mentah. Budaya, dengan demikian, bukanlah sesuatu yang terlihat tapi inferensial membangun ... Budaya, harus diulang, ini adalah membangun logis. Ini dapat diwujudkan dalam tindakan baik laki-laki atau produk- produk dari tindakan Kluckhohn dalam Bidney, 1996: 128. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa lingkup perubahan tradisi yang berkembang dalam masyarakat, salah satunya dapat dilihat dari perubahan kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat tersebut.

2. Perkawinan